Berpegang Teguh pada Kebenaran (2 Timotius 3: 10-17)-Pdt. Frans A. Dillak

I. Pengantar

Tujuan pendidikan (baik itu pendidikan formal, nonformal, pendidikan vokasi maupun pendidikan dalam keluarga) adalah terbentuknya karakter yang baik dari seluruh stakeholders yang ada, baik pendidik maupun nara didik. Pendidikan karakter didefinisikan sebagai sebuah system pendidikan yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai karakter tertentu kepada peserta didik yang di dalamnya terdapat komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, serta tindakan untuk melalukan nilai-nilai tersebut.

Pola pendidikan seperti itu, tidak saja berorientasi pada aspek pengetahuan (ortodoksi) tetapi juga berorientasi pada aspek tindakan (ortopraksis). Memberi nilai pada pengalaman (baik pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain), nilai itu adalah nilai yang dipelihara dan terus diperbaharui dalam konteks tertentu.

II. Latar Belakang Teks

Kitab II Timotius, dalam catatan Dr. R. Budiman, ditulis oleh Paulus dari dalam penjara di Roma, pada masa tahanan yang ke-II pada tahun 65. Pada masa sebelum ia ditangkap dan dipenjarakan untuk kedua kalinya tersebut, Paulus membawa serta Timotius dalam kunjungannya ke jemaat-jemaat di Asia Kecil. Kemudian Paulus melanjutkan perjalanannya ke Makedonia dan meninggalkan Timotius di Kota Efesus dengan tugas untuk melanjutkan pembinaan jemaat di sana, secara khusus dalam menghadapi ajaran-ajaran sesat. Paulus dalam dua suratnya kepada Timotius sementara mempersiapkan Timotius untuk mengambil-alih tugas dari padanya sebagai generasi penerus tradisi dan kekayaan gereja.

Dari latar belakang kitab suci ini, kita mendapatkan informasi bahwa Timotius dalam menjalankan tugas-tugas pelayanannya berhadapan dengan tantangan; baik eskternal maupun internal. Kekuatan karakter yang diterima Timotius dari pendidikan keluarga (oleh ibunya Lois yang adalah seorang Yahudi, sementara ayahnya seorang bukan Yahudi) kemudian diperkuat dengan pola pendidikan oleh Paulus, sebagai guru bagi Timotius.

III. Tafsiran Teks

Dalam konteks memperkuat karakter Timotius sebagai seorang pengikut Kristus yang akan meneruskan estafet pelayanan Paulus, ia dengan serius mengingatkan Timotius untuk terus bertekun dalam pengetahuannya sehingga ia dapat menghadapi tantangan pengajar-pengajar sesat. Timotius harus terus memperbarui diri dan memperkuat karakter pelayanannya. Bagian dari upaya Paulus ini adalah mengingatkan Timotius untuk mengikuti teladan yang ditunjukkan Paulus, tetapi kemudian juga memberi teladan melalui pelayanannya.

Pokok nasihat Paulus kepada Timotius, yang muncul dalam perikop ini, adalah menjadikan kitab suci sebagai sumber rujukan dalam memberi nilai pada pengalaman-pengalaman (teladan) yang ditunjukkan Paulus sehingga ia dapat terus memperkuat karakter pelayanannya dalam teladan hidup di tengah-tengah arus penyesatan dan penganiayaan yang ia gumuli dalam proses, baik itu proses pendidikan maupun proses pelayanan, yang dialami Timotius. Secara ringkas dapat disebutkan bahwa Paulus menasihatkan Timotius agar: “terus berbuat baik yang berdasarkan pada kebenaran”sebagai karakter pelayanannya di tengah-tengah tantangan yang ia gumuli.

Bertolak dari perikop kita saat ini, II Timotius 3: 10-17, jika kita menggunakan alur mundur dari narasi teks yang ada, maka pada ayat 17, sebagai outcome (dampak) dari proses pendidikan yang dilalui oleh Timotius: “Dengan demikian, tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik”, kita bisa menemukan inti sari dari tujuan pendidikan, secara khusus pendidikan dalam gereja (GMIT), termasuk proses pendidikan di pada seluruh lingkup pelayanan GMIT..

Manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk perbuatan baik yang berdasarkan pada kebenaran. Berbuat baik baik sebagai buah kebenaran; diperoleh Timotius melalui belajar dari pengalaman Paulus dan bertekun dalam Kitab Suci di tengah-tengah tantangan konteks pergumulannya. Pada ayat 16, hal ini mendapatkan penekanan sentral oleh Paulus. Kitab Suci yang telah diterima, dipelajari dan dijadikan tuntunan oleh Timotius sejak kecil (pendidikan keluarga) harus terus ditekuni oleh Timotius. Kitab Suci tersebut memiliki empat fungsi utama dalam pembentukan karakter pelayanan Timotius; yakni:[1]

  • Memberi pengajaran

Dalam Bahasa Yunani kalimat “Bermanfaat untuk mengajar” diterjemahkan dari Bahasa Yunani, kata opelimos pros didaskalian.  Frase opelimos adalah kata adjective, nominative, feminim, singular, sebagai sebuah atributif, maka ia akan serasi dengan kata yang diterangkannya dalam kasus, jumlah dan gender. Karena nomina bisa ada dalam  tiga gender berbeda,  dan karena adjective  atributif  harus  sesuai dengan nomina yang diterangkannya dalam gender (juga kasus dan jumlah), maka sebuah adjective bisa maskulin, feminim atau netral (Mounce, 2011: 62). Jadi, dari pendekatan gramatikal ini maka dapat  dijelaskan  bahwa  kata  ‘opelimos‘’  adalah  kata  sifat  keterangan  untuk  menjelaskan  tentang manfaat dari Firman  Tuhan yang  diilhamkan Allah  yang  bertujuan  untuk  dipakai  sebagai bahan pengajaran. Kata ‘untuk’ diterjemahkan dari istilah Yunani  pros yang adalah kata preposisi, akusatif.

Penggunaan preposisi akusatif yaitu untuk menggambarkan hubungan antara dua kata, dalam Bahasa Yunani arti sebuah preposisi bergantung pada objeknya. Jika berkasus akusatif maka objek hampir selalu mengikuti preposisinya. Dengan demikian preposisi pros adalah untuk menjelaskan hubungan atau tujuan dari Firman Tuhan yang bermanfaat untuk mengajar.  Kata “mengajar” diterjemahkan dari istilah Yunani didaskalian adalah kata benda akusatif, feminim, singular. Kasus akusatif berkaitan erat dengan tindakan yang dinyatakan oleh verba. Fungsinya menjelaskan mengenai arah, jangkauan atau akhir dari tindakan pada hakikatnya kasus akusatif berkenaan dengan soal pembatasan (Maryono, 2016: 63). Namun dalam teks Indonesia kata ‘mengajar’ berbentuk kata kerja. Maka bentuk akusatif yang dimaksudkan dalam teks ini adalah akusatif ganda.  Akusatif ganda dapat dibedakan ke dalam dua jenis konstruksi. Yang pertama disebut akusatif ganda manusia atau benda. Artinya akusatif pertama mengacu manusia, sedangkan akusatif kedua mengacu kepada benda. Pada konstruksi jenis kedua, akusatif kedua (sebagai objek jauh) membuat pertanyaan mengenai  akusatif  pertama  (objek  langsung). 

Rangkaian seperti itu disebut “Akusatif Ganda Objek dan Pelengkap”. Barclay mengartikan kata didaskalian adalah mengajar, pengajaran. Dari pendekatan gramatikal terhadap kata didaskalian di atas maka dapat dijelaskan bahwa segala tulisan yang diilhamkan Allah adalah alat atau sarana yang dapat dipakai untuk mengajar sehingga setiap orang dapat dididik dalam kebenaran Firman Tuhan yang dapat menuntun seseorang untuk berjalan dan hidup dalam standar-standar Allah. Dengan demikian kehidupan orang tersebut dapat berkenan kepada Allah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Firman Allah yang diilhami oleh Allah memiliki  manfaat  yang  besar dalam  membentuk  karakter  dan kepribadian seseorang  yang sesuai  dengan kehendak  Tuhan,  apabila  Firman  Allah  tersebut  dipakai sebagai  pedoman untuk mengajar.

  • Menyatakan kesalahan

Kalimat “untuk menyatakan kesalahan” diterjemahkan dari kata Yunani pros elekmon. Kata ‘untuk’ diterjemahkan dari istilah Yunani  pros yang adalah kata preposisi, akusatif. Penggunaan preposisi akusatif yaitu untuk menggambarkan hubungan antara dua kata, dalam Bahasa Yunani arti sebuah preposisi bergantung pada objeknya. Jika berkasus akusatif maka objek hampir selalu mengikuti preposisinya. Dengan demikian preposisi pros adalah untuk menjelaskan hubungan atau tujuan dari Firman Tuhan yang bermanfaat untuk menyatakan kesalahan.  Sedangkan kata menyatakan kesalahan’ diterjemahkan dari istilah Yunani elekmon adalah kata benda akusatif, maskulin, singular. Akusatif ganda dapat dibedakan ke dalam dua jenis konstruksi. Yang pertama disebut akusatif ganda manusia atau benda. Artinya akusatif pertama mengacu manusia, sedangkan akusatif kedua mengacu kepada benda. Pada konstruksi jenis kedua, akusatif  kedua  (sebagai  objek  jauh)  membuat  pertanyaan  mengenai  akusatif  pertama  (objek langsung).

