
- Pengantar
Berdasarkan tema renungan ini kita akan bicara 2 hal pokok / penting dalam keberlangsungan kehidupan di dunia ini sebagai bagian dalam karya Allah, yakni tanah dan air. Sebuah Gambaran kehidupan menyatakan bahwa jika tanah tanpa air, maka akan tandus. Dan jika air tanpa tanah maka tidak akan ada kehidupan. secara ekologis tanah dan air saling bergantung. Air dibutuhkan untuk menjaga fungsi biologis tanah (mikroorganisme, pelapukan bahan organik, dan kesuburan tanah); Tanah yang sehat menjaga kualitas air melalui penyaringan alami (filtering) terhadap polutan(zat/bahan penyebab polusi), sedimen(penumpukan benda padat di dasar badan air),dan nutrien (nutrisi) berlebihan. Jika terjadi kerusakan tanah, akan menyebabkan penurunan kemampuan tanah menyimpan air, banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau, dan pendangkalan waduk/embung akibat sedimentasi. Menurut seorang ilmuan tanah asal Swiss, Hans Jenny (1941) dalam buku factor of Soil Formationmengatakan bahwa air termasuk faktor utama yang mempengaruhi pembentukan dan perilaku tanah artinya air dapat mempengaruhi struktur tanah dan kemampuan tanah menahan air. Kerena itu, kita perlu menjaga tanah dan air. Menjaga satu berarti melindungi yang lain.
Di Timur Dekat Kuno air merupakan sumber hidup yang penting, karena pusat-pusat peradaban selalu berkembang di daerah-daerah di tepi sungai, seperti sungai Nil di Mesir, Tigris, dan Efrat di Mesopotamia. Sungai – sungai ini menyediakan air untuk minum, memancing, transportasi, dan irigasi. Namun, dalam alkitab digambarkan beberapa daerah beriklim kering atau mendapat curah hujan pada masa-masa tertentu saja setiap tahunnya. Pada masa itu, Sebagian orang bertahan hidup dengan mengembara dari satu tempat ke tempat lain untuk menemukan air bagi keluarganya. Sedangkan orang-orang yang berkebun, mereka harus membuat lubang peresapan untuk menampung air hujan dan membuat saluran air untuk mengalirkan air ke kota mereka dari sungai terdekat atau mata air terdekat. Bagi mereka dengan memiliki cukup air berarti bisa bertahan hidup, sedangkan kekurangan air dapat mendatangkan kegagalan panen, bencana, bahkan kematian.
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dikenal sebagai wilayah yang beriklim tropis, musim kemarau lebih lama dibandingkan dengan musim hujan, sehingga di NTT air sangat berharga dan bahkan ada wilayah – wilayah tertentu yang curah hujannya kurang dan tidak merata, bahkan ada wilayah yang curah hujannya banyak. Untuk mengatasi persoalan ini, GMIT telah, dan sedang berupaya untuk memanfaatkan curah hujan dengan membuat lubang-lubang peresapan untuk menampung air hujan dan penanaman anakan pohon.
II. Penjelasan teks Alkitab
Dalam perspektif teologi, tanah dan air adalah ciptaan Allah. Dalam kitab kejadian 1:1-10, Allah menciptakan langit, bumi, dan memisahkan air dari daratan. Tanah memiliki hubungan yang erat dengan manusia, karena manusia diciptakan dari debu tanah (Kej.2:7). Dalam Bahasa Ibr. Tanah (adamah) dan manusia (adam). Air digambarkan sebagai sumber kehidupan dan simbol penyucian (Yes.55:1; Yoh.4:14). Dalam konteks perjanjian, tanah adalah tanda janji Allah kepada umat-Nya (Kej.12:1-3; Ul. 8:7-10) sedangkan air dan hujan sebagai tanda berkat tetapi juga tanda hukuman, tergantung pada ketaatan umat (Ul.11:13-17). Sehingga ketika terjadi kerusakan tanah dan kekeringan air sering dilihat sebagai akibat dari dosa manusia terhadap Allah dan ciptaan.
John Calvin (1509-1564) dalam buku Institutes of the Christian Religionmenyatakan bahwa:“Dunia adalah ’teater kemuliaan Allah’ artinya bahwa alam memperlihatkan kebesaran Allah”. Tanah dan air bukan sekedar sumber daya, tetapi sebagai sarana penyataan Allah. Jurgen Moltman juga mengatakan dalam buku God in Creationbahwa Allah hadir di dalam ciptaan melalui Roh-Nya. Moltmen menegaskan agar Teologi ekologi Kristen harus menekankan hubungan timbal balik antara manusia dan alam. Alam akan menyediakan kebutuhan manusia namun manusia harus melaksanakan tanggungjawabnya secara baik dan benar dalam merawat alam semesta. Bagi Moltmen, tanah dan air memiliki dimensi spiritual; merusak alam berarti melukai kehadiran Allah dalam dunia.
Kitab Yehezkiel pasal 47 merupakan bagian dari penglihatan Yehezkiel pada tahun 573 SM sejak tahun 593 SM saat bangsa Israel menjadi tawanan di Babel dan Yehezkiel turut di dalamnya. Secara keseluruhan kitab Yehezkiel di bagi dalam 2 bahagian besar, yakni pasal 1 – 32 berisi nubuatan Yehezkiel tentang hukuman dan malapetaka yang menimpa Yehuda dan bangsa-bangsa lain. Pasal 33 – 48 berisi Tindakan Tuhan untuk memulihkan Yehuda dan mengantar umat-Nya menuju masa depan yang baru dan cemerlang. Khusus pada pasal 47, Yehezkiel mendapat penglihatan tentang air, sumber hidup keluar dari Bait Suci, melintasi negeri dan bermuara ke laut mati.
