BELAJAR DARI MARIA: KESEDERHANAAN DAN KERENDAHAN HATI
(Luk 1 : 26-38)
“Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu”.

Itulah untaian kalimat yang terlontar keluar dari bibir mulut Maria. Maria mengungkapkan kalimat tersebut sebagai respon terhadap berita malaikat kepada dirinya terkait rencana penyelamatan Allah bagi manusia dan dunia ini melalui dirinya.
Maria, nama seorang perempuan yang ditulis dalam Injil Lukas adalah sosok perempuan biasa. Maria sama dengan banyak perempuan lain. Tidak istimewa apalagi diistimewakan. Kalaupun ada yang membedakan karena Maria adalah salah seorang perempuan muda di antara begitu banyak perempuan yang dipilih Allah untuk mengandung dan melahirkan Yesus Kristus.
Maria dipilih Allah, tidakkah itu berarti Maria adalah sosok istimewa yang luar biasa? Tidak juga. Dasarnya adalah Allah punya otoritas dan kedaulatan penuh dalam menentukan pilihan. Allah dapat memilih dan memakai siapa saja bagi perwujudan rencana dan kehendak-Nya.
Alkitab kaya dengan kesaksian betapa Allah punya otoritas dan kedaulatan memakai setiap orang bagi perwujudan penyelamatan manusia. Ada banyak perempuan hebat yang Tuhan pakai secara luar biasa untuk tujuan penyelamatan umat Allah dalam waktu dan peristiwa yang berbeda. Sejumlah nama dapat disebut seperti Sara dan Hagar. Ada Sifra dan Pua, Ada sosok Deborah, istri dari Lapidot, salah seorang nabiah yang berani saat memerintah sebagai hakim, Rut dengan kisah pilu kehidupannya yang berakhir dalam kegembiraan, Ester yang menyelamatkan umat Israel dari kebinasaan karena muslihat Haman dengan semboyan yang terkenal : Kalau terpaksa aku mati biarlah aku mati” (Ester 4:16c), Elisabet, Maria, dan lainnya.
Sejumlah nama perempuan sebagaimana disebutkan membuktikan bahwa Alkitab secara jujur memberi kesaksian tentang tindakan Allah memilih seseorang bukan berdasarkan pada kualitas-kualitas orang itu, atau faktor-faktor lain yang mempengaruhi melainkan pada kedaulatan Allah semata.
Maria juga demikian, Allah memilih Maria bukan karena Maria perempuan yang unggul dan memiliki kualitas lebih dari yang lain tapi karena otoritas dan kedaulatan penuh Allah memilih Maria untuk tujuan karya penyelamatan Allah. Maria sendiri sadar bahwa ia bukanlah manusia yang istimewa. Allah memakai dirinya bukan karena ia “manusia unggul” atau lebih baik dari manusia lainnya tetapi karena itu adalah kehendak Allah bagi hidupnya. Maria sadar bahwa kalau ia dipilih itu karena Allah berkehendak dan karena itu saat ia mendengar kabar Malaikat tentang rencana Allah melalui dirinya dengan rendah hati Maria berkata: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; Jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38). Maria menjadi istimewa karena ia sadar sebagai hamba Allah untuk menerima terwujudnya kehendak Allah dalam situasi dan kondisi yang sangat sulit.
Tradisi Yahudi tidak mentolerir seorang perempun yang didapati hamil sebelum nikah sah. Pasti Maria akan mendapatkan cap negatif dari masyarakat sebagai perempuan yang dianggap tidak setia pada tunangannya Yusuf. Maria pasti ada dalam gejolak batin memikirkan perasaan Yusuf sang tunangan dikala mendengar berita kehamilannya sementara mereka belum hidup bersama selaku suami-istri. Hamil bagi Maria adalah sesuatu yang mustahil, tidak mungkin sebab Maria masih perawan (Ay 27). Jikalau Maria hamil dan melahirkan seorang anak yang akan dinamai Yesus, itu adalah aib bagi diri dan keluarga. Sebuah kabar yang mengagetkan. Betapa tidak. Maria belum bersuami. Pantas kalau Maria bertanya, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?”
Mungkin Maria dapat saja menerima kabar itu karena Malaikat sendiri yang mengatakan kepadanya, tapi bagaimana mungkin hal ini dapat dijelaskan kepada Yusuf, kedua orangtuanya, kepada sahabat-sahabatnya, kepada masyarakat sekitar. Bagaimana ia dapat berhadapan dengan hukum Yahudi yang menghendaki dirajam sampai mati bila ada tuduhan perzinahan? Apakah semua orang dapat mempercayai kesaksian Maria bahwa ia mengandung karena pekerjaan Roh Kudus dan kuasa Allah yang akan menaunginya itu? Bukankah kesaksian itu akan menjadi bahan cemooh dan bahan tertawaan masyarakat yang tidak terbiasa dengan berita aneh seperti itu?
Suasana batin Maria tentu bergejolak. Amat berat bagi Maria dengan situasi yang dialami. Betapa besar resiko yang akan ditanggung sebagai seorang perempuan. Ia bukan saja terancam kehilanga orang-orang yang dikasihi tapi kehilangan martabat hidup selaku perempuan bahkan kehidupan itu sendiri akan berakhir dalam kematian sesuai hukum Yahudi. Siapapun kaum perempuan yang berada pada posisi Maria, pasti merasa gentar, bimbang dan dapat mengambil keputusan mengakhiri hidup sebagai cara menghindarkan diri dari resiko.
Maria, dalam situasi batin yang gentar dan bimbang tidak kehilangan penghayatan hidup yang mendalam akan kehendak dan niat baik Allah. Itu sebabnya Maria memilih untuk tunduk dan taat pada kehendak Allah dan dengan rendah hati berkata: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu”.
Meniadakan pikiran di sekitar beratnya resiko. Meniadakan kegentaran dan kebimbangan dalam hati dan belajar dengan rendah hati tunduk dan taat selaku hamba di hadapan Tuhan, itu yang membuat diri Maria istimewa. Maria sadar sebagai hamba Allah, kehendak Allah, memang tidak selalu seiring dengan kehendak manusia. Kehendak Allah justeru sering bertentangan dengan kehendak manusia dan karena itu banyak orang lebih memilih untuk menghindarinya. Tapi Maria, sosok perempuan muda yang mengagumkan. Maria menghayati masa muda di hadapan Allah yang berkehendak memakai hidupnya untuk rencana penyelamatan manusia dan dunia ini. Karena itu, meskipun situasi gentar dan bimbang terjadi. Meskipun bayang-bayang maut dapat saja menghampiri, Maria dengan rendah hati menundukkan kehendak pribadinya di bawah kehendak Tuhan walau Maria belum tahu apakah kehendak Allah itu menyenangkan atau menyakitkan. Maria tidak lagi banyak berbantahan dengan berita Tuhan bagi dirinya selain dengan rendah hati berkata, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu”.
Maria dengan rendah hati telah memilih tunduk dan taat pada kehendak Allah di tengah-tengah situasi yang sulit dengan segala resiko dan konsekuensinya. Itu yang membuat Maria istimewa. Itu yang membuat Maria berbeda dengan perempuan yang lain. Keputusan yang luar biasa di ambil Maria dalam situasi yang penuh resiko dan konsekuensi dan dengan rendah hati tunduk dan taat pada kehendak Allah selaku seorang hamba, membawa Maria pada posisi yang istimmewa dan tidak dilupakan sepanjang sejarah perkembangan ke-Kristenan di antara deretan perempuan lain dalam Alkitab.
Belajar diri kerendahan hati Maria kita sadar bahwa:
- Allah dapat memakai siapa saja untuk mewujudkan rencana penyelamatan-Nya bagi dunia ini. Perempuan-laki-laki, Kaya–miskin, pejabat–rakyat jelata, Pendeta-jemaat, semua orang dapat dipakai oleh Tuhan bagi perwujudan rencana penyelamatan Allah.
- Setiap orang dimana Allah berkehendak memakai dirinya dalam rencana mulia Allah harus tahu diri selaku hamba bukan tuan. Hamba yang menghambakan diri jalani hidup dan karya bagi kesenangan Tuan (Yesus) bukan bagi kesenangan diri. Itu berarti selaku hamba, hidup dan karya haruslah demi kepentingan kegembiraan, pujian dan hormat Sang tuan tidak untuk kepentingan, kesenangan, pujian dan hormat bagi diri.
- Banyak hal Tuhan dapat nyatakan dalam hidup bila kita sungguh-sungguh dengan rendah hati berserah diri kepada Tuhan. Seperti Maria dimana Tuhan menyatakan banyak perkara dalam hidupnya begitupun hidup setiap orang percaya akan mengalami banyak perkara ajaib Tuhan bila ia sungguh-sungguh dengan rendah hati berserah diri kepada Tuhan.
Selamat memasuki minggu Adventus yang ketiga. Soli Deo Gloria!