KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Memimpin khotbah pada kebaktian natal oikumene di Paroki St. Yusuf Pekerja Penfui, Ketua Majelis Sinode GMIT Pdt. Dr. Mery Kolimon mengajak umat menjadi sahabat bagi semua orang dan alam. Salah satu bentuk komitmen pada persahabatan dengan alam adalah membuat kebun oikumene di Kupang.
Refleksi teologis tentang sahabat tersebut bertolak dari tema natal nasional 2019 yakni “Hiduplah Sebagai Sahabat Bagi Semua Orang”. (baca khotbah lengkapnya di http://sinodegmit.or.id/hiduplah-sebagai-sahabat-bagi-semua-orang-yohanes-159-17-pdt-mery-kolimon/).
Sahabat Sejati Karunia Tuhan
Menurut Pdt. Mery, ada perbedaan kualitas relasi antara sahabat dengan teman atau kawan.
“Dalam bahasa Indonesia dibedakan antara teman kawan dan sahabat. Kita biasa bilang, itu teman kantor atau kawan sekolah, tapi jarang kita bilang itu sahabat kantor atau sahabat sekolah. … Ketika merefleksikan tema ini saya merasa ada sebuah harapan yang sangat tinggi. Mungkinkah kita bisa menjadi sahabat bagi semua orang? Sebab untuk menjadi sahabat butuh kesediaan saling mengenal, membuka diri dan membangun rasa saling percaya. … rahasia pun rela kita bagi kepada sahabat karena kita tahu dia sungguh memahami kita walaupun belum tentu dia menyetujui pilihan-pilihan kita.”
Kendati tidak mudah, menurutnya, Yesus Kristus telah memberi teladan dengan menyebut para murid sebagai sahabat dan menceritakan kepada mereka rahasia-rahasia besar bahkan memberikan nyawa-Nya. Teladan ini sepatutnya menjadi spirit membangun persahabatan yang tulus dengan sesama dan terlebih lagi membuka pintu bagi orang beriman untuk membuka rahasia pergumulan hidup kepada Tuhan.
“Melalui natal tidak ada lagi yang dirahasiakan. tidak ada yang disembunyikan Kristus kepada para murid-Nya … Maukah kita memberitahukan kepada-Nya pergumulan-pergumulan kita? Kaum milenial sekarang, kalau ada masalah bukannya berdoa dan membuka persoalannya kepada Yesus, tapi pasang status di Facebook (media sosial, red),” kritik Pdt. Mery.
Kebun Oikumene
Sementara terkait persahabatan dengan alam Pdt. Mery mengingatkan umat Kristen khususnya di NTT pada tanggungjawab iman merawat lingkungan melalui gerakan tanam pohon, gerakan tanam air, mengurangi praktik tebas bakar dan membersihkan tanah dari sampah plastik.
“Kita musti punya rasa malu. Kupang adalah kota religius tetapi juga juara satu dalam sampah plastik. Kita semua umat yang merayakan natal mesti merasa malu. Terima kasih kepada paroki ini yang menyediakan pohon natal hijau dari aneka sayuran dan buah. Kita kurangi sebisa mungkin pohon natal plastik. Kita kembangkan kreatifitas. Natal kiranya membuka ruang perjumpaaan dalam masyarakat yang mengalami krisis air untuk bersama-sama memperbaiki kondisi lingkungan,” ajak Pdt. Mery.
Sebagai bukti komitmen pada pelestarian alam tersebut, Ketua Majelis Sinode GMIT mengusulkan pada perayaan natal oikumene mendatang GMIT dan Keuskupan Agung Kupang serta gereja-gereja denominasi lainnya menentukan sebuah lahan untuk ditanami pepohanan dan itu menjadi kebun oikumene di NTT.
“Mungkin tahun-tahun mendatang selesai kebaktian oikumene seperti ini, kita tanam pohon bersama. Kita tentukan satu kebun dan itu menjadi kebun oikumene kita dan kita tunjukan bahwa kalau mau belajar di NTT, ini contohnya,” usul Pdt. Mery disambut tepuk tangan umat.
Pada kesempatan yang sama, Uskup Agung Kupang Mgr. Petrus Turang dalam suara gembala, selain menegaskan tentang tema persahabatan Allah dan manusia melalui kelahiran Kristus, ia juga menyinggung tentang pembangunan pariwisata NTT. Kritik Uskup Agung Kupang terkait sektor ini menurutnya lebih menguntungkan kelompok tertentu daripada kebanyakan masyarakat miskin di desa-desa.
“Persahabatan pembangunan yang terwujud melalui program pariwisata jangkauannya terbatas dan kecil. Mungkin kita bisa ukur dengan jari orang-orang yang maju karena pariwisata. Tetapi saya tidak menentang gubernur dan wakil gubernur atau bupati punya program, [hanya perlu] tahu bahwa itu terbatas dan kecil… saya harapkan tahun 2020 kesetaraan masyarakat desa semakin mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan modernisasi,” kata Mgr. Petrus Turang.
Terkait pernyataan tersebut, Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi dalam sambutannya menjelaskan bahwa pariwisata sebagai prime moverpembangunan NTT bertolak dari 5A yakni: attractive (daya tarik), accommodation (kebutuhan), accessibility (akses), amenities (kebersihan) dan awareness (kesadaran). Kelima prinsip pembangunan pariwisata ini diyakini akan melibatkan banyak warga desa dan akan mendorong dan menumbuhkan ekonomi produktif perdesaan.
“Monsinyur bilang jangan hanya orang tertentu yang nikmati [keuntungan pembangunan pariwisata, red.] karena itu ada A yang kedua yakni akomodasi. Sekarang kami tidak beri ijin kepada pengusaha untuk mendirikan home stay. Pengusaha hanya boleh bangun hotel. Masyarakat desa yang kami dorong untuk bangun home stay … kita wajibkan homestay ambil [kebutuhan pangan, red.] dari warga desa. Tahun ini kami juga akan menyelesaikan jalan provinsi sepanjang 1.650 kilometer,” kata Nae Soi, Jumat, (3/1-2020). ***