Kebijakan Strategis GMIT Hadapi Covid-19

KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Pasca penerbitan protokol kesehatan oleh pemerintah akibat pandemi virus Corona, Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) mengeluarkan himbauan bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah dari rumah secara serentak di lingkup Sinode, Klasis dan Jemaat.

Himbauan ini menuai pro kontra. Namun Majelis Sinode (MS) konsisten mendesak sekitar 2.500 jemaat lokal agar mentaati protokol pemerintah dan gereja.

Pasalnya, sebagai denominasi Gereja Protestan terbesar di NTT dengan jumlah anggota kurang lebih 1 juta orang, GMIT memiliki tugas penting dalam urusan melindungi warganya dari ancaman wabah virus corona.

Bermodalkan struktur organisasi yang kuat hingga di level rayon bahkan rumah tangga, GMIT memiliki peluang strategis membantu pemerintah menanggulangi bencana virus Corona dari aspek mitigasi.

Majelis Sinode (MS) GMIT lantas menetapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) ibadah penghiburan orang mati, SOP kebaktian pemakaman non covid dan covid, SOP pengumpulan hulu hasil panen, penundaan kebaktian sakramen dan kebaktian-kebaktian lainnya yang bersifat massal.

Sebagai alternatif, diberlakukan ibadah rumah dan ibadah online untuk kategori anak dan dewasa. Ini pun tidak mudah sebab 80% jemaat GMIT tinggal di desa-desa yang sinyalnya ibarat pasang-surut air laut. Istilah trend-nya GSM: Geser Sedikit Mati. Dan, ditambah lagi bermacam problem teknis yang perlu dievaluasi.

Kendati mengalami tantangan signal, sejumlah jemaat cukup kreatif. Di Alor misalnya, kebaktian minggu disiarkan dari gedung gereja menggunakan toa. Dengan jangkauan suara mencapai radius kurang lebih satu kilometer, setiap keluarga dihimbau beribadah di rumah masing-masing dengan arahan dari toa gereja. Cara ini cukup efektif untuk menolong rumah tangga yang tidak bisa membaca liturgi ibadah karena buta huruf.

“Kami bilang jemaat kalau yang kita buat ini kebaktian, bukan dengar siaran radio (melalui toa, red.), jadi yang ada di rumah atau di bawah pohon, kalau dengar suara toa dari gereja harus siap diri,” begitu cerita Penatua Merkianus Moto dari jemaat Ebenhaezer Menbuil, Alor.

Upaya kreatif itu menginspirasi Majelis Sinode merencanakan pengadaan 500 buah toa untuk jemaat-jemaat yang warganya kebanyakan tidak melek huruf selama pemberlakuan sosial/physical distancing.

Selain toa, terdapat banyak kebutuhan mendesak lain yang memerlukan database yang akurat. Oleh sebab itu sejak awal Maret Majelis Sinode menggerakan 52 Ketua/Majelis Klasis dan sekitar 1.500 Ketua/Majelis Jemaat untuk menghasilkan database terkait sejumlah isu. Database ini penting sebagai alat analisis dalam pengambilan kebijakan di lingkup sinodal.

Agar upaya-upaya penanggulangan terfokus, MS GMIT memutuskan realokasi dana/program tahun 2020 dan membentuk Tim Tanggap Bencana Covid-19 GMIT (TTBC-19). Ruang lingkup kerja Tim ini pada penanggulangan, pencegahan dan pemulihan bencana covid-19. Tim terdiri dari 10 seksi diantaranya: Seksi kajian kebijakan, seksi teologi-liturgi dan spiritualitas, seksi kemitraan, seksi advokasi, seksi pemberdayaan ekonomi, seksi pastoral, seksi penyaluran bantuan, seksi penggalangan sumber daya dan dana, seksi media dan publikasi, dan terakhir seksi kesektariatan.

Tim diketuai Pdt. Gayus Polin, Wakil Ketua MS GMIT, dengan anggota-anggota berasal dari para pendeta dan warga GMIT yang berpengalaman di bidang kebencanaan dengan berbagai latar belakang disiplin ilmu.

TTBC-19 bekerja sama dengan sejumlah stakeholder di pemerintah provinsi, kabupaten/kota termasuk tim gugus tugas bencana covid-19 yang ditunjuk pemerintah dan rumah sakit-rumah sakit rujukan covid-19. Melalui kerja sama itu gereja mendapat akses untuk melakukan advokasi dan pelayanan pastoral bagi para pasien positif covid. Pelayanan ini berdampak positif bagi para pasien dan keluarga.

Pasca dinyatakan sembuh, pasien positif covid 01 NTT atas nama El Asamau yang merupakan anggota GMIT menyampaikan penghargaan dan terima kasih atas dukungan dan pelayanan pastoral gereja selama ia menjalani masa karantina dan perawatan medis.

Pada Minggu pertama Mei, Majelis Sinode menggagas pertemuan daringdengan Pemerintah Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan Kabupaten TTS untuk bertukar informasi mengenai situasi dan kondisi sosial, ekonomi masyarakat di masing-masing kabupaten/kota dan hal-hal apa yang dapat dikerjasamakan antara gereja dan pemerintah.

Dialog ini melibatkan para ketua majelis klasis, pendeta-pendeta jemaat dan TTBC-19. Meeting/rapat online ini mendapat apresiasi dari pemerintah terkait. Bupati TTS, Epy Tahun misalnya, merespon dengan cepat keluhan jemaat di desa-desa yang kesulitan menjual hasil-hasil panen akibat penutupan pasar-pasar tradisional. Pemda TTS bersedia membeli jagung, beras, kacang-kacangan dan hasil pangan lainnya dengan harga yang disepakati bersama pihak gereja. Respon positif serupa juga terkait laporan mengenai warga miskin yang belum terdata sebagai penerima bantuan sosial. Sementara dalam kerjasama dengan pemerintah provinsi sedang diupayakan bantuan bibit/benih tanaman hortikultura untuk jemaat-jemaat yang memiliki ketersediaan air yang cukup untuk mengantisipasi ketahanan pangan.

Selain dengan pemerintah, GMIT juga menggagas kerja sama dan kemitraan dengan sejumlah lembaga di dalam dan luar negeri seperti; Act Alliance, Global Ministries, Unicef, Kerk In Actie, Wahana Vision Indonesia (WVI), Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Save the Cildren, Compassion, Bank NTT, Bank Artha Graha,Telkom, BPJS Tenaga Kerja, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), PT Charoen Pohkpand dan lain-lain, untuk saling berbagi sumber daya dan dana. Hal-hal yang dihasilkan dari kerja sama ini akan dilaporkan secara berkala kepada publik melalui website www.sinodegmit.or.id.

Dalam kerja sama dengan WVI dan PGI, GMIT melaksanakan beberapa Focus Grup Discussion (FGD) dan pelatihan online. Salah satunya adalah pelatihan psikososial bagi para pendeta GMIT. Pelatihan ini bermaksud memperkuat pemahaman teologi kebencanaan dan kapasitas pastoral para pendeta.

“Ini kesempatan belajar di lingkup nasional dan sinodal yang sangat berharga,” demikian pengakuan Pdt. Sepri Adonis, salah satu peserta dari klasis Amanuban Tengah Utara.

Dr. Anil Dawan, salah satu narasumber dari WVI, juga mengapresiasi pelatihan online tersebut.

“Tepuk salut untuk Bapa dan Mama Pendeta GMIT yang telah merespon untuk pelatihan Dukungan Psikososial untuk Pemimpin GMIT. … Segala upaya untuk mempersiapkan dan pada akhirnya mengimplementasikan di jemaat dan masyarakat adalah komitmen kita bersama dalam kondisi yang sulit ini … niat diri untuk merealisasikan karya nyata tak akan pernah sia-sia,” komentar Anil.

Mengingat dampak psikologis yang ditimbulkan pandemi ini bisa berkepanjangan, maka tugas utama gereja adalah merawat kehidupan spiritual jemaat. Pada aspek ini seksi Teologi, Liturgi dan Spiritualitas menyediakan bahan-bahan ajar yang kontekstual, tata ibadah (liturgi) dan materi-materi khotbah yang mendorong penguatan iman. Secara khusus mulai tanggal 21-30 Mei yang merupakan perayaan Penantian Roh Kudus, akan digelar kegiatan “GMIT Berpuasa, Berdoa dan Bernyanyi”.

Yang tidak kalah penting dari kerja TTBC-19, adalah sosialisasi bahaya Covid-19 dan isu-isu lain yang menyertai seperti, berita hoax, stigmatisasi, dll. Urusan ini ditangani oleh Unit/Seksi Komunikasi dan Informasi bersama Unit Bahasa dan Budaya (UBB) GMIT. Kedua unit ini mengusahakan penerjemahan bahan-bahan KIE Covid-19 ke dalam bahasa-bahasa lokal di NTT yang dipublikasikan melalui video, iklan radio, flyer, website sinodegmit dan platform sosial media lainnya.

Serentak dengan itu, di lingkup klasis dan jemaat melakukan upaya-upaya edukasi bahaya Covid-19 dan pelayanan diakonia karikatif kepada kelompok rentan/terdampak covid seperti, para pedagang kaki lima, penjual sayuran keliling, buruh harian, pemulung, janda/duda/yatim piatu, ojek, ojek online, lansia, difabel, ODHA, dan lain-lain. Bantuan yang telah dan sedang disalurkan berupa pembagian sembako, wadah cuci tangan, disinfektan, handsanitizer, masker, uang tunai, dll. Pelayanan ini cukup merata di 52 klasis dan ribuan jemaat lokal di kota maupun desa; baik di internal jemaat/klasis maupun lintas jemaat/klasis. Belakangan ini sedang dipersiapkan strategi penjualan hasil panen lintas jemaat-klasis dan distribusi bibit hortikultura agar roda ekonomi tetap berjalan.

Itulah sebagian kecil perwujudan panggilan dan tanggungjawab panca pelayanan (koinonia, marturia, diakonia, liturgia, oikonomia) GMIT di masa Covid-19. Inilah tugas Gereja yang Harvey Cox sebut sebagai tugas diakonos/hamba yang membungkukkan badannya untuk mengusahakan keutuhan dan kesehatan bagi dunia. *** (wanto/kominfo)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *