IBU YUDAS ISKARIOT MINTA MAAF

Refleksi Perayaan Jumat Agung Jemaat Syalom Airnona

Ibadah perayaan Jumat Agung atau kematian Tuhan Yesus Kristus di jemaat GMIT Syalom Airnona-Kupang berlangsung khitmad. Tak kurang dari 700 anggota jemaat  memadati ruang kebaktian. Ibadah dimulai pada pukul 15:00 sore dipimpin Pdt. Ingrid Lina Kakiay-Then, S.Si.

Dalam refleksi khotbah yang disampaikan dalam bentuk drama sekitar 30 menit, memperagakan kisah penyaliban Tuhan Yesus oleh kaum muda. Tampak 8 orang pemuda berkostum prajurit Romawi  menyeret Yesus – yang diperankan oleh Efraim Djara Dima – mengenakan mahkota duri sambil memanggul salib untuk disalibkan.

Adegan Perempuan Yerusalem yang menangisi Yesus
Adegan Perempuan Yerusalem yang menangisi Yesus

Melihat Yesus yang tubuhnya penuh luka akibat siksaan para prajurit, sejumlah perempuan menangis histeris. Dalam kondisi yang tak berdaya Yesus masih menaruh perhatian dengan menyapa perempuan-perempuan yang hatinya hancur itu dengan lembut, “Jangan tangisi aku hai perempuan-perempuan Yerusalem, tapi tangisilah dirimu dan anak-anakmu.”

Adegan kemudian beralih pada percakapan antara Yohanes dan Maria Ibu Yesus. Keduanya larut dalam duka, tenggelam dalam aneka pertanyaan yang tidak mereka mengerti. Maria seakan tidak percaya apa yang dilihatnya. Ia menangis tersedu-sedu sambil mempertanyakan keberadaan Allah yang seolah meninggalkan dia dan Anaknya yang tergantung di salib. Yohanes – yang diperankan oleh Pdt. Hengky Abineno- berupaya menghibur hati sang ibu sambil mengajaknya untuk pulang. Namun Maria tak sampai hati beranjak dari hadapan salib.

Di luar dugaan tiba-tiba muncul seorang perempuan paruh baya yang dikenal sebagai ibu Yudas Iskariot, salah satu murid Yesus yang menjual Gurunya sendiri. Tokoh imajiner yang tidak ada dalam kisah Alkitab ini, diperankan oleh Pdt. Desy Rondo. Ia muncul dari belakang salib mengenakan pakaian hitam sambil terisak.

Kemunculannya membuat Yohanes naik darah. “Hai…ibu,” seru Yohanes, “Apakah engkau ibu Yudas? Anakmu telah menjual guruku. Di mana dia, dimana?” Teriak Yohanes dengan emosi. “Di mana anakmu Yudas? Dia telah mengkhianati Guruku.”

“Anakku telah mengkhianati Gurunya, tapi…dia anakku,”balas ibu Yudas terbata-bata. Dengan derai air mata dan suara tangis yang senggugukan, ibu Yudas menceritakan nasib naas yang diderita anaknya. “Anakku telah mati menggantung diri. Ia telah pergi mendahului Gurunya.”

Ibu Yudas lalu melangkah mendekati Ibu Yesus yang sedang rebah di kaki salib Yesus. Ia menyentuh Ibu Maria. Mulutnya seolah tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun melihat Yesus yang tersalib dan Maria yang tak berdaya oleh duka yang amat dalam. “Ibu Maria,” kata, Ibu Yudas, “maafkan anakku.” Hanya sepotong kalimat itu yang sanggup diucapkannya. Namun bahasa air matanya mengandung sejuta makna yang tumbuh dari dari relung hatinya yang tulus.

Maria tak mampu berkata-kata, ia hanya menatap kosong ibu Yudas dan keduanya pun saling berpelukan, menyatu dalam duka yang sama: duka karena sama-sama kehilangan anak laki-laki yang pernah  dilahirkan dari buah rahim mereka.

Pdt. Hengky Abineno seusai kebaktian mengatakan bahwa melalui adegan ini jemaat diajak untuk memahami pergulatan batin para perempuan yang tersembunyi dibalik kisah-kisah seputar penderitaan Yesus. “Beta mau ajak para perempuan supaya menyadari bahwa dong punya rahim yang Tuhan percayakan untuk menenun kehidupan, karena itu dong mesti belajar untuk menghargai kehidupan.”

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *