//Yanesri Trianti Bengngu: Mengukir Asa di Tengah Keterbatasan Pendidikan di SD GMIT Eiwou

Yanesri Trianti Bengngu: Mengukir Asa di Tengah Keterbatasan Pendidikan di SD GMIT Eiwou

Yanesri T. Bengngu (kelima dari kiri) foto bersama guru-guru

Di ujung Selatan Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur, berdiri sebuah sekolah yang menjadi oase harapan bagi 146 anak. Dialah SD GMIT Eiwou. Namun, di balik riuhnya tawa dan semangat belajar para siswanya, tersimpan kisah perjuangan seorang kepala sekolah bernama Yanesri Trianti Bengngu. Sejak tahun 2022, ia telah mendedikasikan hidupnya untuk sekolah yang penuh tantangan ini, membuktikan bahwa pengabdian tak pernah mengenal batas.

Yanesri Trianti Bengngu memimpin SD GMIT Eiwou yang berada di bawah naungan Yayasan Pendidikan Kristen (Yapenkris) Adda Hari. Sekolah ini menampung 146 siswa yang semuanya beragama Kristen Protestan. Dengan keterbatasan yang ada, Yanesri tak patah arang. Ia bahu-membahu dengan enam guru, di mana empat di antaranya berstatus PNS dan dua lainnya guru kontrak. Minimnya jumlah guru membuat mereka harus merangkap mata pelajaran, bahkan tanpa ada guru khusus untuk pelajaran olahraga.

Meskipun begitu, sekolah ini tak luput dari perhatian. Bantuan revitalisasi dari kementerian telah memberikan napas baru dengan pembangunan empat gedung, termasuk rumah dinas, ruang UKS, toilet, dan satu gedung yang direhabilitasi. Selain itu, kini tersedia tempat apel permanen yang layak. Namun, Yanesri masih dihadapkan pada satu unit bangunan yang rusak sedang. Saat musim hujan, air merembes masuk, atap plafon lapuk, dan bingkai jendela rapuh. Perbaikan pun dilakukan seadanya, hanya dengan menambal ulang dan mengecat tembok yang rapuh.

Tantangan terbesar yang dihadapi Yanesri dan para guru adalah masalah administrasi dan status tanah sekolah. Surat pelepasan hak atas tanah hilang, menyisakan surat hibah tanah yang tidak bisa digunakan untuk mengurus sertifikat. Kondisi diperparah karena lokasi sekolah yang masuk dalam kawasan hutan lindung.

Melalui perjuangannya untuk merapikan administrasi sekolah, pada tahun 2023 SD GMIT Eiwou bisa mendapatkan Dana BOS yang sangat vital untuk operasional dan kesejahteraan guru. Selain itu, Gereja Imanuel Eiwou menunjukkan kepeduliannya dengan memberikan honorarium bagi para guru honorer.

Foto: Yanesri Bengngu

Di tengah segala keterbatasan, semangat untuk mencerdaskan anak bangsa tak pernah padam. Yanesri bersama para guru berupaya membangun mental dan spiritual para siswa melalui berbagai kegiatan. Mereka rutin mengadakan ibadah di awal tahun ajaran, ibadah akhir bulan, dan kebaktian khusus untuk siswa kelas enam. Apabila kekurangan guru, seorang vikaris pun turut membantu mengajar, menunjukkan sinergi kuat antara sekolah dan gereja. Sekolah juga pernah mengadakan kegiatan literasi, terutama bagi siswa kelas 4 hingga 6, untuk meningkatkan kemampuan baca dan tulis mereka.

Yanesri berharap agar ada kesadaran dan dukungan penuh dari para orang tua.

“Kami berharap kesadaran orang tua untuk bekerja sama dengan sekolah, lebih memperhatikan belajar anak di rumah, memastikan kehadiran di sekolah, dan turut hadir dalam rapat komite untuk mendukung perkembangan sekolah,” ungkapnya.

Yanesri juga memiliki harapan besar untuk pemerataan pelayanan pendidikan di sekolah GMIT, khususnya terkait status guru dan pegawainya. Ia berharap ada perhatian lebih dari Pemerintah Daerah untuk para guru yang berstatus di bawah naungan yayasan karena tidak mendapatkan tunjangan layaknya guru PNS.

“Kami juga berharap adanya intervensi dari Badan Pendidikan dengan memberikan kesempatan untuk mengikuti workshop guna peningkatan kapasitas guru,” imbuhnya.

Kisah Yanesri Trianti Bengngu adalah cerminan dari pengabdian tanpa batas. Dengan segala rintangan yang ada, ia tak henti-hentinya menabur benih-benih asa, memastikan setiap anak di SD GMIT Eiwou mendapatkan haknya untuk pendidikan yang layak, meski harus berjuang di tengah keterbatasan. ***