GMIT Mengutamakan Misi Kemanusiaan Bagi Penyintas Letusan Gunung Lewotobi

Larantuka-Flores Timur, www.sinodegmit.or.id., “GMIT hadir untuk misi kemanusiaan dengan bantuan material, spiritual dan emosional untuk pemulihan masyarakat yang terdampak, tidak hanya bagi warga GMIT tetapi bagi seluruh masyarakat.” Demikian disampaikan Wakil Ketua Sinode GMIT, Pdt. Saneb Y. Ena Blegur saat menyerahkan bantuan di Pos Komando (Posko) Utama di Konga, Kecamatan Titehena, Flores Timur pada Senin (11/11).

Ia menambahkan bahwa Sinode GMIT sedang mempersiapkan dukungan spiritual untuk pemulihan para penyintas bencana melalui Layanan Psikososial Awal (LPA).

Bantuan material yang diserahkan berupa pakaian, seragam, makanan, perlengkapan mandi, masker, pampers dan pembalut wanita, minyak, kertas nasi, sepatu dan sandal. Sedangkan uang tunai sebesar Rp. 10.000.000,- ditransfer ke Rekening Pos Terpadu Ebenhaezer Larantuka dan Rp. 5.000.000,- ke Pos Terpadu Kalvary Maumere, dan akan diatur oleh Tim Satgas untuk memenuhi kebutuhan lain dari para pengungsi.  

Koordinator dan Penanggung Jawab Lapangan di Posko Konga, Achmad R. Duli menyampaikan terima kasih atas bantuan tersebut.

“Kami mengucapkan terima kasih kepada Majelis Sinode GMIT atas bantuan ini, salam penuh kasih dan hormat kami untuk seluruh jemaat dan pihak-pihak yang memberi bantuan,” kata Achmad.

Selanjutnya Majelis Sinode GMIT bersama tim mengunjungi rumah-rumah pengungsian, memberikan penguatan dan mendoakan mereka.

“Kami masih berada di sini selama 1 minggu. Esok kami akan mengunjungi lokasi pengungsian di Pos Terpadu Kalvari Maumere. Selanjutnya mengadakan pelatihan penguatan kapasitas bagi Satgas di Pos Terpadu Ebenhaezer Larantuka,” kata Pdt. Adi Amtaran, Ketua Tim Tanggap Bencana Sinode GMIT untuk Bencana Erupsi Gunung Lewotobi.

Kunjungan hari ini dilanjutkan ke Mata Jemaat Imanuel Boru, lokasi yang paling terdampak. Terlihat pemukiman warga yang tertutup pasir dan abu vulkanik. Atap bangunan rumah dan sekolah berlubang akibat serpihan lahar. Kebun kopi, kakao, kelapa, pisang dan sawah serta hutan terlihat seperti terbakar.  Tanah juga tertutup abu vulkanik dan pasir yang turun tiada henti. Terdengar lolongan anjing yang lapar karena ditinggalkan oleh pemiliknya yang sedang mengungsi. Wilayah Desa Boru, Kecamatan Wulanggitang terlihat seperti kota mati.

Dampak erupsi Gunung Lewotobi yang masih berlangsung mengakibatkan jumlah pengungsi semakin meningkat, dan telah mencapai angka 12.288 orang. Jumlah ini masih akan terus bertambah sebab Tim SAR Gabungan masih terus melakukan operasi, mencari para korban yang tersebar di beberapa daerah. Diantara para pengungsi terdapat 2 warga disabilitas.

Bagi anak-anak sekolah penyintas bencana, Pengawas Pendidikan Dasar dan Menengah, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) telah menyiapkan sekolah lapangan agar mereka tidak ketinggalan pelajaran selama masih ada di lokasi pengungsian.

Khususnya warga GMIT yang terdampak bencana, ada 7 kepala keluarga yang mengungsi ke Konga, mereka menumpang di rumah Bapak Yustus Hili, dekat dengan Posko Utama. Mereka berada dalam kondisi yang aman, tetapi membutuhkan tempat untuk beribadah.

“Kami membutuhkan sebuah tenda kecil untuk bisa berkumpul dan beribadah. Kami rindu rumah dan gereja kami, jika gunung tidak meletus, tentu kami tidak ke sini,” ucap Barnabas Nenohai (61) salah satu penyintas, sambil meneteskan air mata.

Ia juga menyampaikan beberapa kebutuhan yang masih kurang yakni air bersih, makanan, ember mandi, sarung, matras, pembalut wanita, sandal, pampers, kertas nasi, dan sendok plastik.

Beberapa orang tua juga membutuhkan dana untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka yang sedang kuliah. Sejak bencana terjadi, mereka kehilangan pekerjaan mereka sebagai petani.  

Diinformasikan bahwa ada 2 Posko utama yakni Lewolaga dan Konga, dan 4 posko pembantu yakni Bokang, Lewoingu, Wolo dan Hikong. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *