//Keluarga:  Lembaga Pertama yang Dibentuk Tuhan dan Relevansinya bagi Kehidupan Berjemaat Masa Kini (Rutinitas/Transformasi) – Pdt. Martha M Fioh-Kedoh

Keluarga:  Lembaga Pertama yang Dibentuk Tuhan dan Relevansinya bagi Kehidupan Berjemaat Masa Kini (Rutinitas/Transformasi) – Pdt. Martha M Fioh-Kedoh

Memasuki bulan Oktober adalah bulan yang penuh dengan sukacita, karena di dalam tradisi Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT)sudah lama ditetapkan sebagai Bulan Keluarga. Setiap tahun jemaat-jemaat GMIT memberi perhatian khusus bagi keluarga, melalui ibadah bertema keluarga, seminar, diskusi, kegiatan-kegiatan perlombaan dan doa bersama. Bulan Keluarga selalu dimaknai sebagai kesempatan untuk kembali merenungkan betapa pentingnya peran keluarga dalam kehidupan orang percaya.

Hal ini menjadi sangat berarti karena keluarga adalah lembaga pertama yang dibentuk oleh Tuhan. Dalam Kejadian 2:18-24 kita membaca bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan lalu mempersatukan mereka menjadi satu daging. Dari ikatan kudus inilah lahir keluarga sebagai unit terkecil, tetapi paling penting bagi masyarakat maupun gereja.

Keluarga bukan sekedar wadah untuk melahirkan keturunan, melainkan tempat pendidikan pertama bagi anak-anak. Dari keluarga, anak belajar mengenal kasih, tanggung jawab, iman, dan moral. Dengan demikian, keluarga adalah penanggung jawab moral pertama dan utama bagi anak-anak.

Namun, kenyataan menunjukkan bahwa banyak keluarga Kristen menghadapi pergumulan serius: krisis teladan iman, kekerasan dalam rumah tangga, kemiskinan, anak putus sekolah, perselingkuhan, dan hilangnya komunikasi. Karena itu, Bulan Keluarga bukan hanya perayaan liturgis, melainkan panggilan untuk memperbarui komitmen dan kapasitas keluarga Kristen di tengah dunia yang penuh tantangan.

Dasar Alkitabiah: Keluarga sebagai Penanggungjawab Moral

Alkitab menegaskan bahwa keluarga adalah tempat pendidikan iman pertama. Dalam Ulangan 6:4-9 atau Shema Israel, kita mendengar:

“Apa yang Kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu, dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.”

Ayat ini menegaskan tiga hal pokok:

  1. Iman harus diwariskan lintas generasi. Orang tua tidak boleh berhenti pada diri sendiri, melainkan harus mengajarkan iman kepada anak-anak.
  2. Keluarga adalah sekolah iman yang utama. Gereja dan sekolah hanyalah pelengkap; inti pendidikan iman ada di rumah.
  3. Keteladanan adalah kunci. Anak-anak lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat dan alami dalam keluarga daripada sekadar mendengar pengajaran.

Perjanjian Baru juga menegaskan peran keluarga. Efesus 6:4 mengingatkan, “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” Tanggung jawab mendidik iman bukan hanya milik ibu, melainkan juga ayah.  Artinya, keluarga ditempatkan Allah sebagai penanggungjawab moral pertama. Gereja hadir sebagai pendukung, tetapi pondasi pendidikan iman tetap berada di rumah.

Pergumulan Keluarga Kristen Masa Kini

Walaupun panggilan Alkitab begitu jelas, keluarga Kristen masa kini menghadapi banyak tantangan berat. Beberapa di antaranya adalah:

  1. Krisis teladan iman


Banyak orang tua sibuk mencari nafkah, sehingga kurang memberi teladan doa dan ibadah. Anak-anak tumbuh dengan lebih banyak menyerap nilai dari media sosial daripada dari keluarga.

  • Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)

Bentuk KDRT dalam rumah tangga dimulai dari kekerasan verbal (kata-kata kasar dan makian), kekerasan psikis, bahkan berujung pada kekerasan fisik (pemukulan, dll). Setiap bentuk kekerasan fisik merupakan Tindakan kriminal yang bukan lagi menjadi ranah privat namun masuk dalam ranah publik. Semua ini mengakibatkan munculnya luka batin bagi anak-anak yang pada akhirnya menjadi korban.  

  • Kemiskinan dan Putus Sekolah

Dalam konteks NTT, kemiskinan masih menjadi masalah besar. Banyak anak harus berhenti sekolah karena orang tua tidak mampu membiayai pendidikan tetapi juga karena kurangnya kesadaran anak-anak untuk mengenyam pendidikan yang lebih baik.

  • Perselingkuhan dan Rapuhnya Kesetiaan

Tidak sedikit rumah tangga Kristen retak karena perselingkuhan. Setiap tahun perceraian dengan berbagai faktor menunjukkan angka yang sangat signifikan dengan grafik yang tinggi. Padahal, pernikahan adalah ikatan kudus yang seharusnya dijaga di hadapan Tuhan.

  • Budaya Konsumtif dan Individualisme

Kehadiran teknologi digital membawa dampak negatif. Di banyak rumah, masing-masing anggota sibuk dengan gadget sehingga komunikasi keluarga nyaris hilang.

  • Kurangnya Kapasitas Mengajar

Banyak orang tua merasa tidak mampu mengajar Firman Tuhan kepada anak-anak mereka. Ada yang menyerahkan sepenuhnya kepada gereja atau sekolah minggu, sehingga pendidikan iman di rumah menjadi kosong.

Bulan Keluarga: Antara Rutinitas dan Transformasi

Dalam pengantar bahan pelayanan Bulan keluarga di GMIT pada tahun 2025 ditegaskan

 “ Sekali lagi perayaan bulan keluarga merupakan kesempatan bagi kita untuk berefleksi tentang panggilan keluarga sebagai unit terkecil dari gereja dan masyarakat, dalam memahami eksistensi di dunia dan menghadapi perkembangan zaman. Tahun ini, kita akan merayakan dalam tema “Keluarga Allah yang Menghidupi Keadilan, Kesetiaan, Kasih dan Saling Merangkul” Tema ini memberi arah agar keluarga Allah hidup berdasarkan nilai-nilai kekristenan yaitu keadilan, kesetiaan, kasih, dan saling merangkul.  Ini adalah panggilan untuk menjadi perpanjangan tangan Allah di tengah dunia yang penuh perpecahan, ketidakadilan, dan kurangnya kasih. Nilai-nilai tersebut akan kita pelajari dan implementasi dalam pemberitaan minggu (kotbah Minggu) dan kegiatan-kegiatan dalam keluarga maupun dalam persekutuan gereja sebagai keluarga Allah “ [1]

Hal ini dimaksudkan untuk mengingatkan jemaat bahwa keluarga adalah pusat iman dan moralitas. Namun setelah bertahun-tahun dirayakan, kita perlu jujur bertanya: apakah perayaan Bulan Keluarga sungguh menghasilkan transformasi, atau hanya menjadi rutinitas tahunan?  Jika perayaan ini hanya berhenti pada ibadah tematik tanpa tindak lanjut nyata, maka esensinya akan hilang. Bulan Keluarga seharusnya menjadi momentum refleksi bagi keluarga Kristen untuk menilai kembali kehidupan mereka, memperbarui komitmen, memperkuat doa keluarga, dan meneguhkan teladan iman.

Relevansi Bulan Keluarga bagi Kehidupan Berjemaat

Mengapa Bulan Keluarga tetap relevan hingga hari ini? Karena tantangan keluarga semakin berat di era modern. Relevansinya dapat dipahami dalam beberapa hal berikut:

  1. Membangun kapasitas orang tua

Gereja harus menyediakan pelatihan dan pendampingan agar orang tua mampu menjadi guru iman yang baik. Misalnya, menyediakan bahan renungan keluarga, buku panduan doa, atau pelatihan-pelatihan bagi kepala keluarga untuk memaksimalkan peran dan fungsinya sebagai orang tua. Namun hal ini juga harus tetap dilakukan dua arah, ada kesediaan penuh dan tanggung jawab orang tua unttuk belajar.

  1. Menegaskan Rumah sebagai Mezbah Doa

Bulan Keluarga mengingatkan bahwa ibadah tidak boleh berhenti di gedung gereja. Rumah harus menjadi mezbah doa di mana Firman Tuhan dibacakan, doa dipanjatkan, dan kasih nyata dalam keseharian.  Oleh karena itu setiap jemaat di GMIT diminta membunyikan lonceng gereja jam 5 pagi setiap hari, kecuali hari Minggu. Hal ini dimaksudkan untuk mengajak setiap rumah tangga di GMIT pada jam tersebut berdoa, menyanyi memuji Tuhan, membaca Alkitab, dan merenungkannya di rumah masing-masing.

  1. Keluarga sebagai Saksi Kristus

Keluarga Kristen dipanggil menjadi teladan dalam masyarakat. Di tengah dunia yang dipenuhi perpecahan, ketidak adilan, kekerasan dan kurangya kasih sayang. Keluarga Kristen harus menunjukkan kesetiaan, kasih, kejujuran, dan keadilan.

  1. Menguatkan Jemaat Lewat Keluarga

Gereja yang kuat lahir dari keluarga-keluarga yang sehat dalam iman. Bulan Keluarga menegaskan bahwa keberlangsungan hidup berjemaat sangat bergantung pada kekuatan keluarga.

Keluarga Kuat, Gereja Kuat

Akhirnya kita perlu menyadari bahwa melalui keluarga yang kuat, gereja menjadi kuat. Jika gereja kuat, masyarakat pun akan merasakan berkat. Marilah kita menjadikan rumah tangga bukan sekadar tempat tinggal, tetapi juga sekolah iman, mezbah doa, dan arena kasih yang nyata.  Keluarga adalah rencana Allah yang mulia. Keluarga yang hidup dalam Kristus akan menjadi terang bagi dunia dan berkat bagi gereja.

SOLI DEO GLORIA


[1] Pengantar bahan pelayan bulan keluarga GMIT, Hlm 4