KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Sebanyak 13 orang anak yang ditampung di Pantia Asuhan Ceria Noelbaki saat ini sedang terancam. Anak-anak ini terancam kehilangan keceriaan seperti nama pantinya. Sumber penghasilan cukup besar untuk biaya hidup anak-anak dan biaya operasional panti raib gara-gara air. Panti ini membutuhkan uluran tangan segera.
Panti Asuhan Ceria bernaung di bawah asuhan Yayasan Solidaritas Anak dan Perempuan (YASAP) Kupang. Panti ini berlokasi di Dusun Dendeng, Desa Noelbaki, Kabupaten Kupang, sekitar 16 kilometer arah timur Kota Kupang. Lokasinya berhadapan persis dengan gedung kebaktian Jemaat GMIT Pengharapan Dendeng-Noelbaki. Pengelola panti adalah Alit Lola, selaku Progam Manager, dibantu Debby Modok sebagai tenaga administrasi.
Panti ini membiayai sendiri kebutuhan sehari-harinya. Penghasilan utama sebagian besar bersumber dari hasil menjual aneka tanaman hortikultura organik yang ditanam di dalam komplek panti. Jenis tanamannya, antara lain, lombok dan tomat yang menyumbangkan penghasilan terbesar. Ada juga aneka sayuran, seperti kangkung, sawi, pokcoy, paria, kacang panjang dan ketimun. Selain itu anak-anak panti juga membuat dan menjual pupuk organik.
Kebun di lokasi panti seluas ± 1.750 m2 ini biasanya memberi hasil yang sangat membantu kebutuhan biaya operasional panti. Semuanya dikelola secara mandiri oleh anak panti yang berjumlah 13 orang, terbanyak anak perempuan. Hasil penjualan sayur dan pupuk organik pada bulan Juli 2020, misalnya mencapai Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah). Namun memasuki bulan Agustus, pendapatan per 20 Agustus tidak mencapai Rp. 2.000.000,- Jumlah ini jauh dari cukup untuk kebutuhan makan-minum 13 orang anak serta pengelolanya.
Persoalannya berawal dari menurunnya debit air dan cenderung mengering dari satu-satunya sumur gali dalam kompleks panti. Sumur tradisional sedalam sekitar 12 meter itu selama ini menjadi sumber air untuk memenuhi seluruh kebutuhan panti, termasuk untuk menyirami aneka jenis tanaman di kebun.
Mesin penyedot air (dinamo) yang dipakai untuk mengangkat air ke permukaan tidak bisa digunakan lagi. Bahkan menarik air secara tradisional menggunakan katrol pun kurang menolong. Ember kecil yang dipakai untuk mengmbil air tak sampai penuh. Volume air yang masih ada diperkirakan tak sampai sejengkal jari orang dewasa.
Kondisi inilah yang berimbas pada kekurangan biaya hidup panti yang berasal dari penjualan hasil panen di kebun. Tanaman seperti lombok dan tomat yang biasanya menjadi sumber penghasilan terbesar tidak bisa diandalkan lagi. Buah lombok dan tomat yang siap panen berangsur rusak dan tidak layak dijual. Pohonnya pun perlahan mulai mengering.
Penulis menyaksikan hanya sejumlah kecil pohon masih bisa diselamatkan yang disirami dari sedikit air yang masih ada. Itu pun penyiraman hanya sekali dalam sehari, pada waktu pagi. Sedangkan tanaman sayuran yang semula mulai subur dan memberi harapan, tampak sudah mengering, seperti paria, kacang panjang, ketimun dan pakcoy.
Ada dua orang tenaga pendamping dan seorang staf khusus pertanian pun kewalahan. Mereka bertugas membantu anak panti asuhan dalam proses belajar hal-hal sederhana menuju kemandirian pribadi. Selain tugas utama belajar, semua anak terlibat dalam kegiatan pertanian di kebun dan di sawah.
Solusinya? Penanggung jawab Panti Asuhan Ceria, Alit Lola mengatakan terus menurunnya debit air sumur di Noelbaki dan sekitarnya mulai terasa sejak sekitar pertengahan Juli 2020. Kondisi ini diatasi warga sekitar panti yang sebagian besar hidup dari sektor pertanian berlomba-lomba membuat sumur bor di kawasan sawah yang tidak jauh dari lokasi Panti Asuhan. Sedikitnya ada 15 sumur bor yang tersebar di area persawahan, bertetangga dengan lokasi panti. Akibatnya tinggi permukaan air pada sumur panti yang tadinya mencapai pinggang orang dewasa kini hanya sebatas mata kaki.
Pihak panti berupaya menyelamatkan tanaman sayuraan dengan membeli air tanki. Cara ini tidak begitu menolong. Sebab untuk menyirami dua kali dalam sehari membutuhkan volume air yang banyak. Satu tanki air per 5.000 liter seharga Rp 70.000,00. Untuk memenuhi kebutuhan menyiram dua kali sehari membutuhkan biaya besar. Sangat tidak ekonomis dibanding penjualan hasil kebun.
Solusi sementara adalah melakukan penghematan air. Caranya adalah dengan menyediakan sistem infus menggunakan botol air mineral bekas. Botol diisi air dan ditempatkan didekat tanaman. Tanaman mendapat suplai air dari tetesan-tetesan air dari botol. Cara ini pun tidak cukup membuahkan hasil karena baru dilakukan di pertengahan Agustus.
Alit Lola, selaku progam manager, yang ditemui di Panti Asuhan Ceria, pertengahan Agustus 2020 berharap ada pihak yang bisa dan bersedia menolong panti untuk keluar dari kesulitan ini. Bagi yang bersedia bisa menghubungi Alit Lola di ponsel 0853-3903-5177. *** (Paul Bolla).