
Kupang, www.sinodegmit.or.id, – Ada banyak cara orang menunjukan perhatian kepada sesama atau persekutuannya. Ada yang saling mengunjungi, ada yang memberi pertolongan saat butuh; atau ada yang memberi perhatian dalam hal sederhana seperti bertegur sapa, mengucapkan selamat pagi atau selamat ulang tahun. Perhatian menunjukan kedekatan dan cinta kasih.
Surat Yohanes juga merupakan surat yang lahir dari perhatian yang besar. Surat 2 Yohanes ditulis oleh seorang yang diyakini adalah rasul Yohanes. Surat ini dialamatkan kepada “Ibu” yang merupakan bahasa kiasan untuk menggambarkan sebuah gereja/jemaat lokal. Sapaan ini menunjukan hubungan yang sangat erat/karib diantara Yohanes dan jemaat tersebut. Salah satu tema penting dalam surat ini adalah nasihat Rasul Yohanes kepada jemaat agar waspada terhadap pengajaran sesat dan berani menolak ajaran-ajaran sesat atau ajaran-ajaran palsu yang muncul dalam jemaat.
Nasihat ini lahir dari perhatian yang besar dari sang rasul terhadap perkembangan jemaat tersebut. Jemaat yang telah hidup benar dalam pengajaran yang benar tidak boleh terlena dan membiarkan Persekutuan mereka digerogoti oleh orang-orang yang datang dengan ajaran palsu yang menyesatkan. Memang dalam surat ini, rasul Yohanes tidak secara spesifik menggambarkan ajaran sesat yang dimaksud; apakah Gnostik, Yudaisme, atau ajaran sesat lainnya yang berkembang pada masa tersebut. Namun yang pasti para penyesat tentu menyampaikan ajaran mereka dengan cara yang menarik perhatian entah dalam argumen ataupun metode penyampaiannya sehingga dapat menggugah pikiran pendengarnya. Dari ayat 4 kita mendapati bahwa sebagian dari jemaat tetap setia pada pengajaran yang benar. Artinya ada sebagian yang telah terpengaruh oleh ajaran sesat.
Terhadap situasi ini rasul Yohanes mengingatkan beberapa hal penting:
Pertama,berpegang teguh pada ajaran benar yang sudah ada pada mereka. Jadilah umat yang memiliki prinsip dan berpegang pada prinsip kebenaran yang telah diajarkan sejak semula kepada mereka. Jangan mudah terpengaruh dengan ajaran baru yang tidak sesuai dengan ajaran benar yang disampaikan para rasul. Jangan terpengaruh dengan bujuk rayu ataupun iming-iming yang ditawarkan; atau keuntungan yang bisa diraih jika meninggalkan kebenaran. Jangan pula menjadi takut terhadap ancaman yang bisa saja dipakai untuk menakuti jika tidak mengikuti ajaran baru. Keteguhan ini hanya dapat terjadi jika setiap orang mengenal dan memiliki kedekatan dengan Sang Kebenaran sejati. Oleh karena itu membangun hubungan pribadi dengan Tuhan menjadi kata kunci. Pengenalan yang karib dengan Tuhan sang Kebenaran menjadi seperti sauh/jangkar yang kokoh. Sekalipun obak dan arus sangat kencang; sekalipun perahu/kapal terombang ambing tetapi tidak hanyut. (bisa tambah aplikasi dalam contoh nyata seperti jangan mudah termakan isu/fitnah tentang orang lain; tidak mengorbankan integritas diri karena tergoda uang atau jabatan)
Kedua, hidup dalam kasih sebagai ciri khas kebenaran sejati. Ajaran kebenaran dalam Kristus bukanlah ajaran dalam kata atau kefasihan berargumen semata. Tetapi menjadi kebenaran yang hidup dalam akta kehidupan yakni karya atau perbuatan. Dalam hal ini, kasih menjadi perwujudan kebenaran iman Kristen. Kebenaran bukan sekedar bagaimana berdoa dan membangun teologi tetapi juga menghidupi teologi tersebut. Menghidupinya dengan mengupayakan keadilan; memperbaiki dan mengupayakan peningkatan mutu kehidupan entah melalui pendidikan, pemberdayaan ekonomi ataupun pengembangan kualitas sumber daya manusia. Semua ini dilakukan karena kita mengasihi kehidupan; kita mengasihi sesama sehingga mengupayakan yang terbaik untuk membangun kehidupan.
Ketiga, menolak atau tidak memberikan ruang dan kesempatan kepada penyesatan. Rasul Yohanes dengan jelas kasi ingat kalau ada pengajar palsu yang bawa ajaran sesat, jangan terima di rumah; jangan juga beri salam. Itu peringatan keras dari rasul Yohanes.Rasul Yohanes mengingatkan jemaat agar jangan coba-coba beri kesempatan pada kesesatan karena kalau buka satu kali kesempatan maka pasti akan datang yang kedua dan ketiga; bahkan jadi kebiasaan dan pegangan hidup.
Hal-hal ini disampaikan rasul Yohanes dalam upaya mengajar umat untuk tetap tinggal dalam kebenaran. Hal ini dilakukannya karena cintanya kepada jemaat dan terutama kecintaannya kepada Tuhan Yesus Kristus yang mengamanatkan pengajaran yang benar tersebut. Tugas pengajaran dalam kebenaran ini yang juga diwariskan kepada gereja dari masa ke masa termasuk kepada kita. Pengajaran itu dapat terjadi di mana saja; di rumah; di ladang/sawah; di kantor; di sekolah; dan di berbagai tempat.
Aplikasi
1. Perkembangan pengajaran dalam jemaat harus menjadi perhatian bersama. Jangan hanya menjadi perhatian mereka yg disebut klerus atau majelis jemaat. Semua elemen dalam gereja perlu untuk terlibat; jangan hanya menjadi penonton yang kemudian menjadi penilai dan hakim tetapi tidak mau untuk terlibat. Demikian juga dengan pendidikan kita. Semua terlibat aktif dalam porsinya masing-masing. Perhatian itu juga nampak dalam kontrol kita terhadap nilai-nilai pengajaran atau kebenaran yang didapatkan anak-anak kita. Teknologi saat ini menawarkan banyak informasi entah yang baik dan benar ataupun yang menyesatkan. Semua dapat diakses dengan mudah dan setiap hari anak-anak diperhadapkan dengan ini. Bahkan kini nilai-nilai kebencian dan hal-hal buruk lebih diminati. Di hari ini peran gadget lebih kuat dalam pembentukan nilai; Jika ini tidak dipantau dan dikendalikan maka generasi kita dapat menjadi generasi yang tersesat. Pendidikan kita juga harus menjadi pendidikan yang berbasis karakter Kristus dan bukan hanya pada kemampuan kognitif atau akdemik.
2. Kita hanya bisa membedakan mana yang sejati dan mana yang palsu kalau kita mengenal Sang Kebenaran sejati. Oleh karena itu kita perlu terus dekat dengan Tuhan. Pengenalan akan Tuhan itu juga yang perlu diterapkan saat mengupayakan pengajaran dan pendidikan. Pendidikan bukan sekedar soal pemperoleh pengetahuan tetapi juga menjadi orang memegang kebenaran.
3. Kita perlu dengan tegas menolak hal-hal yang salah. Tidak mentolerir apalagi membela yang salah hanya karena takut; takut dikucilkan, takut dimusuhi atau takut kehilangan keuntungan ekonomis atau relasi.
4. Banyak ajaran yang menyimpang yang beredar di media sosial. Oleh karena itu kita perlu melakukan penguatan terhadap jemaat agar tidak mudah terombang-ambing ajaran palsu. ***