Dalam penglihatan di ay. 1-2, Yehezkiel melihat sumber air. Air keluar dari bawah ambang pintu Bait Suci. Air ini tidak besar, hanya sebuah aliran kecil. Air ini mengalir dari sisi sebelah Selatan mezbah, lalu ke arah timur, dan keluar melalui gerbang timur. Kemudian di ay. 3-5, Yehezkiel melihat aliran air itu bertambah dalam. Yehezkiel diantar menyusuri/ mengikuti aliran air itu sambil mengukurnya. 1.000 hasta (± 450m) pertama, air hanya setinggi mata kaki. 1.000 hasta kedua, air menjadi setinggi lutut. 1.000 hasta ketiga, air menjadi setinggi pinggang, dan 1.000 hasta keempat air telah menjadi Sungai dalam, dan tidak dapat diseberangi lagi kecuali dengan berenang. Ada sesuatu yang menakjubkan, di ay. 6-7,12, terjadi transformasi lingkungan. Ketika Yehezkiel dibawa kembali ke tepi Sungai, ia takjub saat melihat ada banyak pohon tumbuh di kedua sisi tepi sungai, di tempat yang sebelumnya tandus. Dan pohon-pohon ini sangat istimewa, yakni daunnya tidak perna layu; buahnya tidak perna berhenti (selalu berbuah setiap bulan); buahnya digunakan untuk makanan, dan daunnya digunakan untuk obat. Tidak saja itu, di ay. 8-10, terjadi pemulihan di Laut Mati. Dalam penglihatan Yehezkiel, ia mendapat penjelasan bahwa sungai ini mengalir ke timur, turun ke Araba-Yordan, dan bermuara di laut mati. Laut Mati adalah simbol kematian – tempat yang sangat asin sehingga tidak ada ikan atau makhluk hidup yang bisa tinggal di dalamnya. Ketika air dari Bait Suci ini masuk ke Laut Mati, air yang asin itu menjadi tawar. Dan ke mana saja air sungai ini mengalir, segala makhluk hidup (ikan,dll) dapat hidup dan para penangkap ikan mulai beraktifitas disepanjang tepian sungai. Bahkan disepanjang tepi sungai tumbuh bermacam-macam pohon buah-buahan. Hal ini merujuk pada tanah yang subur di tepi aliran air. Di sini air menjadi penentu dan pembentukan tanah. Tanah yang tadinya gersang, kering, tidak memberikan kehidupan kini tanah itu telah berubah menjadi tanah yang subur dan banyak pohon yang tumbuh dan memberi hasil yang baik. Penggambaran mengenai air yang mengalir keluar dari Bait suci merupakan sesuatu yang berskala kosmik. Ketika Allah berdiam dalam Bait Suci akan terjadi penyembuhan dan pemulihan ciptaan. Dalam upaya pemulihan keadaan, di ay. 11 dikatakan rawa-rawa dan paya-paya di sekitar Laut Mati dibiarkan untuk menghasilkan garam.
III. Implikasi
Penglihatan Yehezkiel adalah sebuah visi pemulihan. Visi ini kaya dengan makna simbolis tentang karya Allah, baik bagi Israel pada masa itu maupun bagi gereja dan orang percaya saat ini. Dalam panggilan iman dengan melihat fakta kerusakan lingkungan hidup (tanah, air, hutan, laut, dan udara) akhir-akhir ini, gereja terpanggil untuk mau menjadi tempat yang darinya aliran air untuk pemulihan dan kesembuhan alam itu terjadi. Bagi orang percaya, masalah lingkungan hidup adalah masalah bersama, mungkin kita juga menjadi penyebab kerusakan alam, maka kita perlu untuk mencari solusinya. Alam semesta adalah ciptaan Allah, karena itu kita perlu mewujudkan panggilan dan amanat untuk mengelola taman kehidupan (kej.2:8-17) dan mempertanggungjawabkan itu kepada Sang Pencipta.
Di bulan November GMIT ada dalam perayaan bulan lingkungan. Di bulan ini karena musim penghujan hampir tiba, maka yang sedang dilakukan oleh warga GMIT adalah membuat lubang-lubang peresapan air hujan dan juga penanaman anakan pohon. Atau mungkin juga kegiatan yang lain sesuai kondisi lingkungan sebelum musim penghujan tiba. Jika di lihat dari tema renungan maka fokus kita tentang tanah dan air. Dalam konteks NTT, jenis tanah yang ada tergantung dari letak geografis suatu tempat, ada yang tanah rata, berbatuan, lereng, bukit, dan di pesisir. Ada yang menetap di dataran tinggi dan dataran rendah. Agar supaya tanah tetap memberikan kehidupan, maka tanah itu perlu di rawat dengan baik. Demikian pula curah hujan di NTT yang tidak merata, ada tempat tertentu yang curah hujannya rendah, tetapi ada juga yang memiliki curah hujan tinggi, untuk itu perlu untuk dilakukan berbagai upaya agar air tetap terjaga. Setiap upaya pemulihan yang dilakukan oleh gereja kiranya pada akhirnya memberikan kehidupan bagi segenap ciptaan. Dari mana dan ke mana aliran air itu mengalir, kirannya memberikan pertumbuhan, kesuburan, kehidupan bagi yang ada disekelingnya. Amin. ***











