Flores Timur, www.sinodegmit.or.id., Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, NTT meletus pada Senin (04/11) dini hari. Sedikitnya 9 orang meninggal dunia, 1 orang dalam kondisi kristis dan puluhan lainnya luka-luka, serta sejumlah bangunan terbakar akibat hujan api letusan.
Seorang biarawati Suster Nikolin Katharina Pajo merupakan salah satu korban yang meninggal dunia akibat erupsi gunung tersebut (https://news.detik.com/berita/d-7622800/update-data-korban-erupsi-gunung-lewotobi-9-orang-tewas-1-kritis).
Selain itu, abu vulkanik yang dihasilkan dari letusan ini menyebar luas ke daerah sekitar, mengganggu kesehatan pernapasan warga, mencemari sumber air bersih, dan merusak lahan pertanian serta ternak yang menjadi sumber kehidupan utama bagi masyarakat Flores Timur.
Salah satu Jemaat GMIT yang terdampak dari letusan ini ialah Mata Jemaat Imanuel Boru dari Jemaat Ebenhaezer Larantuka, dengan jumlah jiwa 101 orang dari 28 kk.
Wakil Ketua Majelis Jemaat, Barnabas Nenohai (60) memberi informasi bahwa seluruh Jemaat sudah mengungsi ke tempat yang aman.
“Jemaat Kita sudah mengungsi karena ada peningkatan aktivitas yakni status siaga 4. Jemaat mengungsi di 3 titik pengungsian dan dalam kondisi yang aman. Namun dampak paling terasa sekarang adalah debu vulkanik yang terasa hangat, dan mengenai atap pastori Imanuel Boru sehingga berlubang,” kata Barnabas.
Wakil Ketua Majelis Sinode GMIT, Pdt. Saneb Y. Ena Blegur, menyampaikan turut duka dan berbelas kasih untuk musibah tersebut.
“Menyikapi situasi darurat ini, GMIT menyatakan rasa duka yang mendalam serta berbelas kasih atas bencana erupsi Gunung Lewotobi yang menimpa saudara-saudari kita di Flores Timur, khususnya mata Jemaat Betel Boru jemaat Ebenhaezer Larantuka dan masyarakat sekitar. Erupsi ini membawa dampak yang besar bagi kehidupan dan keamanan mereka, serta menambah beban di tengah-tengah tantangan yang dihadapi masyarakat. Sebagai tubuh Kristus, GMIT merasakan penderitaan ini dan bersolidaritas dengan mereka yang terdampak, “kata Pdt. Saneb.
Ia juga mengajak seluruh Jemaat untuk memahami bahwa dalam setiap bencana, Tuhan selalu hadir bersama umat-Nya. Erupsi ini mengingatkan kita semua akan panggilan untuk saling mendukung dalam kasih dan iman yang teguh.
”Mari kita terus berdoa dan bertindak bersama, memohon agar damai sejahtera dan perlindungan Tuhan selalu menyertai kita,” lanjut Pdt. Saneb.
Sebagai respons, GMIT mendorong seluruh Jemaat untuk bersatu dalam doa, memohon agar Tuhan melindungi, memberi kekuatan, dan ketabahan bagi saudara-saudari kita. Doa kita adalah agar Tuhan menjaga setiap keluarga yang terancam oleh erupsi, serta memberi kekuatan kepada mereka yang bekerja di garis depan, baik tenaga penyelamat maupun relawan yang membantu di lapangan.
Selain itu, GMIT berkomitmen untuk terlibat aktif dalam misi kemanusiaan dengan membentuk tim tanggap darurat erupsi gung berapi Lewotobi untuk menjajaki langkah-langkah konkrit dalam memberikan dukungan, baik melalui bantuan langsung maupun dukungan emosional dan spiritual untuk pemulihan masyarakat yang terdampak.
“Kami sangat berharap topangan dari berbagai pihak untuk tanggap darurat bahkan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana,” himbau Pdt. Adi Amtaran, Ketua Sebagai ketua Badan Pengurangan Risiko Bencana (BPRB) Sindoe GMIT.
GMIT membuka 3 pos tanggap darurat bencana erupsi gunung Lewotobi Laki-laki yakni di Gereja Ebenhaezer Larantuka, Gereja Kalvari Maumere dan Kantor Sinode GMIT. ***