Hidup Dengan Rasa Cukup (1 Timotius 6:2b-12)-Pdt. Melkisedek Sni’ut

Dalam satu potongan video yang beredar di Tiktok dengan nama akun Kequotanku, dokter Tirta bilang begini, “Jadi kalau ditanya saya suka apa? Suka saya pasti uang. Karena terbukti dengan uang banyak itu separuh masalah kehidupan selesai. Separuh masalah kehidupan itu harus diakui karena uang. Cuman masalahnya mayoritas warga dan anak muda Indonesia tidak mau mengakui itu. Mereka menganggap bahwa uang banyak belum tentu bahagia. Padahal kamu kan belum pernah pegang uang banyak. Makanya kamu gak tahu bahagianya kayak apa. Bahagianya orang yang punya uang banyak itu bukan karena nggak punya uang. Karena dia bingung uangnya mau dihabisin buat apa. Uang banyak itu belum tentu bahagia. Iya, betul. Karena uangnya bertambah terus di saldo, nilai uang itu tiap tahun akan menurun karena inflasi 5 persen per tahun. Jadi kalau dia punya uang banyak dan dia nggaktahu buat apa, dia sedih dan stress. Artinya uang itu harus diputar. Kalau sekarang tuh hampir semua tentang uang. Makanya saya mau nggak mau ya harus terima nasib bahwa kita tuh cari uang. Memang cari uang. Dan itu yang mau nggakmau harus kita sukain.”

Sampai hari Kamis, 17 Oktober 2024,  sewaktu khotbah ini ditulis, video tersebut memiliki lebih dari lima puluh tujuh ribu tanda disukai, dua ribu sembilan puluh satu komentar, lebih dari sepuluh ribu tanda video favorit dan sembilan ribu tujuh ratus tujuh puluh kali dibagikan. Ketika saya melihat kolom komentar, hampir semuanya mendukung perkataan dokter Tirta ini. Berikut, saya mengutip tiga komentar di antaranya.

Ada yang berkomentar, “gw banget woii. Akhirnya terwakilkan dr tirta, gw suka uang, gw gak munafik, tp gw realistis! Titik. Yang lain berkomentar, “nggak separoh kayaknya. 90% kelar masalah.” Tapi ada juga yang bertanya, “apakah uang juga bisa membeli ketenangan?” Lalu ada yang menjawab, “bisa menurutku. Bisa ke rumah Allah berdoa di sana, insya Allah tenang. Yang lain lagi menjawab, “karena haji furoda butuh uang, umrah butuh uang, jalan2 butuh uang, sedekah butuh uang, bangun masjid butuh uang, usaha butuh uang.”

Saya menduga pernyataan dokter Tirta ini disetujui juga oleh banyak orang Kristen. Tetapi apakah ketika sebuah pernyataan itu populer maka sudah pasti benar? Dengan kata lain, apakah ketika semua orang sepakat tentang sesuatu maka itulah kebenaran yang mesti diterima?

Kalau mengaku orang Kristen maka jawabannya tidak! Sebab ketika Pilatus memberikan pilihan kepada orang-orang Yahudi untuk membebaskan Yesus atau Barabas, mereka dengan suara bulat memilih untuk membebaskan Barabas, si penjahat kelas kakap, dan menyalibkan Yesus (Luk. 23:13-25). Jadi pendapat yang populer dan didukung oleh semua orang tidak selalu benar.

Pernyataan dokter Tirta yang dikutip di atas tidak bisa dilepaskan dari latar belakangnya sebagai orang Islam, yang mulai dari ibadah harian sampai naik haji, semua butuh uang. Orang Islam ketika mau sholat mesti memakai pakaian sholat. Kaum laki-laki pakai sarung, peci dan baju koko. Sedangkan kaum perempuan memakai mukena. Sholatnya pun di atas sajadah. Itu semua dibeli dengan uang. Apalagi kalau ibadah haji ke Mekkah. Pasti butuh uang puluhan juta Rupiah.

Ini tentu berbeda sekali dengan orang Kristen yang pergi ke gereja bisa dengan pakaian sesukanya. Juga tidak ada kewajiban bagi orang Kristen untuk pergi beribadah di tempat tertentu karena Tuhan ada di mana pun sehingga bisa menjawab doa dari mana pun. Dan yang pasti dokter Tirta tidak pernah membaca 1 Timotius 6:2b-12. Atau kalaupun dia pernah membacanya, saya yakin dia tidak setuju dan tidak mengimaninya.

Tetapi bagi orang Kristen nas ini memberikan pelajaran yang sangat penting. Ada lima hal yang dapat dilihat dari nas ini. Pertama,tidak semua ajaran atau kata-kata bijak adalah perkataan yang sehat yang sesuai dengan ajaran Yesus Kristus (ayat 2b-3). Yang manis tidak selalu madu atau gula. Bisa saja pemanis buatan. Ikan yang terlihat segar tidak selalu karena baru saja ditangkap. Bisa saja karena diberi formalin. Jadi tidak semua yang terlihat manis dan segar itu sehat. Sebab bisa saja itu adalah racun yang menggerogoti kehidupan dari dalam.

Salah satu perkataan yang populer dan terlihat sebagai kebenaran adalah apa yang dokter Tirta kemukakan dalam kutipan di atas. Terlihat realistis tetapi sebenarnya tidak sesuai dengan ajaran Kristus. Lalu yang sesuai ajaran Kristus itu yang bagaimana? Sabar. Itu ada di poin keempat. Kita dalami dulu poin-poin yang ada sesuai urut-urutan dalam nas ini.

Kedua,ada orang yang berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa sehingga menyebabkan pertengkaran dan konflik (ayat 4-5). Ini bisa ditemukan dalam percakapan sehari-hari di rumah, tempat kerja, sekolah, pasar, gereja, tempat nongkrongdan sebagainya. Tetapi hal ini juga bisa ditemukan dalam pertemuan-pertemuan, rapat-rapat maupun persidangan-persidangan.

Ketika ada kesempatan berdiskusi, bukannya omong pokok-pokok tetapi pokoknya omong. Sekalipun omongannya tidak berisi, namun selalu minta kesempatan bicara. Ketika waktu bicaranya dibatasi malah justru marah. Saya sering punya pengalaman seperti ini dalam rapat-rapat dan sidang-sidang gereja. Gereja dan orang Kristen mesti bertobat dari kebiasaan-kebiasaan ini.

Sebab ternyata Paulus menunjukkan bahwa sifat suka bersilat kata itu penyakit. Jadi orang yang suka memprovokasi atau cari-cari masalah dengan kata-katanya, sebenarnya jiwanya sedang sakit.

Ada pepatah Italia yang berbunyi, “Lidah memang tak bertulang, tetapi dapat mematahkan tulang.” Artinya, penganiayaan dan bahkan pembunuhan dapat dipicu oleh kata-kata yang diucapkan lidah. Karena itu lidah dan kata-kata mesti dijaga.

Kalau orang Indonesia pepatahnya berbunyi, “Mulutmu harimaumu.” Artinya berhati-hatilah dengan kata-kata yang keluar dari mulut kita karena dapat membuat diri sendiri menjadi korban. Bahkan di zaman Medsos saat ini, pepatahnya sudah berkembang menjadi, “Jarimu harimaumu”. Apa yang diketik di Medsos dengan maksud mencurahkan isi hati, mengomentari sesuatu ataupun menunjukkan pandangan dan pendapat, akan meninggalkan jejak digital yang di kemudian hari dapat menjadi boomerang bagi diri sendiri. Untuk itu bicaralah secukupnya. Gunakanlah kata-kata dengan begitu rupa sehingga membangun diri dan orang lain, bukan meruntuhkannya.

Ketiga,ibadah yang disertai rasa cukup membawa keuntungan besar (ayat 6). Ibadah yang dimaksud di sini meliputi ibadah liturgis dan ibadah karya. Orang Kristen tidak boleh hanya mementingkan ibadah liturgis dan mengabaikan ibadah karya. Sebaliknya, orang Kristen juga tidak boleh hanya mementingkan ibadah karya sampai mengabaikan ibadah liturgis. Beribadahlah dalam ibadah liturgis dengan secukupnya. Tetapi juga beribadahlah dalam ibadah karya dengan secukupnya. Sebab dengan demikian, kita akan disebut sebagai orang-orang yang beruntung.

Keempat,biasakanlah mencukupkan diri dengan apa yang dimiliki sebab hanya dengan demikian maka kebahagiaan akan dapat diraih (ayat 7-10). Salah satu permintaan yang Yesus ajarkan dalam doa Bapa Kami yaitu, “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.” (Mat. 6:11). Artinya, kita diajarkan supaya meminta sesuai kebutuhan. Tidak lebih, tetapi juga tidak kurang.

Dalam perumpamaan tentang talenta, Yesus juga menunjukkan bahwa jumlah uang yang diberikan kepada tiap-tiap orang itu berbeda-beda. Ada yang mendapat lima talenta, ada yang dua talenta dan ada juga yang hanya mendapat satu talenta (Mat. 25:15). Tugas dari tiap-tiap orang adalah mengusahakan uang sesuai kemampuannya untuk kemudian dikembalikan bersama bunganya kepada pemilik uang.

Orang yang mendapat dua talenta tidak boleh menjadikan saudaranya yang memperoleh lima talenta sebagai obsesi supaya jumlah uangnya sama. Sebab ketika jumlah uang dari orang yang mempunyai dua talenta sudah menjadi lima talenta, maka yang mendapat lima talenta telah mempunyai lebih dari sepuluh talenta. Dengan demikian sampai kapan pun jumlah uang yang dititipkan kepada mereka tidak akan pernah sama. Hal ini pun berlaku untuk orang yang mendapatkan uang satu talenta. Jadi setiap orang mendapatkan uang dengan jumlah yang sesuai dengan kemampuannya.

