Memandang Kepada Dia yang Tertikam (Zakaria 12 : 10 – 14 dan Yohanes 19 : 17)-Pdt, Daibel N.D. Tlonaen

  1. Catatan Pengantar  teks Zakaria 12 : 10 -14

Dalam catatan pengantar ini akan dipaparkan beberapa hal yang dianggap penting sehubungan dengan bahan Pemahaman Alkitab yang disediakan oleh GMIT yakni Zakaria 12: 10 – 14 dan Yoh 19 : 37. Adapan hal dimaksud adalah adalah Penulis kitab Zakaria,  dan gaya gahasa yang digunakan, waktu penulisan, Tema pokok kitab Zakaria (khusus pasal 9 – 14).

Siapa penulis kitab ini? Penulisnya tidak jelas tapi para ahli Perjanjian Lama mengaitkan penulis kitab ini dengan seorang nabi yang bernama Zakaria bin Berekhia, bin Ido (Zak 1: 1).  Menurut R.E. Hinggginson, Zakaria adalah salah seorang nabi yang diduga ikut bersama orang-orang Yahudi yang kembali dari pembuangan di Babel sekitar tahun 537 SM. Zakaria adalah nabi yang bersama Hagai mendorong orang-orang Yahudi membangun kembali tembok Yerusalem dan Bait Allah yang telah dirobohkan oleh Tentara Babel.[1] Dalam Alkitab Edisi Studi bagian penjelasan tentang pengantar kitab Zakaria, dijelaskan bahwa pembangunan Bait Allah dipandang penting karena Bait Allah menjadi pusat ibadah sekaligus menjadi lambang berkat Allah yang diperbaharui untuk umat Allah yang dipulihkan

Menurut C. Groenen, kitab Zakaria ditulis pada tahun sekitar 520 SM dengan gaya sastra apokaliptik seperti yang dipakai dalam kitab Yeheskiel dan kitab Daniel. Sastra apokaliptik adalah bentuk sastra Yahudi dan Kristen yang dibuat dengan menggunakan simbol-simbol atau kiasan-kiasan dan penglihatan-penglihatan (mimpi) yang kaya makna, tujuannya adalah untuk mengungkapkan peristiwa di masa depan (akhir zaman) dan pesan-pesan tentang harapan dan penyelamatan bagi para pembacanya. Pada umumnya para pembaca sudah menngert makna dari  penglihatan dan symbol -simbol itu termasuk tokoh-tokoh yang disebutkan dalam tulisan itu.

Walaupun berbeda pendapat namun sejumlah penafsir mengakui bahwa Kitab Zakaria terdiri dari dua bagian. Bagian pertama atau yang disebut proto Zakaria yakni Pasal 1 – 8 dan bagian kedua yang disebut deutero Zakaria yakni pasal 9 – 14. Bahan PA kita ada pada bagian kedua karena itu dalam pembahasan ini  kita hanya akan berfokus pada deutro Zakaria.

Adapun tema pokok yang hendak dikemukakan pada deutero Zakaria adalah Hari Tuhan. Tema ini adalah lanjutan dari tema yang telah dikemukakan oleh nabi terdahulu seperti Yesaya, Amos, Hosea dan lain-lain. Deutero Zakaria Menyusun nubuatannya dengan mengikuti susunan sebagai berikut: Sebelum hari Tuhan tiba, Tuhan akan menghukum bangsa-bangsa di sekitar Israel, yakni bangsa-bangsa yang pernah menindas umat Israel. Selanjutnya Tuhan akan memulihkan umat Israel (pasal 9, 10 : 3- 12).  Bukan hanya manusianya yang dipulihkan tapi tanah Israel juga turut  dipulihkan  (10:1-2). Sejak lama Tuhan sendiri membangkitkan dua jenis gembala namun kedua gembala itu gagal menggembalakan umat Tuhan (11: 4-16). Karena itu Tuhan sendiri yang akan bertindak sebagai gembala untuk membebaskan dan membaharui Yesusalem (12: 1-9). Sebelum Tuhan bertindak membebaskan dan membaharui Yerusalem, Tuhan mengirimkan Roh pengasihan dan roh permohonan kepada keluarga Daud dan penduduk Yerusalem agar mereka menyesal dan bertobat (12:10-14). Selanjutnya Tuhan akan menyingkirkan berhala-berhala dan nabi-nabi Palsu sebagai tanda bahwa Tuhan tidak menghendaki hal-hal tersebut ada dalam kehidupan umatnya (13: 1-9). Terakhir Tuhan akan memulihkan Yerusalem dan Tuhan sendiri akan menjadi raja atas Yerusalem (14: 1-20)

B. Penjelasan Teks (Zakaria 12 : 10 -14)

Secara khusus Prikop ini berbicara tentang penyesalan dan pertobatan umat Tuhan. Bahwa sebelum tiba hari Tuhan ada hal yang harus diperhatikan oleh umat yakni menyesal dan bertobat. 

Pada ayat 10 disebutkan bahwa Tuhan akan mencurahkan roh pengasihan dan roh permohonan ke atas keluarga Daud dan penduduk Yerusalem sehingga mereka mempunyai kemampuan untuk untuk menyesali dosa dan bertobat. Siapakah Keluarga Daud dan penduduk Yerusalem? Keluarga Daud yang dimaksudkan disini adalah orang-orang yang kembali dari pembuangan di Babel yang disebutkan dalam Kitab Esra 2 :1-70 dan Nehemia 7:6-73. Sedangkan penduduk Yerusalem adalah orang-orang non Yahudi yang diungsikan dan tinggal di Yerusalem ketika orang-orang Israel dibuang ke Babel. Para pengungsi yang berdiam di Yerusalem itulah yang menolak untuk membangun kembali tembok Yerusalem dan Bait Allah sebagaimana disebutkan dalam Esra 4 : 4 dan Nehemia 6 :1.

Pencurahan roh pengasihan dan roh permohonan itu membuat keluarga Daud dan penduduk Yerusalem memandang kepada dia yang tertikam sehingga mereka menangis dan meratap. Tangisan dan ratapan itu bukanlah tangisan dan ratapan yang biasa Karena itu ditegaskan bahwa bahwa mereka meratap seperti meratapi anak tunggal atau anak sulung. Istilah ‘anak tunggal’ dan ‘anak sulung’ secara simbolis di sini hendak mengambarkan bahwa ratapan dan tangisan itu  adalah sesuatu yang dilakukan secara mendalam dan sunguh-sungguh. Tangisan dan ratapan itu adalah tanda penyesalan yang serius tentang kesalahan dan dosa mereka. Penyesalan itu berasal dari isi hati yang paling dalam yang hanya bisa diketahui oleh Tuhan sang pemilik roh pengasinan dan roh Permohonan.

Persoalan muncul disini adalah siapa yang tertikam. Terhadap pertanyaan ini ada tiga golongan penafsiran. Golongan yang petama menduga bahwa ‘yang tertikam’ itu adalah orang-orang Yahudi yang tewas pada waktu pertempuran antara tentara Babel tentara Kerajaan Yehuda (masa sebelum pembuangan di Babel), maupun ketika raja Yunani yakni Alexander Agung menyerang Yerusalem pada tahun 332 SM (sesudah pembuangan di Babel). Belajar dari peristiwa-peristiwa itu, maka umat Yehuda (keluarga Daud) diingatkan untuk menyesal dan bertobat dari dosa-dosanya sehingga dikemudian hari mereka tidak mengalami nasib seperti itu.

Golongan yang kedua ini menunjuk kepada terjemaahn frasa: “kepada dia yang telah mereka tikam.  Alkitab terjemahan New King James Version (NKJV) menerjemahkan frasa ini dengan kalimat: then they will look on Me whom they pierced(maka mereka memandang kepadaKu yang mereka tikam). Terjemahan ini sejajar dengan teks Ibrani : וְהִבִּיטוּ אֵלַי אֵת אֲשֶׁר־דָּקָרוּ (webitu Elai et asher daqaru)yang berarti :  dan/lalu mereka memandang  kepada-Ku yang tertikam. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ‘yang tertikam’ itu adalah Dia yang mencurahkan roh pengasihan dan roh permohonan yakni Tuhan Allah. Yang menikam adalah keluarga Daud maupun penduduk Yerusalem secara khusus mereka yang masih menyembah berhala dan menjadi nabi-nabi palsu dan menubuatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Mereka akan dilenyapkan dan disingkirkan. Jumlah mereka disebut secara simbolis yakni duapertiga (lihat pasal 13: 8). Mereka menikam Tuhan Allah dengan cara mempertontonkan cara hidup mereka yang bertentangan dengan kehendak Tuhan Allah. Karena itu mereka menjadi musuh Allah. Mereka menikam Tuhan Allah secara tidak langsung dengan membunuh Zakaria yang adalah gembala umat Tuhan (13 : 7).

Kelompok ketiga dengan menganalisa hubungan teks ini dengan teks lain dalam alkitab. Mereka menemukan bahwa pada Yesaya 52: 1 – 53:12, disana ditemukan bahwa ‘yang tertikam’ itu adalah ‘hamba Tuhan yang menderita.’ Pada ayat 5 tertulis: “dia tertikam oleh pemberontakan kita, dia diremukan oleh pelanggaran kita. Karena itu mereka berpendapat bahwa apa yang dikemukakan oleh Zakaria sejajar dengan apa yang disebutkan Yesaya tentang hamba Tuhan yang menderita. Misteri itu semakin jelas ketika Yohanes berefleksi tentang Penyaliban Yesus, dia menegaskan bahwa peristiwa penikaman lambung Yesus (Yoh 19 : 37) adalah penggenapan terhadap apa yang dinubuatkan dalam Zakaria 12:10 : “Mereka akan memandang kepada Dia yang telah mereka tikam

Pada Ayat 11. Ratapan itu dibandingkan dengan ratapan di Hadad – Rimon di Lembah Megido, yakni sebuah ratapan penyembahan berhala yang dilakukan oleh orang Kanaan dan Babel seperti yang dilakukan untuk dewa Tamnus (band Yeh 8 : 14). Ratapan dan tangisan Israel (keluarga Daud) berbeda dengan ratapan dan tangisan penduduk Yerusalem. Israel meratap dan menangis sebagai sebuah cara untuk mengakui dosa-dosa dihadapan Tuhan, Allah mereka. sedangkan penduduk Yerusalem meratap seperti ratapan bagi Hadad – Rimon di Lembah Megido. Ratapan itu dipercayai sebagai sebuah cara untuk menghidupkan kembali dewa mereka yang telah meninggal.

Ayat 12 – 14. Disebutkan di sana bahwa ratapan itu terjadi di seluruh negeri. Ratapan itu dilaksanakan secara kolektif dalam dalam lima kelompok Pertama kelompok kaum keluarga keturunan Daud dan isteri-isteri mereka sendiri. Rupanya yang dimaksud adalah golongan bangsawan beserta keluarga dari isteri-isteri mereka. Kelompok kedua adalah Natan, maksudnya adalah kelompok para nabi beserta keluarga dari isteri-isteri mereka, kelompok ketiga adalah kelompok Lewi yakni kelompok para imam dan Ahli taurat bersama dengan keluarga dari isteri mereka, kelompok keempat adalah Simei yakni kelompok orang-orang yang bekerja di Bait Allah. Kelompok kelima adalah kaum keluarga yang terisisa yakni sisa-sisa Israel utara yang berserak dan tinggal di Yerusalem bersama keluarga isteri-isteri mereka.  Pengelompokan ini mau menunjukan bahwa penyesalan yang sungguh-sungguh dan mendalam tidak bisa dilakukan  secara personal atau pribadi tapi mesti dilakukan secara kolektif sehingga mereka yang mengaku dosa, menyesal dan bertobat  saling mendukung dan menopang satu dengan yang lainnya.  

Pokok-pokok refleksi

  1. Kesadaran akan dosa dan kemauan untuk bertobat hanya terjadi apabila Allah mencurahkan RohNya ke atas manusia. Roh Allah adalah tanda anugrah dari Allah. Seorang bapa gereja yakni Agustinus (354-430 M) berpendapat bahwa pertobatan sebagai Anugerah Allah, bukanlah hasil usaha manusia semata. Manusia tidak dapat berbalik kepada Allah tanpa campur tangan Ilahi. Pertobatan adalah tindakan Allah bukan semata-mata tindakan manusia, Manusia tidak dapat berinisiatif untuk berbalik kepada Allah Tetapi Allah sendirilah yang menarik manusia kepada-Nya. Pertobatan bukan inisiatif manusia tapi merupakan respons manusia terhadap anugerah Allah yang dinyatakan dalam Yesus Kristus.
  2. Pertobatan hanya akan berlangsung secara baik bila dilakukan secara sungguh-sungguh dan berlangsung secara kolektif dalam persekutuan umat manusia. Sebab dalam persekutuan itu akan memungkinkan orang percaya untuk saling menopang satu dengan yang lain sehingga mereka dapat menjalani proses pertobatan secara baik. Menurut Karl Barth, Pertobatan tidak dapat dipisahkan dari komunitas. Komunitas gereja, adalah tempat dimana pertobatan dihidupi. Komunitas gereja menjadi tempat dimana orang percaya saling menguatkan untuk menjalani proses pertobatan itu. Lebih lanjut dikatakan bahwa pertobatan itu berlanggsung seumur hidup artinya Pertobatan bukanlah peristiwa sekali jadi, Pertobatan sebagai proses berkelanjutan sepanjang hidup orang Kristen. Pertobatan melibatkan pengakuan dosa yang terus-menerus, penyesalan, dan komitmen untuk mengikuti Kristus.
  3. Yesus Kristus adalah hamba Tuhan yang menderita di atas kayu salib. Di Golgota lambung Yesus ditikam dan segera mengalir keluar darah dan air. Penikaman lambung Yesus bukan sekadar peristiwa sejarah, tetapi juga adalah simbol dari dosa manusia yang telah menusuk hati Allah. Air dan darah adalah tanda bahwa Allah mengasihi manusia karena itu Allah mau menghapus dosa manusia. Memandang pada dia yang tertikam mengingatkan dua hal. Pertama  mengingatkan bahwa manusia menerima pengampunan dari Allah dan yang kedua mengingatkan bahwa manusia mesti menyesal dan mengaku dosa-dosanya yang menjadi penyebab Yesus mengalami penderitaan itu. Pengakuan dosa mesti dilanjutkan dengan kemauan untuk bertobat. Karl Barth berpendapat bahwa Yesus Kristus adalah pusat dari segala sesuatu, termasuk pertobatan. Pertobatan sejati hanya dimungkinkan melalui iman kepada Yesus Kristus. Karena itu Pertobatan berarti berbalik dari dosa dan berpaling kepada Kristus dan mengakui-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat.
  4. Salah satu bukti Pengakuan kita akan Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat adalah bersaksi tentang dia sebagaimana yang dilakuka para penginjil, termasuk rasul Yohanes.  Pemberitaan tentang Yesus Kristus sebaiknya tidak dilakukan secara verbal saja tapi alangkah lebih baik jika dinyatakan dalam bentuk aksi. Almarhum Benyamin Fobia, mantan Ketua Majelis Sinode GMIT pernah berungkap. “Pemberitaan kita bukanlah dengan kata-kata yang bertindak tapi melalui tindakan yang berkata-kata” Maksudnya janganlah memberitakan Kristus dengan cara omong-omong saja tentang Kristus dengan harapan orang percaya dan mengikuti Kristus, tapi biarlah perbuatan kita yang berbicara tentang siapa Yesus Kristus dan orang melihat perbuatan kita lalu dia sendiri mengamil keputusan untuk percaya dan mengikut Yesus. Karena itu jika ingin memberitakan Yesus yang mengasihi maka mengasihilah seperti Yesus mengasihimu, jika ingin memberitakan Yesus yang mengampuni maka mengampunilah seperti Yesus mengampunimu, Jika ingin memberitakan Yesus yang melayani maka layanilah seperti Yesus melayani mu.

D. Pertanyaan untuk diskusi:

  1. Mengaku dosa dan bertobat adalah sesuatu yang penting dalam kehidupan orang percaya. Tapi dalam banyak hal orang sulit sekali untuk melakukan hal itu. Dalam pengalaman kita sehari-hari hal-hal apa saja yang dapat membuat kita sulit untuk  mengaku dosa dan   bertobat ?  Bagaimana cara mengatasi kesulitan itu.
  2. Bersaksi tentang Kristus adalah salah satu bentuk respon kita terhadap anugrah pengampunan dari Allah. Sebutkan sejumlah hal yang membuat kita sulit untuk bisa bersaksi tentang Yesus yang menderita demi pengampunan yang sempurna atas dosa-dosa kita. Bagaiman caranaya  mengatasi kesulitan itu ?

E. Catatan penutup. Marilah kita memandang pada Dia yang lambungnya tertikam di atas kayau salib sehingga kita bersedia mengaku dosa-dosa kita, siap hidup dalam pertobatan serta menikmati anugrah pengampunan dari Allah lalu menyatakan Syukur kita dengan siap menjadi saksi Kristus bagi sesame kita. Amin 


 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *