KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Rumitnya pemberantasan kasus perdagangan manusia (human trafficking) di NTT lantaran melibatkan para mafia dengan jaringan yang terstruktur, sistematis dan masif, mendorong Gereja Masehi Injili di Timor menempuh sejumlah langkah guna meminimalisir modus penipuan perdagangan manusia berkedok tenaga kerja. Salah satu langkah kecil yang dilakukan adalah menyelenggarakan lokakarya bertajuk “Agama Berperan Mencegah Human Trafficking”. Kegiatan ini berlangsung di Hotel Belavita, Kuanino, Kupang. Lokakarya ini merupakan kerja sama GMIT dengan Gereja Kristen Pasundan (GPK) yang berjejaring dengan Mission 21, sebuah badan misi gereja internasional yang berpusat di Swiss. Kegiatan ini berlangsung selama 3 hari sejak 30 November 2016, melibatkan 25 orang peserta dari kalangan pendeta jemaat yang terdampak kasus perdagangan manusia, LSM Jaringan Perempuan Indonesia Timur dan Komunitas lintas agama (KOMPAK).
Ketua Sinode GKP, Pdt. Supryatno yang juga koordinator pada Mission-21 sektor interfaith Indonesia-Malaysia dalam sambutannya mengatakan bahwa human trafficking adalah wajah lain dari perbudakan modern sehingga upaya untuk memeranginya lebih berat, gawat dengan jaringan yang sangat sistematis. Karena itu, GMIT dan GKP dipanggil bukan hanya untuk membaca realitas tetapi juga mengubah realitas sosial kemanusiaan ini. Sementara itu ketua sinode GMIT Pdt. Dr. Mery Kolimon mengakui bahwa gereja tidak bisa memalingkan muka dari fakta perdagangan orang di NTT seolah-olah itu urusan LSM atau pemerintah semata tetapi sungguh-sungguh adalah urusan gereja, karena teologi bukan hanya refleksi tapi juga aksi. Tindak lanjut dari kegiatan ini, kata ketua sinode GMIT, beberapa orang pendeta akan dikirim ke GKP selama 2-3 bulan, untuk belajar apa yang telah dilakukan GKP dalam menangani perdagangan manusia di Jawa Barat.
Sebagai program UPP Tanggap Bencana dan UPP Advokasi Hukum dan Perdamaian Majelis Sinode GMIT lokakarya ini bertujuan memberi pemahaman, penyadaran dan sosialisasi bahaya human trafficking. Diharapkan melalui kegiatan ini pendeta-pendeta menjadi lebih sigap dalam mendampingi dan mengedukasi jemaat agar tidak menjadi korban perdagangan manusia.