Hal ini berlaku sepanjang zaman, termasuk bagi kita pada masa kini. Ada orang yang hanya punya kemampuan mengelola uang satu juta setiap bulan. Ada yang lima juta, sepuluh juta, lima puluh juta, seratus juta, bahkan lebih setiap bulannya. Bagi orang yang hanya di-kasikemampuan mengelola satu juta setiap bulan, jangan membandingkan diri dengan orang yang di-kasikemampuan mengelola sepuluh juta setiap bulan. Begitu juga, orang yang di­-kasikemampuan mengelola uang sepuluh juta setiap bulan, tidak boleh membandingkan diri dengan orang yang di­-kasikemampuan mengelola seratus juta setiap bulan. Sebab jika demikian maka orang itu tidak akan pernah merasa bahagia. Dia selalu akan merasa kurang dan bahkan beranggapan bahwa Tuhan tidak adil.

Karena itu yang mesti dilakukan adalah kenali talenta kita, lalu rencanakan, gunakan dan ajaklah orang lain untuk bersama-sama ikut menikmatinya. Jangan lupa untuk berdoa dengan sungguh-sungguh. Sebab dengan demikian maka baik yang memiliki uang satu juta, lima juta, sepuluh juta, lima puluh juta maupun seratus juta dalam sebulan, semuanya akan memiliki kebahagiaan yang sama.

Uang seumpama alat musik petik. Ada jukyang hanya punya empat dawai. Ada gitar yang punya enam dawai. Ada sasando yang punya dua belas dawai, dan sebagainya. Orang yang mahir bermain jukbelum tentu mahir bermain gitar atau sasando. Orang yang mahir bermain gitar belum tentu mahir bermain jukatau sasando. Begitu juga, orang yang mahir bermain sasando, belum tentu mahir bermain jukatau gitar. Sebab cara menyetel dawai dan teknik memainkannya berbeda-beda.

Untuk bermain gitar misalnya, pertama-tama dawainya mesti disetel dengan nada yang selaras satu sama lainnya. Selain itu pemain mesti mahir memainkannya. Semakin mahir seseorang maka irama musik yang dimainkan akan semakin indah. Karenanya orang-orang di sekitar pun akan tergerak untuk ikut bernyanyi meskipun suaranya jelek. Bahkan ketika salah satu dawai putus pun pemain gitar yang mahir akan tetap memainkan musik yang indah. Tetapi apabila tidak mahir, maka meskipun tiga gitar dimainkan sekaligus, iramanya akan tetap monoton atau bahkan sumbang.

Begitu pula dengan uang. Orang yang punya talenta mengelola uang sepuluh juta akan kesulitan ketika disuruh mengelola uang satu juta tetapi juga uang seratus juta setiap bulan. Jadi tiap-tiap orang mesti mencukupkan diri dengan jumlah uang yang mampu dia kelola. Sebab jika tidak demikian maka hal itu hanya akan membawa kesusahan bagi diri sendiri, keluarga dan orang lain.

Salah satu contoh terkait hal ini dialami oleh saudara-saudara kita petani rumput laut di Semau dan Rote. Tahun 2023 mereka menerima uang ganti rugi puluhan sampai ratusan juta Rupiah per orang dari pemilik perusahaan minyak Montara yang tumpah beberapa tahun lalu sehingga merusak rumput laut. Tetapi karena tidak terbiasa mengelola uang yang banyak, akhirnya ketika uangnya habis, kehidupan mereka tidak banyak berubah.

Untuk mengelola uang butuh keterampilan. Pertama-tama keterampilan menyetel/merencanakan keuangan. Selain itu juga keterampilan memainkan/mengelola keuangan. Apabila dua keterampilan ini dimiliki maka sekalipun pada suatu ketika uangnya berkurang sedikit dari yang seharusnya dia kelola, orang-orang akan tetap senang berada di sekitarnya untuk ikut menikmatinya hasilnya.

Kelima,jadikanlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran, kelembutan dan hidup kekal sebagai tujuan hidup (ayat 11-12). Hal ini penting untuk selalu diingat. Kata-kata, uang dan berbagai kebutuhan di dunia ini tidak boleh sekali-kali dijadikan tujuan hidup. Kata-kata itu salah satu alat dalam berkomunikasi. Uang adalah salah satu alat untuk bertransaksi. Semuanya hanya alat, bukan tujuan. Sebab yang mesti menjadi tujuan hidup orang Kristen adalah hal-hal yang bersifat karakter moral dan spiritual. Jika hal-hal ini mampu diwujudkan maka itu sudah cukup. Tuhan menolong dan memberkati kita. Amin. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *