
Kupang, www.sinodegmit.or.id, Bahan Renungan, Minggu Sengsara Tuhan Yesus ke-6. Dikutip dari Renungan Hariang Tunas dari Tanah Kering, edisi Maret-April 2025.
Di hari minggu yang keenam dalam Masa Raya Minggu Sengsara Tuhan Yesus pada tahun ini, kita merenungkan ketegasan dan keberanian Yesus dalam menegakkan kebenaran. Salah satu kisah dalam lintasan perjalanan menuju salib adalah penyucian Bait Allah. Peristiwa ini mengajarkan kepada kita sebuah teladan iman, yaitu berpegang teguh pada komitmen untuk menegakkan kebenaran, sekalipun ada risiko yang harus dihadapi.
Penjelasan Teks
Peristiwa penyucian Bait Allah ini terjadi menjelang akhir pelayanan Yesus di dunia. Markus 11:15-19 mencatat bagaimana Yesus dengan berani menghadapi para pedagang dan pemimpin agama yang telah mengotori kesucian rumah Tuhan. Bait Allah, yang seharusnya menjadi tempat ibadah, telah berubah menjadi pusat ekonomi curang.
Pada masa itu, orang-orang Yahudi yang datang untuk beribadah diwajibkan membawa persembahan dalam bentuk hewan kurban yang memenuhi standar hukum Taurat. Para pedagang yang bekerja sama dengan imam-imam kepala menjual hewan-hewan kurban dengan harga tinggi. Selain itu, mata uang Romawi yang digunakan sehari-hari harus ditukar dengan mata uang khusus untuk persembahan di Bait Allah, dan dalam proses penukaran ini, para penukar uang mengambil keuntungan yang tidak adil. Praktik-praktik ini bukan hanya mencederai kesucian ibadah, tetapi juga membebani umat yang datang dengan ketulusan hati.
Yesus tidak bisa mentoleransi ketidakadilan ini. Ia bertindak dengan ketegasan, bukan hanya untuk menegur kenakalan dan kejahatan di Bait Allah, tetapi juga untuk menunjukkan bahwa Bait Allah harus dikembalikan kepada tujuan utamanya: sebagai rumah doa bagi semua bangsa.
Namun, tindakan ini membuat imam-imam kepala dan ahli Taurat semakin membenci Yesus dan berencana untuk membunuh-Nya.
Refleksi
Kesalahan menjadi sulit diperbaiki tatkala sudah menjadi kebiasaan yang menguntungkan pihak yang berkuasa. Ketika seseorang berusaha untuk menuntut perubahan, biasanya ia akan menghadapi perlawanan. Mengapa? Karena perubahan sering kali mengganggu kenyamanan mereka yang berkuasa. Status quo yang sudah bertahan lama mulai dipertanyakan. Kebiasaan-kebiasaan yang sudah mengakar harus ditinggalkan, dan hal ini sulit banyak orang terima.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat bagaimana orang-orang yang berusaha menegakkan kebenaran justru dicaci, dibenci, dan dimusuhi. Masyarakat cenderung lebih nyaman dengan kebiasaan lama, meskipun kebiasaan itu keliru. Namun, sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk tidak takut dalam menegakkan kebenaran. Sebab, dalam kebenaranlah terdapat kehidupan yang sejati.
Ketika Yesus menyucikan Bait Allah, para imam kepala dan ahli Taurat mulai berencana untuk membunuh-Nya. Mereka tidak senang karena kepentingan mereka terganggu. Begitu juga dalam kehidupan kita, jika kita berdiri di pihak kebenaran, kita mungkin akan menghadapi tantangan dan kesulitan. Namun, jangan takut, sebab Tuhan menyertai orang-orang yang setia kepada-Nya.
Yesus sendiri berkata dalam Matius 5:10, “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.” Ini adalah janji bagi setiap kita yang tetap teguh dalam iman dan kebenaran.
Aplikasi
Komitmen untuk menjaga kemurnian ibadah dapat kita tunjukkan dengan beberapa upaya iman.
Pertama, upaya menjaga makna gereja dan peribadahan. Kita tahu bahwa rumah gereja di mana kita beribadah bersama umat percaya bukan sekadar bangunan, tetapi tempat di mana umat berjumpa dengan Allah. Kita tahu juga, bahwa ibadah bukanlah sekadar rutinitas, tetapi sarana persekutuan yang membangun iman. Jika kita mulai mengabaikan makna gereja dan ibadah, maka kita bisa jatuh dalam kesalahan yang sama seperti orang-orang di Bait Allah pada zaman Yesus. Lingkungan gereja harus menjadi ruang kebersamaan di mana kasih dan keadilan ditegakkan, dan kehendak Tuhan diutamakan. Kedua, upaya menjadi pembawa keadilan dan kebenaran. Sebagai pengikut Kristus, kita tidak boleh takut untuk menegakkan kebenaran, meskipun itu berarti menghadapi penolakan. Di dalam keluarga, di tempat kerja, di lingkungan masyarakat, kita harus berani menyuarakan dan melakukan yang benar, sekalipun itu membuat kita tidak disukai. Ketiga, upaya untuk mengutamakan kejujuran dalam setiap aspek hidup. Ketika kita berbisnis, bekerja, atau melayani, hendaknya kita menjalankannya dengan kejujuran. Berhati-hatilah selalu agar tidak tergoda untuk mengambil keuntungan dengan cara yang tidak benar.
Keempat, siap menghadapi risiko. Menegakkan kebenaran sering kali tidak mudah dan berisiko. Yesus sendiri menghadapi perlawanan keras setelah menyucikan Bait Allah. Kita juga mungkin menghadapi kesulitan, seperti kehilangan teman, mengalami tekanan sosial, atau bahkan dianiaya. Namun, kita tidak boleh gentar, karena Tuhan berjanji akan menyertai orang-orang yang tetap setia kepada-Nya.
Penutup
Melalui perenungan hari ini kita belajar bahwa komitmen untuk menegakkan kebenaran adalah bagian dari panggilan iman para murid Kristus. Meskipun ada tantangan dan risiko, kita harus tetap berani melakukannya, sebab di dalam kebenaran terdapat hidup yang sejati.
Marilah bersama-sama menjadi saksi Kristus di tengah dunia dengan mengambil bagian dalam tanggung jawab untuk menghayati dan menjaga makna ibadah dan gereja, hidup dalam kejujuran, serta terlibat aktif dalam gerakan bersama melawan ketidakadilan. Kiranya Tuhan menolong kita untuk tetap setia dalam iman dan berkomitmen menegakkan kebenaran. ***