Rangkaian seperti itu disebut “Akusatif Ganda Objek dan Pelengkap”. Barclay mengartikan kata elekmon artinya menunjukkan kesalahan; menyakinkan; menginsafkan; menegur. Dari pendekatan gramatikal dan beberapa pengertian di atas maka dapat dijelaskan bahwa Firman Tuhan bermanfaat bukan saja untuk mengajar seseorang sehingga ia memiliki pengetahuan, dan hikmat Tuhan, tetapi juga Firman Tuhan bermanfaat sebagai koreksi yang membuktikan bahwa seseorang telah bersalah. Atau Firman Tuhan adalah alat untuk menyingkapkan kesalahan-kesalahan yang tersembunyi dan menegur seseorang sehingga ia dapat berjalan dalam kebenaran Tuhan. 

  • Memperbaiki kelakuan

Kata “untuk memperbaiki kelakuan” diterjemahkan dari kata Yunani pros epanorthosin. Kata “untuk” diterjemahkan dari istilah Yunani  pros yang adalah kata preposisi, akusatif. Penggunaan preposisi akusatif yaitu untuk menggambarkan hubungan antara dua kata, dalam Bahasa Yunani arti sebuah preposisi bergantung pada objeknya. Jika berkasus akusatif maka objek hampir selalu mengikuti preposisinya. Dengan demikian preposisi pros adalah untuk menjelaskan hubungan atau tujuan dari Firman Tuhan yang bermanfaat untuk memperbaiki kelakuan. Pada terjemahan Indonesia kata “memperbaiki kelakuan” bersifat kata kerja namun dalam Bahasa asli adalah kata benda.

Oleh karena itu, dalam kasus kata benda ini menggunakan kata benda Akusatif ganda dapat dibedakan ke dalam dua jenis konstruksi. Yang pertama disebut akusatif ganda manusia atau benda. Artinya akusatif pertama mengacu kepada manusia, sedangkan akusatif kedua mengacu kepada benda. Pada konstruksi jenis kedua, akusatif kedua (sebagai objek jauh) membuat pertanyaan mengenai akusatif pertama (objek langsung).  Rangkaian seperti itu disebut “Akusatif Ganda Objek dan Pelengkap”. Barclay mengartikan kata  epanorthosin artinya perbaikan, kelakuan. Dari pendekatan gramatikal dan beberapa penjelasan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa segala  tulisan  yang  diilhamkan  Allah  selain  dapat  dipergunakan  untuk  mengajar,  menyatakan kesalahan, Firman Tuhan sebagai kebenaran absolut yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki kelakuan atau sebagai alat untuk perbaikan setiap perilaku manusia yang menyimpang dari standar kekudusan Allah.

  • Mendidik orang dalam kebenaran

Kata “untuk mendidik dalam kebenaran” diterjemahkan dari istilah Yunani pros paideian ten en dikaiosune kata ini dapat diterjemahkan “untuk Pendidikan dalam keadilan”. Penggunaan preposisi akusatif yaitu untuk menggambarkan hubungan antara dua kata, dalam Bahasa Yunani arti sebuah preposisi bergantung pada objeknya. Jika berkasus akusatif maka objek hampir selalu mengikuti preposisinya. Dengan demikian preposisi  pros  dalam  kasus  akusatif  dapat diartikan kepada, ke arah, dengan, pada, adalah untuk menjelaskan hubungan atau tujuan dari Firman Tuhan yang bermanfaat untuk mendidik dalam kebenaran. Kata “mendidik” diterjemahkan  dari  istilah  Yunani paideian adalah kata  benda akusatif, feminism, singular. Pada  terjemahan Indonesia  kata  “mendidik”  bersifat  kata kerja  namun  dalam Bahasa  asli adalah  kata benda.

Oleh karena itu, dalam kasus kata benda ini menggunakan kata benda akusatif ganda dapat dibedakan ke dalam dua jenis konstruksi.  Yang pertama disebut akusatif ganda manusia atau benda.  Artinya akusatif pertama mengacu kepada manusia, sedangkan akusatif kedua mengacu kepada benda. Pada konstruksi jenis kedua, akusatif kedua  (sebagai  objek  jauh)  membuat  pertanyaan  mengenai  akusatif  pertama  (objek  langsung). Rangkaian seperti itu disebut “Akusatif Ganda Objek dan Pelengkap”. Dalam Kamus Yunani kata “paideian” diartikan menjadi:  “disiplin, didikan, mendidik, menuntun, menghajar”. Dari pendekatan gramatikal di atas maka dapat dijelaskan bahwa dalam proses mendidik mengandung unsur-unsur disiplin, tuntunan dan juga ganjaran atau hajaran. Jadi,  Firman Tuhan bermanfaat  untuk  mendisiplinkan  seseorang,  menghajarnya  sehingga  Firman  Tuhan  dapat menuntunnya kepada kebenaran yang dikehendaki oleh Tuhan.  Kata  “di  dalam”  diterjemahkan  dari  istilah  Yunani en  ini  adalah  preposisi  datif  yang diletakkan setelah artikel ten sebagai penentu pasti maka kata en dapat diterjemahkan menunjuk kepada  tempat  atau  lokasi  yaitu,  “di,  di  dalam,  pada”  .  Sedangkan  kata kebenaran”  diterjemahkan  dari  istilah  Yunani  dikaiosune  adalah  kata  benda  datif,  feminim, singular. Penggunaan kasus datif pada kata benda ini memiliki fungsi adverbial; artinya, pada akhirnya ia memberi penjelasan lanjut kepada gagasan yang dinyatakan oleh verba kalimat.

Dalam masa Yunani Koine, dan dengan semakin mendominannya fungsi preposisi, fungsi adatif semakin dipertegas oleh preposisi en.  Dengan demikian maka kata  en mempertegas frase dikaiosune sehingga dapat diartikan “di dalam kebenaran. Dari pendekatan gramatikal dan  beberapa penjelasan di  atas maka dapat dipahami bahwa segala tulisan yang digembusi oleh kebenaran Allah yang ditulis oleh orang-orang pilihan-Nya dapat dipakai  sebagai  bahan pengajaran  bukan  saja  untuk menyingkapkan kesalahan tetapi  juga dapat dipakai  sebagai  alat  untuk  mendisiplin,  menghajar  dan  menuntun  orang  kepada  kebenaran. Tujuannya adalah “setiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2 Timotius 3:17).

IV. Intisari Perikop

            Bertolak dari penjabaran latar belakang, kajian gramatikal dan penafsiran teks II Timotius 3: 10-17, kita mendapatkan beberapa poin utama yakni:

  1. Panggilan untuk menjadi seorang pengikut Kristus adalah panggilan untuk terus bertekun dalam pendalaman Kitab Suci dan belajar dari pengalaman-pengalaman iman (baik pengalaman iman yang diterima melalui proses pendidikan dalam keluarga maupun pengalaman iman dari pendahulu/sesama pengikut Kristus) untuk dapat menjadi seorang pengikut Kristus yang berkarakter murid.
  2. Pembentukan karakter ini mendapatkan dua tantangan utama; yakni tantangan internal (dari dalam diri sendiri) berupa kemauan untuk terus belajar dan komitmen untuk memberi teladan dalam berbuat baik. Serta tantangan eksternal (dari luar/lingkungan), oleh Timotius tantangan yang ia alami adalah penyesatan dan penganiayaan.
  3. Timotus diperlengkapi dan diutus untuk menjadi pemimpin yang belajar dari pengalaman. Ia diutus sebagai pelayan pemimpin berkarakter: “satu antara ortopraksis dan ortodoksi. Beriman secara benar, berperilaku secara baik”
  4. Intisari dari nasihat dan ajaran Paulus bagi Timotius yang akan melanjutkan estafet pelayanan dan kepemimpinan adalah “sebagai manusia kepunyaan Allah untuk setiap perbuatan baik”. Panggilan menjadi pengikut Kristus adalah panggilan untuk berbuat baik dengan berdiri/bernafaskan pada kebenaran Kristus.

Kepustakaan

Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru: Misi Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016.

Dr. R. Budiman, Surat-surat Pastoral: I, II Timotius dan Titus, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984.

William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat 1 dan 2 Timotius, Titus, Filemon, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015.

Yoel Benyamin, Tinjauan Ekesegesis-Biblikal Terhadap 2 Timotius 3:15-16 Tentang Manfaat Pembelajaran Kitab Suci Dalam Membentuk Kepribadian dan Karakter Kristen, diunduh Kamis, 25 Juli 2024.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *