Gideon: Peragu Yang Dipakai Allah (Hakim-Hakim 6-8)

www.sinodegmit.or.id, Pasca kepemimpinan Musa dan Yosua, ke-12 suku Israel tercerai-berai dan terpencar ke berbagai wilayah. Mereka terjerumus ke dalam berbagai perbuatan jahat, terutama penyembahan berhala.

Di bidang sosial-politik, suku-suku Israel kerap mendapat serangan musuh. Musuh-musuh itu adalah raja-raja sekitar. Serangan-serangan itu menyebabkan ketidakstabilan situasi politik, ekonomi dan keamanan. Mereka hidup dalam ketakutan. Hasil-hasil pertanian dan harta benda lainnya kerap dirampok oleh pihak musuh. Terjadilah krisis pangan berkepanjangan.

Pada situasi-situasi yang serba sulit itu, barulah mereka ingat kepada Tuhan. Tuhan mendengar seruan minta tolong mereka. Ia memanggil dan mengutus seorang hakim untuk melepaskan mereka dari para musuh. Itulah pola umum yang tercatat dalam kisah hakim-hakim terkait relasi Israel dengan Allah dan relasi Israel dengan bangsa-bangsa asing.

Namun, jangan lupa bahwa istilah hakim tidak sama dengan sosok atau profesi hakim pengadilan masa kini. Hakim-hakim dalam sejarah Israel merupakan semacam pejuang pembebasan atau gerilyawan untuk operasi militer melawan penyerang asing. Gideon, salah satunya. Arti namanya adalah si penumpas/penghancur. Ia juga memiliki nama lain yakni Yerubaal. Ia berasal dari suku Manasye. Kisah Gideon adalah kisah tentang orang biasa yang mengikuti kehendak Allah.

Gideon hidup pada sekitar 1300 SM. Itulah masa di mana Israel dijajah bangsa Midian, sebagai akibat dari perbuatan-perbuatan mereka yaang jahat di mata Tuhan (Hak. 6:1). Penindasan Midian begitu kejam sehingga orang Israel menyingkir dan mencari perlindungan di gua-gua di pegunungan (Hak. 6:2-6).

Allah membutuhkan seseorang untuk membebaskan umat-Nya.  Tidak ada orang yang kenal Gideon yang akan menduga bahwa dialah yang dipilih. Bahkan, Gideon sendiri tidak memercayainya (Hak. 6:15). Narasi tersebut mengisahkan bagaimana Allah menampung dan mengakomodasi kebutuhan Gideon agar ia benar-benar yakin. Dan, Gideon memang perlu diyakinkan. Kisah Gideon dengan guntingan bulu dombanya merupakan proses yang dipakai Allah untuk meyakinkan Gideon tentang panggilan, kesungguhan dan ketulusan-Nya.

Dua kali Gideon meminta Allah suatu mukjizat untuk membuktikan bahwa Dia akan menindaklanjuti janji-janji-Nya. Tetapi Gideon masih membutuhkan lebih banyak konfirmasi sehingga Allah menunjukkan dia dua bukti lagi (Hak. 7:7, 9). Setelah tiga keajaiban dan enam penyataan langsung yang menegaskan panggilan Allah, Gideon masih skeptis. Akhirnya Allah mengirimnya ke camp bangsa Midian, dan di situ ia mendengarkan dalam kegelapan, mimpi seorang prajurit (Hak. 7:10-14). Gideon menerima tugas dengan takut-takut, namun mengakhirinya dalam kekuatan. Dengan gagah berani ia mengalahkan bangsa Midian dan menundukkan pemberontakan orang sebangsanya (Hak. 7:15 – 8:21).

Gideon terkadang seperti kita, menerima pengutusan Allah untuk hidup dengan cara yang mendatangkan hormat bagi-Nya. Beberapa orang berpandangan bahwa kebutuhan Gideon untuk meyakinkan diri ini merupakan bukti kelemahan. Tetapi coba pikirkan, bukankah kita semua memiliki keraguan dan pertanyaan tentang banyak keputusan besar dalam hidup kita?

Kita berdoa untuk pertolongan Allah tetapi kemudian meragukan janji penyertaan-Nya. Kita berdoa mohon bimbingan Allah dan kemudian keyakinan kita goyah bahwa Dia akan membimbing kita.

Seperti Gideon, Tuhan membimbing kita, langkah demi langkah untuk membawa kita tiba pada titik keberanian.

Gideon mengajarkan kepada kita bagaimana cara menjawab keraguan kita tentang janji-janji pertolongan-Nya. Gideon jujur tentang keragu-raguannya. Ia menundukkan ketakutannya. Ia mengajukan pertanyaan dan bergulat dengan penderitaannya. Ia berhasil karena diyakinkan Allah. Dan orang yang diyakinkan oleh Allah adalah pribadi yang dimiliki Allah dan dipakai oleh-Nya.

Menguji panggilan Allah secara berulangkali seperti yang dilakukan Gideon memang jarang sekali diizinkan Allah, namun di depan kita terbuka banyak jalan yang dapat membantu kita untuk menentukan apa yang menjadi kehendak-Nya. Membaca Alkitab, berdoa dan berpuasa memohon pimpinan Allah, berbicara dengan seseorang yang bisa membantu, membaca literatur yang berkualitas, dan sebagainya.

Gideon seorang peragu. Tetapi ia berusaha mengatasi ketidakpercayaannya dan menjadi seorang pemimpin yang efektif. Seseorang yang diyakinkan oleh Allah adalah orang yang terbuka untuk dipakai-Nya. Tuhan tidak memilih orang yang paling cakap atau merasa diri cakap, bukan juga yang secara alamiah paling “baik”. Ia bekerja dengan cara yang tidak lazim agar setiap orang bisa melihat bahwa kemuliaan milik-Nya. Hanya milik-Nya. ***

(sumber: Kenneth Boa, Zid Buzzell, Bill Perkins, “Kepemimpinan Ilahi Dalam Rupa Insani”, Philip Yancey, “Mengenal Tuhan”, Nico Ter Linden, “Cerita Itu Berlanjut 3”.).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *