www.sinodegmit.or.id, Tak ada orang yang tidak membutuhkan pihak lain. Sebab setiap kita terbatas dan memiliki kekurangan/kelemahan tertentu sehingga perlu dibantu yang lain. Maka saling tolong-menolong di antara kita merupakan suatu keniscayaan. Hal itu sebenarnya sudah tersurat dalam kisah penciptaan, di mana setelah Allah menciptakan Adam, Allah merasa perlu manusia pertama itu diberi penolong baginya, sehingga diciptakannyalah Hawa baginya. Perlunya penolong membuktikan bahwa setiap kita pun lemah dan terbatas, dan karenanya, tanpa pertolongan pihak lain, kita tidak mampu melakukan segala sesuatu. Demikian juga para murid.
Penjelasan Teks
Narasi-narasi dalam injil memperlihatkan bahwa para murid adalah orang-orang yang lemah. Mereka hanya nelayan kecil, dan terbatas dalam hal pendidikan. Petrus adalah seorang pengecut yang gampang menyangkal Yesus ketika ada ancaman. Tomas adalah seseorang yang suka ragu-ragu. Nyali para murid kecil. Mereka tidak punya keberanian ketika Yesus ditangkap dan diadili. Mereka melarikan diri. Tiga tahun mengikut Tuhan Yesus, tetapi mereka belum mampu mengenal-Nya secara penuh. Maka mereka bukanlah orang yang kompeten untuk menjalankan tugas pemberitaan Injil. Asal-usul mereka sebagai orang Galilea juga meragukan banyak pihak (ay 7). Warga Yahudi kosmopolitan {perantauan} menganggap mereka sebagai tidak berpendidikan dan secara budaya terkebelakang.
Tapi Yesus tahu bahwa manusia dapat berubah ke arah yang lebih baik. Itulah sebabnya Ia mempercayakan injil kepada mereka yang rapuh ini. Tetapi bagaimana caranya?
Allah melengkapi mereka dengan Roh Kudus. Semasa hidup dan pelanyan-Nya, Yesus sudah menjanjikan penolong yaitu Roh Kudus itu bagi para murid. Penolong, disebut sebagai parakletos yang akan membantu para murid. Mengapa? Karena Yesus tahu bahwa para murid adalah orang-orang kecil, yang terbatas dan lemah. Sementara pekerjaan pemberitaan injil bukanlah tugas yang ringan.
Itulah sebabnya, setelah sepuluh hari naik ke surga, pada hari raya Pentakosta, Roh Kudus dicurahkan bagi para murid. Pada waktu itu semua orang Yahudi dari berbagai daerah perantauan pun sedang berada di Yerusalem untuk merayakan Pentakosta agama Yahudi, yaitu hari panen raya. Pada kesempatan itulah, Roh Kudus yang dijanjikan Yesus pun dicurahkan dan memenuhi semua murid. Apa yang terjadi? Para murid yang hari-harinya hanya bisa berbahasa Aram, dimampukan oleh Roh Kudus untuk berbicara dalam bahasa-bahasa asing, yaitu bahasa bangsa-bangsa lain di mana para perantau Yahudi itu mengerti. Maka orang-orang terheran dan bertanya, bagaimana mungkin para murid yang adalah orang-orang Galilea dapat berbicara dalam bahasa-bahasa asing itu? {ay.8-10}.
Dan bukan itu saja, tetapi para murid yang mulanya penakut dan peragu, mampu bersaksi tentang perbuatan-perbuatan besar Allah di dalam Yesus Kristus di bumi {ay.11}. Para murid mampu bersaksi bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah yang menderita, mati, bangkit, dan naik ke surga. Ia adalah Allah yang hidup. Karya Roh Kudus melalui para murid membuat banyak orang tercengang-cengang dan bertanya-tanya tantang apa yang sedang terjadi, dan juga muncul tuduhan bahwa murid-murid sedang mabuk anggur.
Dalam konteks itu, Petrus yang sebelumnya seorang pengecut, justeru ia bangkit dan berkhotbah bahwa apa yang terjadi bukanlah kemabukan akibat anggur, melainkan pekerjaan Roh Kudus. Roh Kuduslah yang bekerja dalam diri para murid, yang memampukan mereka untuk bersaksi tentang pekerjaan besar Allah dalam berbagai bahasa. Petrus menegaskan bahwa pencurahan Roh Kudus itu sudah dinubuatkan oleh nabi Yoel. Ketika Roh Kudus tercurahkan, manusia yang terbatas pun mampu melakukan hal-hal besar.
