Merawat Ajaran Gereja Dari Penyesatan Budaya Pop – Pdt. Gusti Menoh

Membicarakan budaya pop (budaya populer) dalam gereja terkesan mengada-ada, seolah tidak relevan. Padahal ia menjadi bagian dari kehidupan kita, bahkan telah merasuki warga gereja dan menyesatkan mereka selama ini.

Tidak heran bila dalam studi teologi, budaya pop mendapat kajian serius (sebagai contoh, di UKDW Yogyakarta, ada mata kuliah Teologi dan Budaya Populer, yang diampuh oleh Pdt. Yahya Wijaya, Ph.D, yang baru saja mendapatkan SK sebagai profesor pada bidang teologi oleh kemenristek dikti). Budaya pop adalah produk kreatifitas manusia yang bersifat massal. Massal artinya mudah dinikmati banyak orang. Kemudahan itu disebabkan oleh pelaku pasar yang menginstruksikan budaya populer melalui iklan. Budaya pop dapat dinikmati oleh masyarakat umum, karena publikasi intens oleh media massa. Budaya pop menjadi menarik karena merupakan realitas dari masyarakat. Contoh nyata dari budaya pop adalah Drakor (drama korea), K-Pop, video Tiktok, youtuber, vlogger.

Media-media ini telah menghipnotis banyak warga sehingga mereka rela menghabiskan banyak uang dan waktu untuk menikmati apa yang ditampilkan di situ, dan ikut-ikutan gaya hidup yang ditawarkan di situ. Padahal apa yang ditawarkan di situ tidak memiliki nilai edukatif dan nilai iman.

Di antara berbagai budaya pop itu, barangkali Tiktok paling diminati. Tidak hanya remaja, tetapi juga orang tua dan anak-anak pun meminati Tiktok. Kita menyaksikan berbagai vidio Tiktok yang rasanya tidak wajar lagi (silakan buka youtube). Atas nama kreativitas, orang menghabiskan banyak waktu di depan camera untuk perform diri. Berbagai atraksi pun dilakukan, yang kadang-kadang berbau pornoaksi. Di balik atraksi-atraksi itu, tumbuh subur narsisme (narsisme: cinta diri berlebihan sehingga seseorang rela melakukan berbagai aksi manipulatif agar mampu memikat sebanyak mungkin nitizen). Dengan narsisme, orang tidak lagi jujur dengan dirinya, karena seluruh penampilannya bersifat manipulatif. Di situlah letak salah satu penyesatan dari budaya pop dewasa ini.

Daftar panjang budaya pop bisa ditambahkan, seperti materialisme (kecenderungan mengejar kekayaan), hedonisme (kecenderungan untuk mencari kenikmatan), kapitalisme, individualisme, dan lain sebagainya. Trend-trend tersebut bertentangan dengan nilai-nilai kita di Timor. Gaya hidup modern ini bertentangan pula dengan ajaran-ajaran gereja. Itulah sebabnya, sudah sejak awal Paulus mengingatkan jemaat di Filipi untuk menjaga diri dari ilah-ilah zamannya agar mereka tidak kehilangan iman.

Penjelasan Teks

Hidup keagamaan di Filipi serba majemuk. Penduduk kota Filipi suka mencampuradukan berbagai macam agama dan dewa. Sebagai orang-orang Roma, mereka memuja dewa/i Roma seperti Yupiter, Marcurius, Mars, Yuno, dan Minerva. Bahkan di Filipi kaisar Roma pun dipuja sebagai Dewa. Tetapi di samping agama resmi itu, penduduk kota Filipi juga menganut agama-agama impor, khususnya dari Mesir. Kepercayaan akan hidup sesudah kematian ternyata tersebar luas dan didukung oleh agama-agama di sana. Pemuja-pemuja dewa-dewi  tertentu suka membentuk “serikat” khusus yang menyelenggarakan ibadat dan upacara-upacara khusus untuk menghormati salah satu dewa/i, yang dipuja sebagai “allah yang mahatinggi (bdk. Kisah 16:17).

Di kota Filipi itu Injil diberitakan oleh Paulus dan Silas. Oleh pemberitaan mereka, terbentuklah persekutuan orang percaya. Paulus sangat memuji jemaat ini karena iman dan semangat mereka yang luar biasa. Dalam bacaan tadi, Paulus meminta jemaat untuk setia mengerjakan keselamatan yang sudah diterima. Mereka mesti giat mewartakan injil Yesus Kristus di tengah-tengah kemajemukan agama di Filipi. Kesaksian tentang Kristus dan kebenaran-Nya mesti diwartakan. Mereka juga mesti senantiasa membuktikan diri sebagai orang percaya dengan melakukan kasih dan kebenaran. Sebab hanya dengan teguh berdiri di atas kebenaran Kristus, mereka tidak goyah atau terpengaruh oleh ajaran-ajaran sesat lainnya.

Trend agama-agama Roma maupun agama-agama impor, serta kecenderungan untuk mencampuradukan segala jenis kepercayaan harus diwaspadai. Sinkretisme (mencampuradukan berbagai agama/ajaran) tidak dibenarkan. Kekristenan tidak boleh dikompromikan dengan ajaran-ajaran lain. Kebenaran Kristus tidak bisa ditawar-tawar. Oleh karena itu, Paulus meminta jemaat untuk menjaga diri, tidak melakukan hal-hal tercelah dan aib sehingga mereka bercahaya seperti bintang-bintang yang menerangi kegelapan Filipi yang masih menyembah berbala. Penyembahan berhala di Filipi mesti diterangi injil Kristus, bukan sebaliknya. Adalah suatu sukacita bagi Paulus apabila jemaat setia di dalam iman dan senantiasa bersaksi tentang Kristus.

Penutup

Kita hidup dalam masyarakat yang majemuk. Ada berbagai jenis kepercayaan, agama, budaya, tradisi di sekitar kita. Kita mesti saling menghormati dan saling menghargai. Kita mesti siap hidup berdampingan dengan sesama yang berbeda agama, suku, etnis, dan budaya. Namun kita juga perlu menjaga identitas kita sebagai orang percaya. Iman kepada Kristus tidak boleh dikompromikan dengan nilai-nilai yang sesat. Agama dan budaya lainnya tidak boleh direndahkan, namun tidak pula disamakan begitu saja dengan kebenaran di dalam Kristus.

Dewasa ini kebenaran Kristen mendapat tantangan dari budaya pop. Budaya pop yang meliputi segala macam trend negatif seperti narsisme, konsumerisme, hedonisme (mengejar kenikmatan), materialisme (mengejar harta), ketergantungan pada teknologi, budaya homogenitas (mau seragam dengan orang lain sehingga cenderung ikut-ikutan mode), dan berbagai gaya hidup duniawi, harus diwaspadai warga gereja. Begitu pula kecenderungan menjadi narsis. Dewasa ini kecenderungan narsisme (cinta diri berlebihan) nampak dalam aktivitas selfiepada setiap momen (apa pun yang dilakukan) lalu diposting di medsos dengan tujuan pamer diri.

Bahkan di tengah-tengah kedukaan dan penderitaan sesama pun, orang masih narsis dengan foto selfie disertai senyum sumringah, seolah tak ada kedukaan.  Empati terhadap keluarga duka atau penderitaan sesama hilang akibat fokus pada diri sendiri dan mengabaikan situasi duka yang sedang disaksikan. Hal ini telah membudaya akhir-akhir ini dan tanpa sadar menghilangkan rasa-merasa (empati) kita terhadap sesama. Padahal Paulus mengatakan: menangislah bersama mereka yang menangis (Roma 12:15).

Terhadap tantangan-tantangan ini, sebagai gereja kita perlu membina dan mengarahkan warga jemaat untuk peka terhadap berbagai kesesatan yang ditawarkan budaya pop tersebut agar mereka tidak terjerumus ke dalam cara-cara hidup yang bertentangan dengan kebenaran firman Tuhan.  Gereja harus waspada karena budaya pop melalui medsos dan TV telah menawarkan banyak pola hidup dan ajaran yang menyesatkan.

Oleh karena itu, sebagai orang percaya kita mesti setia mendalami kebenaran Allah dalam Alkitab, sehingga kita tidak mudah disesatkan. Gereja wajib mengarahkan jemaat untuk setia membaca firman, agar mereka mengenal sungguh-sungguh kebenaran Allah sehingga teguh imannya.

Orang tua perlu mendampingi anak-anak agar mendalami kebenaran firman Tuhan, sehingga mereka tidak mudah terjerumus budaya pop yang memikat namun menyesatkan. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *