Saksikan Besok: Anak Yatim Piatu Asal Kupang, Lolos The Voice Indonesia

Ronald Magang, saat bernyanyi di Kantor Sinode GMIT September 2018.

KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Terlahir sebagai putra bungsu dari 8 bersaudara, kisah hidup Ronald Bramantio Magang (18), peserta The Voices Indonesia asal Kupang ini sungguh mengharukan. Betapa tidak, masih diusia 8 bulan dalam kandungan ibu, ayahnya meninggal dunia. Kepergian sang ayah tidak hanya membuat perasaan pilu tapi juga mengguncang kehidupan ekonomi keluarga.

Ronald tentu tak mengerti beratnya penderitaan yang mesti ditanggung ibunya. Ia masih terlalu kecil untuk memahami kebutuhan 9 perut yang mau tidak mau harus terisi setidaknya 2-3 kali sehari. Ronald tidak paham sama sekali. Yang ia tahu hanyalah tatkala perut terasa haus dan lapar sang ibu Yuliana Magang, memeluknya erat dalam dada, memberinya ASI atau sesuap bubur dan ia kembali terlelap dalam mimpi.

Ronald lahir di Atambua, 20 Februari 2000. Pada waktu itu, ibukota kabupaten Belu yang berbatasan dengan provinsi Timor-Timur ini masih dalam kondisi genting lantaran perang saudara pasca jajak pendapat baru saja usai. Banjir pengungsi memenuhi kota Atambua. Tentu situasi kekacauan politik itu menjadi beban ganda bagi seorang janda dengan 8 orang anak. Demi hidup anak-anaknya sang ibu menjual jasa sebagai tukang cuci pakaian di tetangga.

Tahun 2002 Ronald dan saudara-saudaranya kembali didera duka. Sang ibu meninggal dunia menyusul sang ayah karena sakit.

“Saya tidak ingat wajah mama. Saya hanya lihat di foto. Menurut cerita kakak, mama sudah sakit dan kadang muntah darah waktu saya masih dalam kandungan,” tuturnya.

Peristiwa ini menjadi ujian terberat bagi anak-anak yang ditinggalkan. Mereka ibarat anak ayam yang kehilangan induk. Beruntung kakak sulungnya sudah menikah dan ia mengambil alih peran orang tua, kendati tidak mudah.

Dibawa ke Pendeta

“Waktu itu saya dan istri baru selesai nikah. Kami menikah di Kaku’un. Itu kampung yang cukup jauh dari kota Atambua.  Tapi saya sudah pindah tugas di jemaat GMIT Imanuel Tetaf-Soe, kabupaten TTS. Jadi, seusai acara pernikahan itu, bersama istri dan keluarga, kami mau kembali ke Tetaf. Mobil truk yang membawa barang-barang kami sudah siap mau berangkat. Tiba-tiba, Bapak Mel Lepangkari, bawa satu anak dan bilang, “Bapak Pendeta tolong bawa dan urus ini anak.” Saya lihat ini anak, aduuuuuh…kurus, hitam, kamomos(bahasa Kupang: kotor) pokoknya kasihan sekali, tapi di pihak lain saya juga merasa tidak siap karena saya dan istri belum sepakat apa-apa. ‘Kan kami baru saja selesai acara nikah. Saya belum tanya istri apakah dia bersedia terima ini anak atau tidak. Memang di rumah ada 12 orang anak yang tinggal bersama saya tapi mereka rata-rata sudah usia SD dan SMP dan SMA. Sedangkan Ronald baru 2 tahun,” kenang Pdt. Elisa Maplani, bapak angkat Ronald.

Tanpa meminta persetujuan istri, Pdt. Elisa memboyong Ronald ke Tetaf-Soe. Bersama mereka ikut pula keluarga yang lain.

“Bayangkan, waktu itu jumlah semua anggota keluarga yang tinggal serumah dengan kami sekitar 20 orang. Termasuk 12 anak yang dititipkan oleh orang tua mereka untuk disekolahkan karena orang tua miskin. Jadi malam hari kami gelar tikar di lantai dan semua tidur berjajar. Beli beras 1 karung hanya cukup untuk makan 1 minggu. Kalau potong ayam, satu orang hanya dapat sepotong kecil. Pergumulan kami berat. Apalagi Ronald masih kecil dan dalam kondisi gizi buruk. Perutnya besar tapi badannya kurus. Jadi, saya hibur istri saya bilang, “Kita urus anak ini, mungkin ini cara Tuhan supaya kita dua cepat punya anak,” kata Pdt. Elisa.

Agar bisa mencukupi kebutuhan makan, Pdt. Elisa mengolah lahan gereja yang cukup luas dengan menanam jagung. “Kadang kami kehabisan beras sama sekali. Tetapi selalu ada jagung karena saya olah lahan gereja. Juga jemaat biasa sumbang kasi kami jagung, ubi dan pisang. Jadi, apa yang ada, itu yang kami makan.”

Ronald (ke-5 dari kiri bawah) bersama Pdt. Elisa Maplani dan Istri (ke 6 & 7 dari kiri atas)

Kabur dari Rumah

Sering bertambahnya usia, bakat menyanyi Ronald mulai nampak. Sekali wartu ia kabur dari rumah demi mengejar satu impian: mendapat juara dan membawa pulang piala.

