//PESAN SIDANG SINODE ISTIMEWA III GMIT TAHUN 2025 (GMIT Center Kupang, 1-10 Oktober 2025)

PESAN SIDANG SINODE ISTIMEWA III GMIT TAHUN 2025 (GMIT Center Kupang, 1-10 Oktober 2025)

Syukur tak terhingga kepada Allah Tritunggal atas tuntunan-Nya maka Persidangan Sinode Istimewa III GMIT telah berhasil dilaksanakan sejak tanggal 1-10 Oktober 2025. Ini merupakan suatu catatan sejarah iman GMIT sebab untuk pertama kalinya Persidangan Sinode Istimewa III tahun 2025 digelar di aula GMIT Center. Setelah melalui proses panjang dan tidak mudah, gedung GMIT Center diresmikan dan dirayakan sebagai Rumah Persaudaraan dalam Pembukaan Persidangan Sinode Istimewa III pada 1 Oktober lalu. Rumah Persaudaraan ini telah mewadahi consensus fideliumbermartabat ini.

Oleh karena itu, ucapan terimakasih yang tulus disampaikan bagi segenap anggota GMIT dan semua pihak yang tanpa lelah menunjukkan dukungan dalam berbagai bentuk dan cara demi terselenggaranya persidangan ini. Materi, natura, waktu, tenaga, doa, dan hikmat telah menjadi persembahan terbaik dari persiapan hingga persidangan ini dapat terselesaikan. Dari nelayan hingga pekebun dan petani, dari penenun hingga pedagang, dari ruang terbuka di pasar hingga perkantoran; semua jerih lelah kita kiranya diberkati dalam nama Tuhan.

Dalam konteks pelayanan yang melintasi pulau – pulau, GMIT tidak hadir di ruang hampa. Dengan keragaman medan layan, GMIT berhadapan dengan kompleksitas tantangan pelayanan yang tidak bisa disepelekan. Di wilayah Nusa Tenggara Timur, pulau Sumbawa, Surabaya, Kepulauan Riau-Batam, bahkan Malaysia, GMIT berhadapan dengan segala kompleksitas sosial, ekonomi, politik dan budaya. GMIT mengalami dan menggumuli dinamika perkembangan berbagai pengajaran dan perilaku yang bertentangan dengan Alkitab, kemiskinan struktural, kerentanan sosial, tekanan politik, arus migrasi, hingga tantangan digitalisasi yang merubah dan menantang wajah pelayanan gereja. Suara profetis gereja perlu menyentuh dan menguatkan jemaat GMIT berhadapan dengan semua pergumulan itu. Bukan hanya persoalan-persoalan fundamental, tetapi juga persoalan-persoalan sosial yang dinamis.

Dalam konteks ini, dengan semangat GMIT terpanggil untuk menjadi berkat bagi semua orang, lingkungan dan segenap ciptaan, baik dalam perkataan maupun tindakan. Dan sebagai gereja yang mengemban misi Allah (Missio Dei), GMIT memahami bahwa perlu merumuskan pengajaran gereja dalam bentuk Pokok-Pokok Ajaran Gereja (PPAG) sebagai bagian dari respon GMIT terhadap konteks dan dinamikanya, sekaligus menjadi identitas dan acuan berteologi GMIT agar Kabar Baik ini menjangkau mereka yang terabaikan, tertindas dan tidak berpengharapan. Inilah pandangan iman GMIT terhadap konteks.

Berpayung pada tema pelayanan 2024 – 2027 “Lakukan Keadilan, Cintai Kesetiaan, dan Hidup Rendah Hati di hadapan Allah” (Mikha 6:8) dan Sub Tema Persidangan Sinode Istimewa III “Kebenaran yang Memerdekakan: Fondasi Pengajaran Gereja yang Adil, Setia dan Rendah Hati” (Yohanes 8:32 dan Mikha 6:8), dalam Persidangan Sinode Istimewa III, GMIT berhasil merumuskan 57 Pokok Ajaran Gereja. Pokok-Pokok Ajaran Gereja (PPAG) mengurai landasan teologis bagi 57 pokok ajaran, dimulai dari pengenalan akan Allah Tritunggal berdasarkan kesaksian Alkitab (Pokok Ajaran Fundamental), pemaknaan akan kehadirannya sebagai gereja di dunia yang penuh dosa (Warisan untuk Kehidupan Rohani) hingga keberpihakan Allah melalui gereja bagi mereka yang haus akan keadilan (Pokok Ajaran Sosial). Pokok – pokok pengajaran ini bukanlah dogma yang kaku melainkan pedoman hidup anggota gereja dalam menilai dan memberi jawaban profetis atas perubahan jaman yang mengancam pertumbuhan iman.

Kini kita telah memiliki PPAG sebagai consensus fideliumuntuk memberi fondasi kuat agar warga gereja mampu menjadi benteng dan wadah perjumpaan yang dalam dengan Kristus. Karena itu dengan mengingat pesan dalam 2 Timotius 3: 16, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” beberapa pesan persidangan dapat kami sampaikan sebagai berikut:

  1. Alkitab

Alkitab adalah Firman Allah yang melandasi pengajaran gereja. PPE telah menegaskan dengan jelas bahwa Alkitab merupakan dasar dari ajaran GMIT. Otoritas Alkitab tak terbantahkan sepanjang masa. Ia ditulis dan dihimpun oleh orang – orang yang dipakai Allah dalam penyertaan Roh Kudus untuk menyatakan maksud dan kehendak-Nya bagi manusia, dunia, dan segala isinya sepanjang masa. Meskipun Alkitab ditulis pada ribuan tahun yang lalu sesuai dengan konteksnya,namun melalui pengkajian, penafsiran secara hati – hati dan komperhensif, pesan Firman Allah terus relevan menjawab pergumulan jemaat masa kini. Bagi GMIT, dinamika konteks tak dapat menggantikan kebenaran dan otoritas Alkitab. Momentum consensus fideliummerupakan ruang perjumpaan bersama dalam merumuskan PPAG sebagai pedoman hidup serta menjadi ruang Roh Kudus bekerja untuk mencari dan menemukan kehendak Allah yang bersumber dari Alkitab sebagai kebenaran yang memerdekakan.

  • Gereja

Gereja adalah persekutuan orang-orang percaya kepunyaan Kristus yang telah dipanggil dari dalam kegelapan menuju terang dan diutus kembali untuk memberitakan karya keselamatan Allah bagi dunia (lihat PPE GMIT: 2015, hlm. 11-12. 68). Pemberitaan itu berlangsung di tengah dunia yang dinamis. Dinamika konteks menantang iman anggota gereja kepada Allah Tritunggal. GMIT percaya bahwa gereja hanya akan dapat disebut gereja selama ia beriman dan mengaku kepada Allah Tritunggal (Bapa, Anak, dan Roh Kudus). Allah Bapa telah memanggil gereja yang ditebus dalam karya penyelamatan Anak serta Roh Kudus yang memberi daya bagi gereja untuk menjalankan Misi Allah (Missio Dei). Tugas dan panggilan ini dilaksanakan oleh GMIT sebagai misi gereja (Missio Ecclesiae) yang terbingkai dalam panca pelayanan yaitu persekutuan (koinonia), kesaksian (marturia), pelayanan kasih (diakonia), ibadah (liturgia) dan penatalayanan (oikonomia). Melalui panca pelayanan ini GMIT memulai dari dirinya sendiri untuk melaksanakan keadilan dan kebenaran dalam takut akan Tuhan sebagai Pemilik dan Kepala gereja sambil berwaspada agar tidak disusupi oleh kepentingan dunia (mamon) sehingga kesaksian GMIT menjadi kesaksian yang membarui diri, sesama dan dunia.

Oleh karena itu lewat PPAG, GMIT menegaskan suara profetisnya bukan hanya kepada jemaatnya sendiri, tetapi juga kepada masyarakat luas. PPAG merupakan tanda bahwa gereja tahu siapa dirinya, dari mana ia datang, dan kemana ia hendak melangkah. Di sinilah gema Kisah Para Rasul 16:9 sangat relevan: “Datanglah ke Makedonia dan tolonglah kami”. Seruan ini bukan hanya suara orang asing kepada Paulus, tetapi juga gema hati jemaat-jemaat GMIT di seluruh pelosok. Mereka berseru: “Datanglah dan tolonglah kami dengan pengajaran-pengajaran yang benar di tengah dunia yang penuh dengan derasnya arus zaman”.

