KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Pro kontra yang cukup lama di sekitar isu teologis boleh tidaknya gereja terlibat dalam politik mengantar Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) tiba pada sebuah langkah yang lebih maju dan substantif yakni menyiapkan modul pendidikan politik dan demokrasi.
Langkah awal menuju persiapan modul tersebut, Majelis Sinode GMIT melalui Unit Pembantu Pelayanan (UPP) Pemuda dan Kaum Bapak GMIT menyelenggarakan Seminar dan Lokakarya (semiloka) Pendidikan Politik yang dilaksanakan di Jemaat GMIT Ebenhaeser Tarus Barat, Rabu, (27/3).
Ketua UPP Pemuda dan Kaum Bapak MS GMIT sekaligus Ketua Panitia, Pdt. Yahya Millu mengatakan penerbitan modul ini merupakan upaya GMIT untuk mendidik warganya secara sengaja, terencana dan sistematis agar mereka memahami ajaran Kristen tentang politik, mencari model keterlibatan gereja atau anggota gereja dalam politik dan mempersiapkan kader gereja di bidang politik.
Sementara itu Wakil Ketua Majelis Sinode GMIT, Pdt. Agustina Oematan-Litelnoni saat menyampaikan suara gembala pada acara pembukaan, mengatakan bahwa gereja dipanggil oleh Tuhan untuk terlibat dalam politik. Yaitu politik yang mengedepankan nilai-nilai Kerajaan Allah seperti memperjuangkan keadilan, kebenaran, kesejahteraan, bukan kepentingan pribadi dan kelompok tertentu.
“Salah kalau bilang politik itu kotor. Bukan politik yang kotor tapi manusia yang menjalankan politik itulah yang kotor. Karena itu kami berharap dengan semiloka ini kita dapat mendampingi warga gereja baik perempaun dan laki-laki agar ikut berpartisipasi penuh dalam politik dengan mengedepankan nilai-nilai Kerajaan Allah sekaligus membentengi warga gereja supaya tidak terkontaminasi dengan politik kekuasaan yang korup dan hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok.”
Selama dua hari, puluhan peserta yang merupakan perutusan dari 12 klasis di teritori Kupang Daratan ini mendiskusikan sejumlah tema antara lain: Urgensi pendidikan politik bagi anggota gereja, Teologi politik dalam alkitab, Konstelasi politik global, nasional dan lokal, Gender dan politik, Agama dan politik, Kekristenan dan politik, Strategi kontestasi dalam pemilu, Diversifikasi politik anggota GMIT, Peran pejabat, politikus, dan professional terhadap pelayanan gereja dan Rebranding peran politik GMIT.
Membahas tema-tema tersebut, panitia mengundang pakar politik, praktisi dan teolog yakni: Drs. Yusuf Koahati, Pdt. Dr. J. Inabuy, Dr. Jefri Riwu Kore, Pdt. Dr. Lintje Pellu, Dra. Sofia Malelak-de Haan, Dr. David Pandie, Pdt. Yusuf Nakmofa, Ir. Fary Francis, Rudi Rohi SH, M.Si, Pdt. Dr. John Campbell-Nelson, Dra. Yaherlof Foeh, Drs. Korinus Masneno dan Pdt. Dr. Mery Kolimon.
Penatua Daniel Nite, mengapresiasi langkah GMIT ini sebagai sikap yang tepat dan memberi nilai positif bagi pendidikan politik warga.
“Semiloka ini saya nilai punya nilai positif oleh karena sebagai lembaga agama, gereja tidak boleh berpolitik praktis melainkan mendidik atau memberi pencerahan kepada warganya agar mereka berpartisipasi dalam politik secara cerdas dan bertanggungjawab kepada Tuhan,” ujar warga jemaat GMIT El Roi Batakte yang juga Ketua Kaum Bapak Klasis Kupang Barat ini.
Kegiatan ini diawali dengan ibadah pembukaan dipimpin Pdt. Alfred Waangsir, Wakil Ketua Majelis Jemaat GMIT Tarus Barat, Klasis Kupang Tengah. ***