![](http://sinodegmit.or.id/wp-content/uploads/2023/03/1597677657009023-0-1024x538.jpg)
www.sinodegmit.or.id, Pada 15 Pebruari 2023, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Barada E menjalani sidang vonis dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia dijatuhi vonis 18 bulan penjara. Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu 12 tahun penjara sehingga menimbulkan pro kontra.
Bagi pihak yang pro, vonis ini disambut dengan sukacita. Banyak yang bertepuk tangan. Ada juga yang bilang, “Haleluya” atau “Puji Tuhan”. Mereka bersyukur. Vonis hakim dianggap cukup adil mengingat peranan penting Bharada E dalam membongkar kasus ini. Sebaliknya bagi yang kontra, vonis ini dianggap tidak adil. Bharada E yang menembak mati Brigadir J hanya divonis 1,5 tahun penjara. Padahal terdakwa lainnya dihukum berat, mulai dari 13 tahun penjara sampai vonis mati. Vonis ringan dianggap preseden buruk karena membuka peluang banyak terdakwa lain yang akan divonis ringan dengan alasan jujur mengakui perbuatannya.
Sebenarnya sebelum menjatuhkan vonis, Majelis Hakim telah mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan Bharada E. Disebutkan bahwa hal yang memberatkan hanya satu yaitu hubungan akrab dengan korban tidak dihargai terdakwa sehingga korban ditembak mati. Sedangkan hal yang meringankan ada enam yaitu (1) bersedia menjadi justice collaborator, (2) bersikap sopan selama persidangan, (3) belum pernah dihukum, (4) masih muda sehingga punya kesempatan memperbaiki diri, (5) menyesali perbuatannya dan (6) keluarga korban telah memaafkannya.
Dari keenam hal yang meringankan ini, peranan Bharada E sebagai justice collaboratoradalah yang paling menentukan. Apa itu justice collaborator? Keberadaan justice collaboratorsangat penting dalam mengungkap suatu kejahatan serius atau terorganisir. Karena itu setidaknya ada lima regulasi yang mengatur justice collaborator.Namun di sini saya hanya akan merujuk satu saja yaitu SEMA No. 4 tahun 2011. Menurut SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) No. 4 tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (whisterblower) Dan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama (justice collaborator) Di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu, ada dua kriteria justice collaborator.
Pertama,yang bersangkutan adalah pelaku tindak pidana tertentu, mengakui kejahatannya, bukan pelaku utama dan memberikan keterangan sebagai saksi dalam perkara tersebut di persidangan.
Kedua,Jaksa Penuntut Umum telah menjelaskan dalam tuntutannya, menyatakan yang bersangkutan telah memberikan keterangan dengan bukti-bukti yang signifikan, sehingga dapat mengungkap tindak pidana tersebut. Penjelasan JPU ini harus atas dasar rekomendasi dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban). LPSK bisa memberikan rekomendasi atas permintaan terdakwa atau kuasa hukumnya.
Seorang justice collaboratormesti memenuhi lima syarat. Pertama,tindak pidana yang akan diungkap merupakan tindak pidana serius atau terorganisir. Kedua,memberikan keterangan yang signifikan, relevan dan andal untuk mengungkap suatu tindak pidana serius atau terorganisir. Ketiga,bukan pelaku utama dalam tindak pidana yang akan diungkapnya. Keempat,kesediaan mengembalikan sejumlah asset yang diperoleh dari tindak pidana yang bersangkutan dan dinyatakan dalam pernyataan tertulis. Kelima,ada ancaman yang nyata atau kuatir akan adanya ancaman, tekanan secara fisik maupun psikis terhadap justice collaboratoratau keluarganya.
Oleh karena peranan justice collaboratormembuatnya ada dalam resiko ancaman serius, kepadanya diberikan penghargaan. Penghargaan itu diberikan dalam berbagai bentuk. Misalnya, penjatuhan pidana percobaan bersyarat khusus, pemberian remisi dan asimilasi, pembebasan bersyarat, penjatuhan pidana paling ringan di antara terdakwa lain, perlakuan khusus dan sebagainya. Selain itu justice collaboratorjuga berhak mendapatkan perlindungan fisik dan psikis serta perlindungan hukum dalam bentuk penanganan secara khusus. Hal-hal inilah yang diatur dalam SEMA No. 4 Tahun 2011. Berdasarkan SEMA ini maka dapat kita katakan bahwa vonis terhadap Bharada E masuk akal. Tidak ada yang salah dalam vonis itu. Secara hukum vonisnya sudah tepat. Sebab dari dialah kejahatan serius dan terorganisir di tubuh Mabes Polri dapat terungkap.
Sekalipun demikian, kasus ini tidak hanya dilihat dari sudut pandang hukum. Masyarakat juga melihat kasus ini dari berbagai sudut pandang yang beraneka ragam. Itu sebabnya timbul pro kontra. Reaksi masyarakat ini menunjukkan adanya ketegangan antara rasio dan rasa. Secara rasio (akal sehat), vonisnya tepat karena pertimbangan hakim sudah sesuai fakta persidangan dan aturan hukum yang ada. Tetapi dari sudut pandang rasa keadilan, vonis ini tidak adil. Apalagi pada 22 Pebruari 2023, dalam Sidang Kode Etik Kepolisian, Bharada E hanya dijatuhi demosi (pemindahan ke jabatan yang lebih rendah) selama 1 tahun. Dia tidak dipecat dari anggota Polri. Padahal banyak anggota Polri yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam kasus ini, yang mengalami pemecatan.
Jadi rasanya keputusan ini tidak adil. Vonis ini juga menunjukkan adanya ketegangan antara keadilan dan kasih. Apakah pelaku kejahatan mesti dihukum dengan hukuman yang setimpal atau diampuni? Bagi saya, seharusnya orang Kristen lebih jernih melihat kasus ini. Mengapa? Sebab perdebatan ini ada di seputar keadilan dan kasih yang telah digenapi oleh Yesus Kristus. Salah satu nas Alkitab yang dapat dijadikan rujukan terkait hal ini adalah 1 Petrus 1:13-22. Untuk itu kita perlu mendalaminya dengan terlebih dahulu mengenal surat 1 Petrus.
Surat 1 Petrus menyatakan pentingnya kematian dan kebangkitan Kristus. Ada pula ajaran-ajaran Kristus tentang iman, kerendahan hati dan sukacita dalam penderitaan. Selain itu sikap musuh-musuh iman yang ketakutan dan benci kepada umat Kristen pun digambarkan dalam surat ini. Penulis surat ini ingin agar pembacanya sadar bahwa mereka akan menanggung penderitaan karena iman mereka. Biar pun begitu, penderitaan itu tidak akan mengalahkan mereka. Mengapa? Karena Kristus telah menderita dan mati untuk mengampuni dosa mereka. Allah Bapa juga telah membangkitkan Kristus dari kematian. Dengan demikian orang Kristen pun dapat berharap akan dibangkitkan menuju hidup baru.
Surat 1 Petrus berisi empat tema. Pertama,Allah berkarya membentuk umat yang baru bagi-Nya di dalam Yesus Kristus. Kedua,jemaat dipilih untuk hidup kudus sebagai umat Allah yang baru. Ketiga,umat Allah yang baru memang mesti taat pada hukum dan pemerintah Romawi. Namun umat Allah mesti menghormati Kristus dan taat kepada Allah lebih dari segala sesuatu. Memang, sikap ini beresiko membuat mereka mengalami penderitaan dan kehilangan sahabat-sahabat. Tetapi inilah resiko yang mesti dipikul sebagai salib. Keempat,orang yang dibaptis pasti selamat dan mengalami hidup baru bersama Kristus.
Dalam 1 Petrus 1:13-22, dijelaskan bahwa Allah memilih suatu umat yang baru untuk hidup kudus sebagai bangsa yang melayani-Nya. Sebagai orang Kristen, jemaat bisa saja mengalami penderitaan. Tetapi sebenarnya Kristus sudah lebih dahulu menderita. Karena itu penulis 1 Petrus memberikan nasihat tentang bagaimana jemaat memperlakukan sesamanya. Ada pula nasihat dari penulis tentang bagaimana jemaat bersikap terhadap masyarakat yang tidak menerima cara hidup mereka yang baru. Semuanya mesti diperlakukan sesuai kasih Kristus. Dalam nas ini terdapat empat pelajaran penting yang mesti menjadi pegangan hidup orang percaya pada masa kini. Pertama,orang Kristen mesti menggunakan rasio dan rasa secara seimbang (ayat 13-16). Pada ayat 13, penulis surat 1 Petrus meminta pembacanya agar menyiapkan akal budi, waspada dan memiliki pengharapan. Ini berarti umat Tuhan diminta agar menggunakan rasio yang dimiliki.
Tetapi tidak hanya berhenti di situ. Penulis surat 1 Petrus juga berbicara tentang ketaatan dan bagaimana jemaat menguasai hawa nafsu. Selanjutnya dalam ayat 15 dan 16 pembaca diminta untuk hidup kudus seperti Allah. Ini semua berkaitan dengan kehidupan rohani yang lebih menekankan perasaan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa rasio dan rasa mesti digunakan secara seimbang. Mengapa? Sebab kedua-duanya merupakan anugerah Allah. Orang yang lebih mementingkan rasio akan menjadi orang yang terkesan tidak punya hati, bahkan kejam. Sedangkan orang yang hanya mengandalkan rasa akan terlihat sebagai orang yang tidak memiliki pertimbangan logis. Ini juga berbahaya karena keputusan dan tindakannya akan sulit untuk dipertangungjawabkan. Karena itu dalam kehidupan sehari-hari, rasio dan rasa mesti digunakan secara seimbang. Baik dalam konteks keluarga, jemaat dan masyarakat, kita tidak boleh mengabaikan salah satunya. Dua-duanya penting. Untuk itu kita mesti selalu melatih diri agar menemukan keseimbangan yang tepat antara rasio dan rasa.
Kedua,Allah adalah Bapa yang Maha Adil sekaligus Maha Kasih (ayat 17-19). Dalam ayat 17 penulis 1 Petrus bilang bahwa tanpa memandang muka Allah menghakimi semua orang menurut perbuatannya. Karena itu setiap orang yang berdosa dihukum. Mata ganti mata. Gigi ganti gigi. Nyawa ganti nyawa. Ini menunjukkan bahwa Allah itu adil. Namun dalam ayat 18 dan 19, penulis 1 Petrus juga bilang bahwa hukuman yang berat itu telah ditunaikan. Semua orang telah ditebus dari kuasa dosa dan kejahatan. Ini bukan dengan barang fana. Bukan pula dengan emas atau perak. Umat ditebus dengan darah yang mahal. Darah siapa? Tentu saja darah Kristus. Darah Kristus adalah darah anak domba yang mahal, tak bernoda dan tak bercacat.
Di sini nyata kasih Allah yang tak terbatas. Manusia yang berdosa pantas dan patut dihukum berat sesuai perbuatannya. Tetapi di dalam Kristus, hukuman berat itu ditanggung oleh Allah sendiri. Dia menjalani siksaan, penderitaan, kesengsaraan dan kematian demi menebus dosa-dosa manusia. Karena itu orang yang berbuat dosa, tidak harus menanggung upah dosanya lagi. Mereka hanya mesti datang kepada Allah Bapa melalui Yesus Kristus untuk memperoleh pengampunan. Dalam kasih-Nya, Allah Bapa bersedia mengampuni dan memberikan penebusan sehingga memperoleh hidup kekal. Tindakan Allah ini mesti menjadi teladan bagi setiap orang Kristen. Memang, selain Yesus Kristus tidak ada penebus yang lain. Hanya Dia satu-satunya Penebus dosa. Tetapi orang Kristen bisa belajar untuk menjalankan keadilan dan kasih secara seimbang. Misalnya, dalam kasus pembunuhan berencana, seorang pelaku patut dihukum berat. Tetapi itu tidak berarti dia mesti dihukum mati. Karena itu sama saja dengan memberlakukan kembali hukum Taurat. Mata ganti mata. Gigi ganti gigi. Nyawa ganti nyawa. Dalam hal ini keadilan diterapkan tanpa kasih. Tidak ada kesempatan kedua bagi pelaku untuk memperbaiki diri.
Padahal sejahat dan seberdosa apa pun seseorang, dia patut memperoleh kesempatan kedua. Sebab itulah yang Yesus tunjukkan. Selalu ada kesempatan kedua bagi yang mau bertobat. Orang Kristen mesti berada di barisan terdepan dalam memperjuangkan hal ini.
Ketiga,Kristus adalah Yang Awal dan Yang Akhir. Di dalam iman kepada Dia, ada harapan yang pasti (ayat 20-21). Sebagai manusia, Yesus memang baru lahir ke dunia pada abad I di Betlehem. Namun sebagai Allah, Dia telah ada sejak kekal. Dia pun akan terus ada sampai kekal. Karena itu orang yang berharap kepada-Nya tidak akan menyesal. Pengharapan di dalam Dia itu pasti. Pengharapan inilah yang mesti terus dimiliki oleh setiap orang percaya. Sebab dengan demikian kita tidak akan putus asa ketika melihat situasi dunia yang tidak sesuai kehendak Tuhan. Dunia suka berat sebelah, bahkan cenderung ekstrem ke salah satu sisi. Ada yang hanya mengandalkan rasio dan mengabaikan rasa. Tetapi ada pula yang hanya mengandalkan rasa dan mengabaikan rasio.
Begitu pula dengan keadilan dan kasih. Di satu pihak, ada yang hanya menekankan aspek keadilan dan kepatuhan pada hukum. Di pihak lain, ada pula yang hanya menekankan aspek kasih dan pengampunan. Semuanya ini tidak benar karena tidak ada keseimbangan. Entah ketidakseimbangan ini disengaja atau pun tidak, tetap saja adalah dosa di hadapan Tuhan. Ketika melihat hal-hal ini, orang Kristen tidak boleh putus asa. Harus terus berjuang, apa pun resikonya. Dalam kaitannya dengan itu, kita mesti mensyukuri UU KUHP yang diputuskan pada akhir tahun 2022. Sebab di dalamnya terdapat pasal yang mengatur bahwa terpidana mati tidak akan langsung dieksekusi ketika sudah berkekuatan hukum tetap. Masih ada kesempatan 10 tahun bagi terpidana mati untuk memperbaiki diri. Apabila setelah 10 tahun ternyata dia berubah menjadi lebih baik, vonis mati itu akan diubah menjadi penjara seumur hidup. UU KUHP yang baru ini merupakan contoh bahwa perjuangan untuk mendatangkan kebaikan tidak akan sia-sia. Karena itu harapan dan semangat mesti terus menyala.
Keempat,kesucian dan ketaatan kepada kebenaran mesti diamalkan melalui kasih persaudaraan yang tulus ikhlas (ayat 22). Ini tidak hanya berlaku dalam persekutuan Kristen saja. Kasih persaudaraan ini universal. Karena itu mesti diamalkan juga kepada sesama di luar persekutuan Kristen. Bahkan terhadap masyarakat yang tidak menerima kehadiran orang Kristen pun, orang Kristen mesti tetap menunjukkan kasih persaudaraan. Sebab itulah yang Yesus Kristus lakukan. Kalimat pertama-Nya di atas kayu salib adalah mendoakan orang-orang yang menyalibkan-Nya agar dosa-dosanya diampuni. Inilah teladan iman yang luar biasa dan mesti diikuti oleh orang-orang yang mengaku dirinya sebagai pengikut Yesus Kristus.
Semua yang diuraikan ini ada di bawah tema “Hidup Sebagai Orang Yang Ditebus”. Orang Kristen telah ditebus oleh Kristus. Namun hidup orang Kristen masih diliputi oleh berbagai penderitaan. Karena itu orang Kristen mesti terus berjuang. Perjuangan orang Kristen bukan untuk keselamatan pribadinya melainkan untuk kebaikan seluruh ciptaan. Karena itu orang Kristen tidak boleh bersikap ekstrem. Orang Kristen mesti menjaga keseimbangan antara rasa dan rasio, juga antara keadilan dan kasih.
Memang, dalam perjuangan itu bisa saja orang Kristen jatuh berkali-kali. Tetapi mesti tetap bangkit. Sebab orang Kristen tidak berjuang sendiri. Allah Bapa, melalui firman-Nya, senantiasa menuntun dan menopang. Karena itu orang Kristen tidak boleh putus asa. Tetaplah berjuang dalam semangat kasih persaudaraan kepada semua orang. Tuhan Yesus pasti akan selalu menolong kita. Amin.