Berdasarkan data terbaru dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak yang dikelola oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), ribuan anak tercatat menjadi korban kekerasan di berbagai provinsi di Indonesia setiap tahunnya.
Terhitung sejak Januari hingga pertengahan Agustus 2024, jumlah korban kekerasan anak di Indonesia mencapai 15.267 anak. Berbagai jenis kekerasan yang dialami anak, seperti kekerasan fisik, psikis, seksual, eksploitasi, human trafficking, hingga penelantaran.
Bulan Oktober ditetapkan oleh Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) sebagai Bulan Keluarga. GMIT mengangkat metafora Gereja sebagai Keluarga Allah. Warga gereja adalah saudara dan saudari yang dipersatukan bukan oleh marga, suku, bahasa, sejarah, ideologi dan kebangsaan, melainkan oleh Allah. Sebagai keluarga Allah, gereja merupakan anak dari satu Bapa yang menerima semua anggota sebagai anak-anak-Nya yang sama dikasihi-Nya tanpa membedakan satu dengan yang lain. Semua warga gereja merupakan satu keluarga Allah, dengan maksud untuk menekankan karakter persaudaraan yang intim, personal dan akrab antara sesama warganya.
Di dalam gereja perlu menghargai hubungan darah, marga, etnis dan sebagainya, namun persekutuan di dalam gereja tidak boleh didasarkan pada semuanya itu. Allah sang Bapa yang memanggil dan memutuskan, jadi bukan berarti bahwa kita secara pribadi memilih siapa saja yang menjadi anggota keluarga. Ia memanggil semua orang, baik Yahudi maupun non-Yahudi, laki-laki dan perempuan, besar-kecil, tuan-hamba, kaya dan miskin ke dalam keluarga.
Tema renungan di minggu pertama bulan keluarga adalah Keluarga Allah, Keluarga yang Melindungi Anak.
Rancangan Allah yang terlihat dalam Keluaran 2:1-10, bagitu rumit untuk dipahami dan diterima, sebab kondisi yang dialami oleh bangsa Israel sebagai umat pilihan Allah sangat memprihatinkan. Mulai dari perbudakan, penyiksaan hingga pembunuhan. Melalui proses yang rumit bagi akal manusia, namun tanggan Allah bekerja melalui jalan yang rumit ini sehingga memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan di Mesir.
Kitab Keluaran berisi rentetan peristiwa bangsa Israel keluar dari Mesir hingga tanah Kanaan. Kitab ini berpusat pada dua peristiwa penting, yaitu pembebasan orang Israel dari perbudakan di Mesir melalui karya penyelamatan Allah (Kel. 1-18) dan pengukuhan diri Allah sebagai Tuhan atas bangsa Israel melalui perjanjian di Gunung Sinai (Kel. 19-40). Kedua peristiwa penting ini melukiskan inti keseluruhan kitab Keluaran.
Kita dapat membagi cerita ini dalam beberapa bagian:
Pertama, Musa diperkenalkan sebagai seorang yang lahir dari keluarga bersuku Lewi. Seorang pria Lewi yang menikahi puteri Lewi. Menurut Keluaran 6:18-20, identitas perempuan Lewi tersebut dikatakan memang sebagai puteri Lewi. Ibu Musa bernama Yokhebed. Dalam sejarah suku Lewi dikenal sebagai suku imam di tengah-tengah suku Israel lainnya. Beberapa orang beranggapan bahwa nama Lewi menunjukkan pada pekerjaan, bukan satu suku. Namun nama ini bukan sekedar dihubungkan dalam status kehormatan tetapi sebuah identitas kelahiran (Kejadian 19:34). Suku ini dipilih sebagai imam yaitu karena kesetiaan mereka (Kel. 32). Musa merupakan anak yang lahir dalam sebuah keluarga yang memiliki latarbelakang imam.
Kedua, Musa dibuang di sungai Nil (ay. 2-4). Tuhan merancang suatu proses untuk mempersiapkan Musa sebagai seorang pemimpin yang membawa bangsa Israel keluar dari tanah perbudakan di Mesir. Tuhan menggunakan cara-Nya untuk memilihara, mengendalikan, membimbing, mengarahkan dan mengerjakan segala sesuatu untuk kebaikan umat-Nya. Yokhebed melahirkan seorang putra di tengah-tengah perintah Firaun untuk membunuh setiap anak laki-laki yang lahir dari keluarga orang-orang Ibrani. Anak itu memiliki paras yang baik, terjemahan LAI mengatakan “anak itu cantik”. Dalam bahasa Ibrani diterjemahkan “baik” dalam arti melihat sesuatu yang baik. Kata ini merujuk pada kondisi fisik anak tersebut yang sehat dan normal. Yokhebed berusaha supaya anak itu dapat dilindungi, selamat dari tentara-tentara Mesir, dengan menyembunyikan anaknya selama tiga bulan lamanya.
Dasar dari keberanian mereka untuk menyembunyikan Musa karena kasih sayang sebagai orang tua. Kasih sayang membuat orang tua melindungi anak. Namun Tuhan juga memiliki rancangan yang lain dari apa yang mereka harapkan, sehingga pada perjalanannya mereka hanya dapat menyembunyikan Musa selama 3 bulan dan harus membuang Musa di sungai Nill, dengan harapan Musa tetap hidup. Harapan ini dibuktikan dalam tindakan yang mereka lakukan, yaitu meletakkan anak tersebut ke dalam peti padan yang di pangkalnya dengan gala-gala dan ter, sehingga anak tersebut tidak tenggelam melainkan tetap mengapung. Secara manusiawi tindakan itu sangatlah sulit untuk dilakukan. Namun, Tuhan mempunyai rancangan tersendiri untuk Musa. Merelakan untuk mendapatkan yang lebih berharga merupakan refleksi dari tindakan yang dilakukan oleh orang tua Musa, sebab pada akhirnya Musa tetap selamat bahkan mendapatkan kehidupan yang baik di istana Firaun.
Ketiga, Musa ditemukan oleh puteri Firaun (ay. 5-6). Rancangan Tuhan mulai terlihat jelas tentang penyelamatan Musa. Kedatangan puteri Firaun menambahkan ketegangan pada bagian ini. Terdapat beberapa adegan penting yaitu melihat, mengirim, mengambil, dan membuka peti atau kotak tersebut. Pada akhirnya puteri Firaun mendapatkan seorang anak laki-laki yang sedang menangis sehingga muncul belas kasih. Respon yang ditunjukkan oleh puteri Firaun ketika menyadari bahwa anak tersebut adalah anak orang Ibrani berbanding terbalik dengan ayahnya yang mengiktiarkan semua bayi laki-laki orang Ibrani dibunuh. Penyelamatan yang puteri Firaun lakukan disebabkan oleh kelembutan hatinya dan belaskasihannya yang tinggi, yang berbanding terbalik dengan kebrutalan ayahnya. Jelas bahwa ini bagian dari rancangan Allah dengan menyediakan seorang penolong yang baik hati dari keluarga kerajaan Mesir.
Keempat, jaminan yang diberikan kepada Musa (ay. 7-9). Tuhan telah merancang sedemikian rupa setiap adegan-adegan yang akan terjadi pada Musa. Setelah Musa ditemukan oleh puteri Firaun yang baik hati, kini Musa disediakan seorang inang penyusu untuk merawat Musa. Tuhan bekerja melalui saudara perempuan Musa yang bernama Miriam dalam menyelamatkan Musa. Dengan keberaniaannya, ia menawarkan diri untuk mencari seorang inang penyusu bagi Musa. Sehingga Musa mendapatkan perawatan yang baik dari inang penyusu. Anak tersebut dikembalikan kepada ibunya sendiri untuk merawat anak tersebut sebagai seorang upahan. Di sini kemungkinan anak tersebut diajari untuk mengenal Tuhan dan nenek moyangnya. Dapat dikatakan bahwa ibunyalah yang memberitahukan kepada Musa tentang siapa dirinya yang sebenarnya. Ia mengenal akan saudara-saudaranya orang Ibrani yang mengalami penindasan pada saat itu (Kel. 2:11).
Kelima, puteri Firaun mengangkat Musa menjadi anak dan pemberian nama (Ay. 10). Musa mengalami kisah yang amat rumit pada kelahirannya dan pada saat dia besar mengalami perubahan yang signifikan dalam hidupnya. Setelah ia besar, puteri Firaun mengangkat dia menjadi anak angkat, sehingga dapat dikatakan bahwa Musa adalah anggota dari kerajaan Firaun yang sah. Nama Moseh (Musa) umumnya dianggap berasal dari Mesir, tetapi frasa tersebut menunjuk pada bahasa Ibrani yang artinya “aku menariknya keluar dari air”. Nama Moseh memiliki kemiripan dengan nama-nama orang Mesir pada saat itu, yang menggunakan akhiran mose, di mana frasa ini menggambarkan kata kerja yaitu “untuk dilahirkan” atau kata kerja “untuk putra”. Sesuai latar belakang Musa (orang Ibrani asli namun telah diadopsi menjadi orang Mesir) memberikan gambaran bahwa namanya juga mengandung etimologi ganda. Nama “Musa” dari sudut pandang yang berbeda-beda dapat disimpulkan dalam satu arti yang merujuk pada tugas yang Tuhan berikan kepadanya, yaitu dia akan menjadi seorang yang menarik keluar orang-orang Ibrani dari perbudakan di Mesir. Musa dididik dalam istana Fiarun.
Pokok-pokok Renungan
Pertama, Tuhan mempunyai cara yang melampaui akal untuk melindungi anak-anak-Nya di masa-masa yang sulit. Firaun memerintahkan untuk membunuh semua anak laki-laki yang lahir dari perempuan-perempuan Israel. Namun Tuhan memakai bidan-bidan untuk menyelamatkan anak-anak yang lahir dan juga memakai puteri Firaun untuk menyelamatkan Musa. Di bulan keluarga ini, kita belajar jika Allah memilihara kehidupan anak-anak, maka kita sebagai orang tua, sebagai warga gereja yang adalah keluarga Allah wajib memilihara dan merawat anak-anak kita. Kita menggunakan berbagai upaya, daya dan potensi yang kita miliki untuk memilihara kehidupan anak-anak kita.
Kedua, menjadi keluarga dan warga gereja yang berani memilihara kehidupan anak-anak kita. Orang tua dari Musa memiliki keberanian untuk memilihara anak itu. Keberanian lahir dari kasih sayang orang tua kepada anak. Musa disembunyikan selama tiga bulan. Dari bacaan Firman Tuhan saat ini, kita belajar bahwa orang tua dan keluarga harus memiliki keberanian untuk berjuang bagi masa depan anak-anak, dan juga keberanian melindungi anak-anak terhadap berbagai kekerasan. Sesuai dengan data yang disebutkan di atas bahwa pada tahun 2024 kekerasan terhadap anak cukup tinggi. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita sebagai keluarga Allah di dalam gereja. Bagaimana melindungi anak-anak terhadap kekerasan? Kekerasan terhadap anak tidak hanya terjadi di dalam rumah dan lingkungan, namun di gereja pun kekeras tidak bisa dihindari. Kekerasan terjadi kepada anak bukan hanya karena niat dari pelaku, tetapi karena ada kesempatan. Di bulan keluarga ini, kita diajak untuk bergandengan tangan sebagai keluarga Allah melindungi anak-anak kita.
Ketiga,memilihara, merawat dan mendidik anak adalah memilihara masa depan kita dan anak-anak kita. Kalau anak kita tidak dipelihara, tidak dirawat, maka kita tidak memiliki masa depan. Musa dipelihara oleh ibunya dan kemudian asuh oleh puteri Firaun. Ia hidup di istana Firaun. Tanpa disadari orang tuanya, puteri Firaun dan orang-orang dalam istana Firaun, ternyata ia kelak menjadi seorang pemimpin yang membawa bangsa Israel keluar dari perbudakan. Oleh karema itu, mari kita menaruh perhatian bagi anak-anak kita. Memastikan perlindungan, perawatan pertumbuhan mereka. Dengan cara yang demikian, sepuluh atau dua puluh tahun ke depan mereka bisa merubah kehidupan kita ke arah yang lebih baik. Anak-anak kita adalah Musa-Musa dalam keluarga, gereja dan di dalam masyarakat. Indonesia mengalami bonus demografi sampai tahun 2030 dan memasuki Indonesia Emas tahun 2045. Keluarga dan gereja mempersiapkan anak-anak kita, yang adalah generasi muda Indonesia yang akan datang, berkaulitas, berkompeten dan berdaya saing tinggi.
Keempat, jika kita mengatakan bahwa warga GMIT di mana pun berada adalah keluarga Allah, maka mari kita saling memperhatikan. Banyak anak-anak kita di pedalaman Timor, Alor, Sabu, dan di daerah lain yang diterlantarkan. Mereka mengalami kekerasan, mereka tidak memperoleh kesempatan untuk belajar, dst. Mereka adalah korban dari keluarga yang pasrah pada nasib, tidak berani berjuang, sehingga ada yang harus putus sekolah, dipaksa untuk kerja, dll. Mereka adalah anak-anak kita, apa yang kita perbuat bagi mereka? Jika kita belajar dari firman Tuhan saat ini, orang tuanya Musa dan saudarinya, tidak pasrah pada nasib. Tidak putus asa dengan situasi. Hendaklah spirit dari cerita Alkitab di minggu pertama bulan keluarga menjadi spiritualitas keluarga dan warga gereja. Amin. ***