Kami Butuh Dukungan untuk Pulih

Larantuka-Flores Timur, www.sinodegmit.or.id., Dengan wajah lesu dan berlinang air mata, Mateus Lado Niron (56), warga Desa Hokeng Jaya, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, pada Selasa (12/11) pagi, duduk di depan tenda pengungsian sambil memandang Gunung Lewotobi Laki-laki yang terus erupsi. Sejak 3 November 2024 lalu, warga dari desa-desa sekitar gunung mengungsi akibat hujan pasir, abu vulkanik dan serpihan kerikil yang turun tiada henti.

Muntahan abu terlihat kelabu dengan intensitas tebal, naik tinggi kurang lebih 4000 meter (4km) di atas puncak, tertiup angin ke arah barat, barat laut dan barat daya. Gunung dengan ketinggian 1.584 mdpl itu telah memuntahkan lahar panas lebih dari 900 kali sepanjang tahun 2024.

Tatapan Mateus nampak kosong. Ingatan membawanya pada kampung yang mereka tinggalkan, pada rumah, sekolah dan gereja dengan atap yang berlubang akibat hantaman batu pijar. Pada kebun kopi, kemiri, kakao, nanas, pisang, kelapa dan sawah yang kini tertutup abu vulkanik dan pasir setebal 30cm.

“Kebun-kebun kami tidak sempat dipanen,” ucapnya dengan lirih dan terhenti beberapa saat. “Selama ini kami dimanjakan oleh alam yang sangat potensial, kami tidak menduga akan mengalami bencana yang dahsyat ini,” lanjut Mateus.

Pada malam itu, suara gemuruh yang kuat membangunkannya pada tengah malam, di saat semua orang terlelap. Dalam keadaan tidak siap, ia segera keluar dari rumah, menyerukan semua orang untuk mengungsi. Sebagai RT dan Ketua Lingkungan Paroki Hoking Jaya, ia harus memastikan warganya bisa terselamatkan. Mereka segera meninggalkan kampung pada malam gelap itu.

“Bapa dan mama saja yang naik motor. Kami berdua masih kuat untuk berlari,” kata anaknya yang sulung.  Di antara warga yang berlari malam itu, ada juga lansia, 2 orang ibu hamil dan balita. Ketika sudah agak menjauh, sesekali mereka berhenti mengibaskan rambut dari pasir dan abu vulkanik yang panas. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan sampai tempat yang aman hingga dijemput ke lokasi pengungsian.

Mateus Lado Niron merupakan salah satu dari 209 warga asal Desa Hokeng Jaya dan Padang Pasir yang mengungsi di SD Inpres Bokang, Desa Bokang Wolomatang, Kecamatan Titehena. Mereka menggunakan 7 ruangan untuk menginap dan 2 tenda belajar bagi anak-anak. Mereka tidur di lantai beralaskan tikar, berdesakan, dengan cuaca yang panas. Sekarang mereka terserang berbagai penyakit seperti diare, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), sakit kepala, gatal pada kulit, dan penyakit lainnya.

“Memang tidak mudah menjadi pengungsi. Tingkat kepanikan kami sangat tinggi, sebab bunyi gemuruh letusan gunung belum berhenti, dan api di puncak belum padam,” ucapnya.

Pemerintah berencana untuk relokasi warga penyintas letusan gunung Lewotobi Laki-laki, dengan membangun 2.700 rumah di lahan seluas 50 hektar. Kementrian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan TNI/Polri masih melakukan pendataan warga yang terdampak bencana. Sementara itu, para penyintas membutuhkan dana untuk membiayai anak-anak mereka yang sedang kuliah, membayar hutang mereka pada Bank dan lembaga keuangan lainnya, membutuhkan tempat yang layak agar anak-anak mereka melanjutkan pendidikan.

“Tuhan masih sayang pada kami dan kami selamat. Kami akui bahwa sulit bagi kami untuk membangun kehidupan yang baru, sebab kami mulai dari nol! Kami butuh dukungan moral untuk pulih dari luka batin, terutama anak-anak kami yang tidak pernah membayangkan akan mengalami penderitaan seperti ini,” ucap Mateus terbata-bata.

Jumlah pengungsi erupsi Gunung Lewotobi mencapai 13.116 jiwa (data per 13/11). Mereka membutuhkan dukungan spiritual dan emosional untuk pulih keadaan yang sulit ini, tidak hanya sekedar kebutuhan pokok.

“Kami sangat senang dengan kehadiran Ibu dan teman-teman dari Sinode GMIT. Ada perhatian dan dukungan bagi kami.” Kata Mateus kepada Pdt. Adi Amtaran bersama Tim Tanggap Darurat Bencana Sinode GMIT.

Ungkapan syukur pada Tuhan juga terucap melalui ibu Isterina D.N. Manafe (60), salah satu anggota Mata Jemaat GMIT Imanuel Boru.

“Dalam penderitaan ini, kami merasa ada tangan Tuhan yang terulur menolong kami melalui kehadiran Bapa/Mama Pendeta, menghibur dan mendoakan kami. Dalam badai yang besar Tuhan tidak meninggalkan kami,” kata Isterina.

Mari memberi bantuan dan doa bagi para penyintas erupsi gunung Lewotobi Laki-laki, agar mereka pulih dan membangun kehidupan yang lebih baik. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *