JEMAAT BENYAMIN OEBUFU AKOMODIR ISU-ISU KELUARGA DALAM LITURGI TEATRIKAL BULAN KELUARGA

Seorang gadis tampil di hadapan jemaat, memberi salam dan menjelaskan tentang dunia masa kini pemuda. “Kami hidup dalam dunia 3G (tiga generasi): generasi tradisonal, generasi gadget dan generasi chaos. Inilah wajah-wajah kami, ungkapnya seraya diiringi tiga kelompok pemuda memasuki panggung. ÂKelompok pertama tampil dengan busana adat Timor dan Rote. Pemuda-pemudi Timor memegang alat-alat pertanian, membawa benih sambil mengolah tanah. Sedangkan pemuda-pemudi Rote memikul 2 haik  besar berisi gula lontar yang baru saja disadap.

Sesudah itu muncul kelompok kedua, generasi gadget: tampil parlente,  kaos oblong dan celana jeans ketat, menenteng tongsis dan handphone produk terbaru, mondar mandir sambil berpose alay. Seseorang tiba-tiba muncul dengan penampilan modis-modis seronok. Tawa jemaat pecah, hingga terpingkal-pingkal melihat tingkah pemuda yang tidak jelas jenis kelaminnya ini. Postur laki-laki, model rambut mohawk tapi bergincu  tebal dengan lirik mata menggoda.

 

Dan kelompok ketiga: generasi masa depan suram. Hidup mereka kacau. Cowok-cowoknya bertubuh dekil karena madat dan sakau sementara cewek-ceweknya mengelus perut akibat hamil diluar nikah. Masa depan mereka memprihatinkan.

Para pelakon kemudian meninggalkan panggung dan pelayan firman menuju mimbar. Demikian prosesi awal kebaktian minggu ketiga bulan keluarga Jemaat GMIT Benyamin Oebufu  yang dipimpin Pdt. Grace Sjioen, S.Th.  Sepanjang ibadah berlangsung jemaat tampak terkesima. Beberapa orang tua tampak larut dalam rasa haru ketika satu per satu pemuda mengutarakan isi hati mereka dalam pengakuan dosa. Tentang sikap tak hormat pada orang tua, tentang ayah dan ibu yang tak peduli, tentang gaya hidup yang materialistik, tentang segala tindak-laku yang memalukan dan tidak memuliakan Tuhan. Setiap pengakuan itu direspon dengan nyanyian Taize yang sendu. Semua hening.

Seusai itu, Pelayan Firman turun dari mimbar mengambil lilin dan berjalan menuju jemaat, memberikannya kepada seorang bapak dan seorang ibu sambil mengucapkan berita anugerah Allah. Sebuah lagu dengan irama riang membalikan suasana sendu menjadi sukacita. Dua setengah jam kebaktian terasa singkat.

Demikian sekilas gambaran kebaktian minggu dalam perayaan bulan keluarga jemaat GMIT Benyamin Oebufu yang memberi corak yang berbeda dari jemaat-jemaat GMIT lainnya. Sementara anggota-anggota jemaat di kebanyakan gereja rata-rata berbusana adat pada kebaktian minggu, jemaat Benyamin  memberi fokus lebih pada kemasan liturgy yang teatrikal dengan mengangkat isu-isu keluarga baik itu pemuda, anak, perempuan, dan sebagainya.

Tata liturgi yang apik dalam kemasan multimedia yang juga komplit, tak lepas dari buah pikir dua pelayan suami-istri Pdt. Semuel Pandie dan Pdt. Grace Sjioen. Sejak ditempatkan di jemaat ini, mereka memberi nuansa baru dalam tata ibadah. Di tangan mereka jemaat tidak hanya menunggu mendengar khotbah pendeta, tetapi jemaat juga dilibatkan dalam liturgy sehingga jemaat ditolong untuk menghayati setiap moment dalam unsur liturgy. Suasana kebaktian terasa hidup, tidak kaku dan biasa-biasa saja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *