
Sdr/i, disalibkan itu memang salah satu jenis hukuman waktu lalu, tapi itu berlaku bagi seorang penjahat kelas kakap dan berbahaya. Ini hukuman yang sadis, memalukan dan menyedihkan. Sdr/i, bayangkan saja, Tuhan Yesus disamakan dengan orang-orang seperti ini; dengan penjahat kelas berat dan berbahaya. Yesus dianggap pantas dapatkan hukuman yang sadis, memalukan dan menyedihkan. Yesus yang tak bersalah, dijadikan bersalah. Yesus yang tidak melakukan kejahatan apapun, dicap penjahat seperti 2 orang lainnya di sisi kiri kanan-Nya. Apa pesan bagi kita? Penderitaan dan kematian-Nya menjangkau semua orang, siapapun dia, apapun latar belakangnya. Tidak ada orang yang tidak bisa dipulihkan oleh Tuhan. Tak ada kejahatan yang tidak bisa dipatahkan dengan penderitaan dan kematian Yesus. Ini sesuai dengan tema khotbah di jumat agung ini “penderitaan dan kematian yang memulihkan”. Semua orang berhak mendapatkan kasih Tuhan lewat penderitaan dan kematian Kristus, selama ia mau membuka diri dan menjalani hidup yang baru, amin?? Semua orang mampu dipulihkan Tuhan. Sdr/i, di momen memaknai kematian Kristus hari ini, tidak saja sebatas kita beribadah mengenang Kristus yang tersalib itu, tapi juga menjadi kesempatan untuk kita pulihkan relasi, baik dengan Kristus, dengan sesama dan dengan alam semesta ini.
Pertama, dengan Kristus sendiri: Mereka yang akhirnya menyalibkan Yesus, memiliki relasi yang rusak dan buruk dengan Yesus. Karena kepentingan mereka yang terganggu dengan kebenaran yang Yesus sampaikan, mereka memilih untuk mencap Yesus sebagai pengganggu dan penjahat, ketimbang menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu salah. Salib itu tanda bahwa manusia lebih suka memilih yang salah, ketimbang memilih yang benar sesuai kehendak Tuhan. Di Jumat agung hari ini, mari kita perbaiki relasi yang rusak itu. Saat melihat Kristus yang tergantung di salib, mari kita bereskan diri masing-masing; jangan keraskan hati untuk tetap nyaman dalam dosa dan kesalahan. Salib itu sebuah teguran yang mendidik untuk berbalik pada jalan yang Kristus kehendaki. Saya lihat, hampir semua gereja berlomba-lomba untuk dirikan salib di mana-mana; ada yang sampai lakukan lomba salib, dinilai salib mana yang lebih bagus, lebih indah, dan seterusnya. Apakah saya tidak setuju? Bukan itu, yang saya mau sampaikan adalah itu hanya tanda simbolis bahwa kita mengingat dan merayakan Kristus yang tersalib, namun poin paling utama dan penting adalah memperbaiki relasi dengan Kristus yang tersalib. Apa artinya salib tanpa pembaruan hidup; apalah arti salib tanpa pertobatan yang sungguh? Ini pertanyaan refleksi yang baik bagi kita di Jumat agung ini. Ada kawan di media sosial bahwa di sebuah tempat, orang-orang duduk di salib lalu pesta pora, mabuk-mabukan…itu bukan makna salib Kristus yang sesungguhnya. Ingat bahwa salib waktu itu ada 3, salib mana yang mau kita pilih??
Kedua, Apa pesan berikut dari kisah penyaliban Yesus ini? Jawabannya adalah penguasaan diri. Coba kita baca kisah Markus ini, sejak awal yang dilakukan orang-orang kepada Yesus adalah olok-olokan. Kata dan tindakan mereka penuh olokan. Apa balasan Yesus? Yesus tak membalas jahat dengan jahat, Yesus menguasai diri untuk tidak membalas dengan cara yang sama. Menurut Lukas, Yesus malah katakan “Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan”. Ini juga bagian dari cara kita untuk memperbaiki relasi dengan sesama kita. Yesus memberi contoh bahwa di salib itu ada penguasaan diri, di salib itu ada pengampunan. Tak ada membalas jahat dengan jahat, tapi kalahkan yang jahat dengan kebaikan. Sdr/i, salah satu godaan paling besar bagi manusia adalah membalas hinaan dengan hinaan, jahat dengan yang jahat. Apalagi kalau semakin banyak hal menempel pada diri seseorang. Semakin ada kuasa, jabatan, harta, pengaruh dan macam2, semakin sulit bagi kita untuk menguasai diri. Kalau masih belum punya apa-apa, orang olok masih bisa kita terima, tapi kalau sudah punya banyak hal, semakin sulit untuk menerima. Sdr/i, Yesus memberi contoh yang berbeda. Dia yang adalah Tuhan dan Raja di atas segala raja, memilih jalan pengampunan, memilih jalan damai karena hanya jalan inilah yang membawa sukacita dan damai sejahtera. Yesus bisa melakukan apa saja karena Dia adalah Tuhan, namun di salib itu Yesus sudah selesai dengan diri-Nya sendiri. Tak ada yang lebih penting selain tunduk kepada kehendak Allah. Sdr/i, salah satu tanda kita memikul salib adalah selesai dengan diri kita sendiri. Tak ada ruang sakit hati, ruang balas dendam, ruang iri dengki. Yang ada hanyalah ruang pengampunan, cinta kasih dan seterusnya. Gelap hanya bisa dikalahkan dengan terang, gelap tak bisa diusir dengan gelap. Balas dendam hanya akan timbulkan mata rantai balas dendam; mata rantai dendam hanya bisa diputuskan dengan pengampunan. Itulah makna salib Yesus.
Sdr/i, sesuai tema renungan ini, penderitaan dan kematian yang memulihkan, pertanyaannya adalah bila mana hal ini terus berlanjut? Jawabannya adalah jika kita tetap konsisten memegang pada yang baik dan benar, apapun resikonya. Yesus sempat berujar, Eloi, eloi lama sabakhtani, yang berarti Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Sdr/i, menjalani hidup dan pergumulan ini, mungkin kadang kita juga katakan, Tuhan ee….. kenapa musti begini?. Tuhan masih sama-sama dengan saya atau tidak? Kenapa ko saya merasa Tuhan tinggalkan saya?
Di atas salib, Yesus juga katakan, Allah mengapa tinggalkan aku? Namun Yesus tetap pilih untuk tuntaskan/selesaikan jalan keselamatan yang ada. Sdr/i, jalan menuju kebaikan sering kali dihadang tantangan. Mencapai tujuan yang mulia kadang kita perlu sakit. Di atas kebaikan dan sesuatu yang mulia, ada air mata, ada rasa sakit, ada pengeluhan dan seterusnya. Salib Kristus mengajari kita demikian, untuk capai selamat, ada salib. Untuk kehidupan kekal, ada kematian yang Kristus alami. Di jumat agung ini, tetaplah pandang pada salib Kristus, termasuk di saat-saat kita mau menyerah dari berbagai pergumulan hidup. Tuhan Yesus memberkati, amin. ***