  • Keluarga

GMIT memandang keluarga Kristen sebagai basis hidup bergereja. Oleh karena di dalam keluarga, nilai-nilai kekristenan ditanamkan dan dikembangkan sehingga menjadi dasar kehidupan bersama. GMIT mengakui dan meyakini bahwa keluarga adalah pemberian Allah yang menjadi wadah di mana setiap anggotanya mengalami persekutuan kasih yang holistik. Keluarga merupakan media pemberitaan kabar baik bagi seluruh ciptaan Allah di dunia dan wadah tersemaikannya pola relasi setara yang diikat oleh kasih tanpa sekat. Dalam semangat merayakan bulan keluarga tahun 2025, kita memperkuat pokok-pokok pengajaran gereja agar keluarga-keluarga Kristen tidak hanyut di dalam arus dan kehilangan identitas. Sebagai GMIT, kita menggumuli ketahanan kehidupan rumah tangga Kristen yang terus tergerus. Kasus perceraian, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pola relasi kuasa yang menekan, perselingkuhan, kesehatan ibu dan anak, persoalan stunting, dan semakin meningkatnya kasus Ibu Rumah Tangga (IRT) terinfeksi HIV/AIDS.

Dalam konteks yang lebih luas, GMIT memakai gambaran keluarga Allah (Familia Dei) untuk menggambarkan siapa dirinya dan anggota – anggotanya bahwa keberagaman menjadi kekayaan yang perlu dirayakan sehingga perbedaan latar belakang, termasuk suku, bahasa, adat istiadat anggota – anggota GMIT tidak menjadi ancaman melainkan sesuatu yang perlu dirayakan. Oleh karena itu, dituntun visi pengajaran yang sama, semua anggota GMIT dapat menjadi berkat dimanapun dan dalam keberagaman konteksnya masing-masing.

  • Lingkungan Hidup

GMIT mengakui lingkungan adalah ciptaan dan karya Allah, maka Allah adalah pemilik dan yang berdaulat atas seluruh alam. Sebab itu, hubungan manusia dengan alam bukan hubungan penguasaan, melainkan hubungan solidaritas. Solidaritas berarti bahwa manusia mengembangkan sikap menghargai alam dalam konteks sebagai sesama ciptaan. Dalam hubungan solidaritas manusia bertanggung jawab untuk sungguh-sungguh hidup dalam keharmonisan dan keserasian dengan alam. Jadi, pemahaman tentang lingkungan hidup mestinya bersifat teosentris, yang berarti berpusat pada Allah sendiri. Manusia perlu menjaga dan memelihara lingkungan hidup karena diciptakan untuk hormat dan kemuliaan-Nya.

  • Kebangsaan

GMIT mengakui bahwa keberadaan bangsa Indonesia merupakan wujud nyata kasih Allah yang berdaulat dan berlimpah bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemajemukan agama, budaya, ras, dan golongan merupakan anugerah yang harus dihargai, dirawat, dijaga, dan dihidupi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. GMIT dipanggil untuk mensyukuri dan merawat keberlangsungan bangsa Indonesia sebagai sebuah kesaksian terhadap kasih Allah. GMIT meyakini bahwa bangsa Indonesa adalah milik bersama yang dibangun, ditopang, dan dihiasi kepelbagaian. Setiap kita, dengan segala perbedaan terpanggil untuk saling melayani dan menghormati. Untuk itu, GMIT menyadari bahwa membangun komitmen bersama untuk menjaga keutuhan NKRI merupakan tanggung jawab iman dalam menatalayani bumi milik Allah. Tanggungjawab itu, dirupakan lewat seruan profetis mengamalkan nilai-nilai Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945. GMIT juga menyerukan perlawanan dan penghentian berbagai bentuk tindakan yang merongrong keutuhan kehidupan berbangsa, seperti penegakkan hukum yang diskriminatif, maupun perilaku Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang terus menggurita.

  • Agama – agama

GMIT memandang agama-agama lain sebagai wadah di mana Tuhan Allah juga berkarya untuk menyatakan kebenaran dan keselamatan-Nya (bnd. Kej. 12:1-3; Yes. 49:6; Yoh. 10:16). GMIT meyakini bahwa karya Allah tidak dapat dikurung dalam ruang gereja. Jadi, terlihat bahwa GMIT menganut pandangan inklusivisme. Karena itu, GMIT mengembangkan hubungan dialogis dengan agama-agama lain dalam rangka tanggungjawab bersama demi keadilan, kebenaran, perdamaian, keutuhan ciptaan, kesetaraan dan Hak Asasi Manusia. Pokok ajaran ini berusaha untuk menyarankan sikap yang bijak terhadap kenyataan kemajemukan agama, dengan menyodorkan sebuah wajah kekristenan yang mengakui martabat serta efektifitas agama lain, namun tetap memegang identitas kekristenan tanpa kompromi. Allah dalam kehendak-Nya, bebas menyatakan kasih dan karya keselamatan-Nya bagi seluruh umat manusia tanpa sekat karena semua umat manusia berharga dimata-Nya. GMIT menjunjung tinggi kemanusiaan sebagai nilai universal di tengah kepelbagaian. Karena itu, GMIT menolak segala bentuk ujaran kebencian, diskriminasi, dan kekerasan karena perbedaan agama dengan mendorong perjumpaan yang kritis dalam dialog antaragama.

  • Artificial Intelligence (AI)

Artificial Intelligence (AI) atau Kecerdasan Buatan adalah kemampuan sebuah sistem untuk memahami data dari luar, belajar dari data tersebut, dan menggunakan pengetahuan itu untuk mencapai tujuan tertentu dengan cara yang fleksibel. GMIT mengakui bahwa AI adalah hasil daya cipta manusia yang perlu digunakan untuk kemuliaan Allah dan kebaikan sesama.

AI telah memberikan banyak manfaat, seperti membantu manusia bekerja lebih cepat dan lebih efisien. Melalui AI berbagai bidang seperti pendidikan, pertahanan, birokrasi dan bidang lainnya bisa lebih maju. Namun, di balik semua manfaat ini, AI juga membawa tantangan dan risiko. Pertama, AI dapat mengancam pekerjaan manusia karena AI bisa melakukan banyak hal lebih baik daripada manusia. Kedua, AI dapat membuat manusia bergantung padanya sehingga mengurangi kemampuan berpikir kritis dan inovatif dari manusia. Ketiga, penyebaran berita palsu (hoaks) bisa lebih mudah terjadi dengan AI. Keempat, terdapat risiko bahwa AI bisa berkembang sendiri tanpa kendali manusia dan menyebabkan kekacauan. Kelima, AI bisa disalahgunakan untuk tujuan-tujuan yang berbahaya, seperti dalam konflik atau perang. Karena itu, gereja memiliki kepentingan dan tanggung jawab untuk mengajarkan anggota gereja tentang AI serta dampak positif dan negatifnya. Dengan pengajaran ini, anggota gereja memiliki pegangan iman dalam realitas kemajuan AI yang mereka alami dan gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran ini juga akan bermanfaat bagi jemaat-jemaat untuk mengembangkan pelayanan di era AI ini secara efektif dan efisien. Penggunaan AI harus mengutamakan kesejahteraan manusia, menjaga privasi serta hak asasi setiap orang, dan mendukung keberlanjutan alam.

Tuhan memanggil kita untuk terus membenahi gereja-Nya. Dengan demikian PPAG terus menjadi kompas yang menuntun perjalanan hidup bergereja untuk menghadirkan damai sejahtera di tengah-tengah dunia.

Kami mengharapkan anggota-anggota GMIT membaca dan melaksanakan dengan sungguh-sungguh Keputusan-keputusan Persidangan Sinode Istimewa III dalam tuntunan Allah Tritunggal.

Pada akhirnya, kebenaran harus dijaga bukan karena takut kehilangan hal tersebut tetapi karena hanya dengan kebenaran gereja dapat hidup. ***