“Saya sudah lihat Ronald punya talenta bernyanyi sejak kecil. Usia 3 tahun dia sudah ikut vocal grup di sekolah minggu. Setiap Jumat dan Sabtu latihan menyanyi. Dia rajin latihan vocal grup. Kadang kalau dia dengar anak-anak bernyanyi di sekolah, karena rumah pastori tempat kami tinggal adalah kompleks sekolah SD-SMA dia langsung kabur. Waktu dia SD, pernah kabur dari rumah tanpa kabar. Saya pergi cari dan ketemu dia sedang tunggu giliran naik panggung. Jadi saya tunggu sampai dia selesai bernyanyi baru saya bawa pulang,” sambung Pdt. Elisa.

Dikonfirmasi mengenai kejadian kabur dari rumah gara-gara mau ikut lomba nyanyi, Ronald berkisah, “Betul, itu waktu saya kelas 4 SD. Ada kakak kelas yang cerita bahwa di Niki-Niki ada lomba menyanyi di sekolah. Hadiahnya dapat piala. Saya ingin sekali ikut lomba itu karena hadiahnya piala. Bagi saya piala itu kebanggaan karena selama ikut lomba saya tidak pernah dapat piala. Jadi sekitar jam 5 sore saya kabur dari rumah. Karena tidak punya uang, saya jalan kaki sekitar dua jam sampai di Niki-Niki. Acaranya berlangsung sampai jam 10 malam. Bapak Elisa datang cari, saya sedang tunggu giliran menyanyi. Dan, saya dapat juara satu. Saya senang sekali, ini pertama kali saya dapat piala, pikir saya. Ternyata bukan piala yang saya dapat melainkan buku tulis.”

Ronald berada dalam asuhan Pdt. Elisa hingga ia tamat SD. Berhubung Pdt. Elisa pindah tugas ke Kupang, maka Ronald dititipkan di Abraham Kause, Kepala Sekolah SD setempat. Peristiwa ini dikenang Ronald sebagai peristiwa paling sedih dalam hidupnya.

Ikut The Voice Indonesia

Bermodal suara merdu, Ronald sehari-hari mengasah bakat bernyanyinya melalui tutorial di youtube. Hingga pertengahan 2018 ia membaca pengumuman pendaftaran audisi The Voice Indonesia di Kupang. Ia memantapkan hati mengikuti ajang lomba tarik suara bertaraf nasional yang tayang di Global TV itu.

“Saya belajar teknik vokal secara otodidak dari Youtube. Saya ikut The Voice Indonesia mulanya tahu dari media sosial. Kebetulan saya sering ikuti akun- akun ajang pencarian bakat dan ada pengumuman audisi The Voise di Kupang tanggal 7 Juli 2018 di RRI Kupang. Jadi saya ikut daftar. Dari sekitar 800 di seluruh NTT, saya dinyatakan lolos. Tanggal 3 Agustus saya mendapat telepon bahwa tanggal 8 Sepetember saya berangkat ke Jakarta untuk ikut babak Blind Audition.”

Yakin bahwa Tuhan Yesus senantiasa bersamanya, Ronald berangkat dengan meminta Pdt. Elisa menemani. Tiba di Jakarta rasa rendah diri sebagai anak yatim piatu menghantuinya.

“Saya merasa down bakal lolos karena saya lihat para peserta rata-rata berasal dari keluarga orang berada dan saya hanya anak yatim piatu. Untuk menguatkan hati, sebelum naik panggung saya berdoa, “Kalau memang Tuhan Yesus bawa sampai Jakarta pasti Tuhan mau sesuatu yang luar biasa bagi saya. Jadilah menurut kehendak Tuhan.” Saya menyanyi lagu “Damai Bersamamu” dari Chrisye.  Hingga lagu hampir selesai, tidak ada juri yang menekan tombol. Saya merasa pasti saya gagal. Puji Tuhan, tiba di kalimat terakhir “dari semua kepalsuan dunia…” barulah 2 orang juri tekan tombol. Tanda bahwa saya lolos ke babak selanjutnya. Jadi saya belajar bahwa Tuhan Yesus sangat baik karena meski saya dari keluarga yang kurang mampu tapi Tuhan Yesus angkat saya perlahan-lahan. Jadi saya mau bilang bahwa hidup susah bukan ukuran masa depan baik atau tidak. Semua tergantung pribadi kita kita mau berjuang dan mempermuliakan nama Tuhan atau tidak. Itu pelajaran iman yang saya peroleh dari mengikuti ajang ini,” ujar Ronald.

Lolos di babak Blind Audition, host menawarkan kepada Ronald mengajukan permintaan. Tak disangka ia minta dua hal yakni; duduk di kursi coach dan mencubit pipi para coach yang terdiri dari Titi DJ, Anggun C. Sasmi, dan Armand Maulana. Ronald kemudian memilih Anggun C. Sasmi sebagai coachnya.

Rencananya, penampilan Ronald dan peserta lainnya di babak Blind Audition akan tayang di Global TV pada tanggal 1 November 2018 besok. Atas keberhasilan ini, Ronald berpesan kepada semua anak muda, jangan pernah menyerah dengan hidup. Tetaplah berjuang dengan semua talenta yang Tuhan berikan. Selamat ya Ronald.*** (wanto menda)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *