
Foto: Very Bang
Pantar Timur- Alor, www.sinodegmit.or.id, Klasis Pantar Timur merayakan HUT ke-25 di Mata Jemaat Ebenhaiser Lamalu, Munaseli, dengan penuh syukur dan kebersamaan pada Kamis 28 Agustus 2025.
Perayaan ini dipimpin oleh panitia yang diketuai Rubenson Hibu, dengan Benyamin Hibu sebagai sekretaris, dan Otilia da Costa sebagai Bendahara.
Acara HUT turut dihadiri oleh Sekretaris Sinode GMIT Pdt. Lay Abdy K. Wenyi, M.Si., Ketua Majelis Klasis Pdt. Very C. Bang, S.Th., Camat Pantar Arianus Waang, SH, Danramil, Kapolsek, Jemaat, serta masyarakat lintas agama.
Rombongan tamu disambut meriah dengan tarian adat Wadi, lalu diarak menuju gereja dan dilanjutkan dengan tarian Lego-lego sebagai lambang persaudaraan. Usai penyambutan, para tamu dijamu dengan snack pagi di halaman gereja sebelum beranjak ke pantai Lamalu, lokasi utama ibadah syukur.
Acara di pantai diawali dengan sapaan Ketua Majelis Klasis Pantar Timur yang menegaskan bahwa inilah perayaan HUT resmi pertama sejak berdirinya klasis pada 28 Agustus 1998 di Jemaat Silo Sargang. Ia mengajak jemaat menghidupi tema “Peduliku Selamatkan Bumiku” bukan hanya dalam ibadah, tetapi juga dalam tindakan nyata, seperti penanaman mangrove di pesisir Munaseli untuk menanggulangi abrasi dan menjaga kelestarian alam.
Selanjutnya Pdt. Emr. Mozez Lapiweni, S.Th membacakan memori pelayanan, mengenang perjalanan 25 tahun Klasis Pantar Timur, sekaligus menyampaikan harapan agar Klasis ini dapat dimekarkan menjadi Klasis Pantar dan Klasis Pantar Timur. Pemekaran ini menjadi program besar periode pelayanan 2024–2027, mengingat wilayah pelayanan mencakup dua kecamatan dengan akses jalan yang terbatas, serta adanya wacana Pantar menjadi Kabupaten baru di Alor.
Camat Pantar dalam sambutannya menyampaikan terima kasih kepada Sekretaris Sinode dan seluruh jemaat. Ia menegaskan pentingnya merawat 200 anakan mangrove yang ditanam hari itu sebagai simbol kepedulian terhadap bumi, serta mengingatkan bahwa kerukunan Islam dan Kristen di Alor adalah warisan leluhur yang wajib dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang.
Setelah rangkaian sambutan, ibadah syukur dimulai di pantai Lamalu. Sekretaris Sinode tampil sebagai pengkhotbah dengan bacaan dari Kejadian 1:26–28. Ia membuka khotbah dengan menyapa umat Muslim yang hadir, sebuah salam yang menegaskan kuatnya kerukunan lintas iman di Pantar Timur. Dalam khotbahnya, ia menekankan bahwa bumi dan segala isinya adalah ciptaan Allah; manusia dan alam setara, bahkan alam disebut sulung dan manusia bungsu. Karena itu, bumi adalah rumah bersama kita yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab. Kepedulian terhadap bumi harus diwujudkan dalam hidup sehari-hari: hidup bijak, mengurangi sampah plastik, dan menjaga laut sebagai sumber kehidupan.
Usai khotbah, Sekretaris Sinode menyampaikan suara gembala. Dalam pesannya, ia mengucapkan terima kasih khusus kepada anak-anak sekolah bersama guru-guru yang hadir dan turut ambil bagian dalam perayaan ini. Ia juga kembali mengapresiasi kerukunan umat Kristen dan Muslim di Pantar sebagai kekuatan bersama yang patut dijaga. Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa bulan Agustus juga dirayakan GMIT sebagai Bulan Kebangsaan, bertepatan dengan HUT RI ke-80. Karena itu, panggilan gereja bukan hanya melayani umat, tetapi juga hidup bertanggung jawab kepada bangsa: menumbuhkan cinta tanah air, memperkuat semangat kebersamaan walau berbeda, serta merawat alam sebagai bagian dari tanggung jawab iman dan kebangsaan.
Sebagai puncak acara, dilakukan aksi penanaman 200 anakan mangrove di pesisir Lamalu, melibatkan jemaat, masyarakat, pemerintah, dan tokoh lintas agama. Aksi simbolis ini menjadi tanda komitmen bersama untuk menjaga kelestarian bumi dan keberlangsungan hidup generasi mendatang. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan pemotongan kue ulang tahun ke-25 sebagai ungkapan syukur atas perjalanan pelayanan selama ini.
Perayaan HUT ke-25 Klasis Pantar Timur dengan tema “Peduliku Selamatkan Bumiku” akhirnya menjadi momentum syukur, panggilan iman, sekaligus pernyataan bersama: merawat bumi, memperkuat kebersamaan, dan menjaga kerukunan Kristen-Muslim sebagai warisan luhur orang Alor yang tak ternilai. *** (Pdt. Fery Bang)