Dengan demikian, pencurahan Roh Kudus mematahkan pandangan bahwa orang-orang lemah dan berpendidikan rendah tak bisa menjadi pembawa Injil. Roh Kudus membela mereka yang lemah. Roh Kudus memampukan mereka yang lemah dan terbatas untuk melakukan pekerjaan Tuhan secara luar biasa. Petrus melakukan pelayanan dari Yerusalem hingga kota Roma, yang jaraknya 2800 km. Tomas melayani dari Yerusalem hingga India, 4.500 km. Mereka juga rela kehilangan nyawa ketika memberitakan Injil. Roh Kudus menolong mereka untuk memahami bahwa mandat pemberitaan injil lebih berharga dari nyawa mereka. Roh Kudus melahirkan iman bahwa “barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (matius 10: 39). Mereka rela menjadi martir karena Roh Kudus menyertai mereka.
Penutup
Pencurahan Roh Kudus penting bagi gereja untuk menjalani kehidupannya sebagai komunitas multikultur. Gereja terdiri dari berbagai suku, budaya, etnis, yang saling memperkaya. Roh Kudus tidak bermaksud melenyapkan perbedaan budaya. Justru Pentakosta merupakan perayaan multikultural. Kita diundang untuk saling menghargai di tengah segala perbedaan. Perbedaan bukan dimaksudkan untuk saling bersaing, bermusuhan, dan saling meniadakan. Arogansi kelompok harus dibuang, karena hal itu akan menjadi tembok pemisah diantara kita. Roh Kudus menghendaki persekutuan, bukan perseteruan.
Pentakosta sebagai hari lahir gereja menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok budaya dan bangsa dengan hak dan status sosial yang setara di hadapan Tuhan.
Pentakosta membantu kita melihat orang dari latar belakang kelompok dan budaya sebagai hadiah Allah, bukan duri dalam daging. Pentakosta menunjukan bahwa konsekuensi langsung dari karunia Roh adalah lahirnya gereja sebagai sebuah komunitas damai, yang melintasi batas-batas suku, sosial, ekonomi, dan bahasa.
Lukas telah menunjukan kesan universalitas peristiwa pentakosta. Injil akan dikomunikasikan ke semua bangsa. Pentakosta menggunakan bahasa sebagai titik tolak untuk menjangkau perbedaan bahasa dan etnis. Pentakosta memberi solusi bagi keragaman, bahwa injil tidak dikungkung dalam suatu kelompok. Artinya kebaikan Tuhan harus kita saksikan kepada semua orang. Konsekuensinya, sebagai orang-orang yang merayakan pentakosta, kita pun terpanggil untuk bersaksi tentang injil, yakni menghadirkan kebaikan Allah bagi orang lain, apapun perbedaannya dengan kita. Artinya, kasih kita tidak boleh dibatasi hanya untuk mereka yang serumah, sekeluarga, sejemaat, sekelompok, sesuku, sebudaya, seagama, tetapi harus juga menjangkau sesama yang ada di luar kelompok kita.
Sebagai evaluasi, selama kita hanya membatasi kasih kita dalam lingkungan keluarga kita, atau lingkungan jemaat kita semata, atau lingkaran agama dan budaya kita semata, tanpa bisa mengasihi mereka yang ada di luar kelompok kita, maka sesungguhnya Roh Kudus belum bekerja dalam diri kita. Yang ada hanya roh kedagingan, sehingga hanya berfokus pada diri dan kelompok sendiri. Sebab sejatinya Roh Kudus, sebagai Penolong, apabila Ia ada dalam diri kita, maka Ia akan memampukan kita untuk menghadirkan kasih Allah bagi orang lain dan segenap ciptaan. Maka ijinkanlah Roh Kudus menguasai hati kita setiap saat, agar kita mampu bersaksi tentang perbuatan Allah, dan sanggup menyatakan kasih Allah kepada semua orang lain yang kita jumpai dalam hidup ini. Itulah perayaan Pentakosta secara kongkrit. Roh Kudus menolong kita. Amin. ***