KUPANG, www.sinodegmit.or.id,. Sebagai anak kesepuluh dari dua belas bersaudara, Magdalena Betsina Umpenawany, yang akrab dipanggil Ena, sejak kecilnya dipersembahkan sebagai anak perpuluhan.
Niat itu bukan tanpa alasan. Elisabeth Hungou-Umpenawany, kakak perempuan kelima bercerita, pada usia 4 tahun Ena mengalami luka bakar karena jatuh ke dalam lubang berisi api saat bermain di kebun.
“Akibat luka bakar yang berat, Ena demam panas sampai 41 derajat. Mama rawat dia dengan susah payah. Mama bungkus luka bakarnya dengan polok pisang. Lalu kami berdoa, kalau Ena sembuh kami persembahkan dia kepada Tuhan.”
Ena lahir di Atambua pada 15 April 1955. Nama Betsina adalah nama yang diambil dari nama ibunya; Betsina Umpenaway-Lohy.
Tamat Sekolah Rakyat tahun 1969, Ena, mengikuti kakak perempuan keempat, Vin Agoha-Umpenawany ke Kupang untuk melanjutkan sekolah.
“Walaupun Bapak melayani sebagai pendeta di Jemaat Polikarpus Atambua tapi kehidupan ekonomi kami waktu kecil susah sekali. Jadi, kakak-kakak harus bantu adik-adik untuk sekolah. Maka, Kakak Vin Agoha-Umpenawany bawa Ena ke Kupang untuk melanjutkan pendidikan SMP, SMA hingga tamat Akademi Teologi-Kupang. Itulah anugerah Tuhan bagi kami. Biar susah tapi kami semua bisa sekolah,” ungkap Elisabet.
21 Oktober 1979, doa keluarga Umpenawany terjawab. Ena, anak perpuluhan itu ditahbiskan menjadi pendeta GMIT.
Ia memulai pelayanannya dari Jemaat wilayah Nekbaun-Riumata, Klasis Amarasi Barat tahun 1980. 5 tahun kemudian ia dimutasikan ke Jemaat Ebenhaezer Oeba, Klasis Kota Kupang.
Tahun 1992 ia dimutasikan lagi ke Jemaat Yarden Labat. Ia melayani di sini selama 2 tahun lalu dimutasikan ke Jemaat Wilayah Maumere hingga tahun 1995.
Ia kembali ke Timor dan melanjutkan karya pelayanannya di Jemaat Imanuel Kefamnanu selama 3 tahun. Selanjutnya, 1998 ia melanjutkan studi di Fakultas Teologi UKAW-Kupang dan tamat Sarjana Teologi (S.Th.,) 2004.
Usai studi, Majelis Sinode GMIT menempatkannya di Jemaat Lahairoi-Tuak Sabu, Klasis Kupang Tengah dan melayani jemaat ini hingga tahun 2010.
Masa tugasnya sebagai karyawan aktif diakhiri di Jemaat Gloria Kayu Putih, Klasis Kupang Tengah tahun 2015. Namun, jemaat setempat tetap memberinya kesempatan untuk mengajar kelas katekisasi.
Pdt. Ena menderita sakit diabetes sejak dua tahun terakhir. Namun, hal itu tidak mengendurkan semangatnya. Suatu ketika, saudara-saudaranya memintanya berhenti melayani di gereja, namun dijawab bahwa tugas pendeta tidak mengenal pensiun.
Itulah teladan dan semangat pelayanan yang ditinggalkan pelayan GMIT yang dikenal tegas ini.
Selasa, 23 Maret 2021, Pdt. Emr. Ena Umpenwany berpulang ke rumah Bapa di Sorga karena komplikasi penyakit dalam usia 65 tahun.
Kebaktian penguburan berlangsung pada Kamis, 25 Maret 2021, di Jemaat Gloria Kayu Putih dipimpin Pdt. Kristoforus Sunur dan Pdt. Daniel Nenotek.
Wakil Majelis Sinode GMIT, Pdt. Gayus Pollin menyampaikan turut berdukacita dan ucapan terima kasih kepada keluarga yang telah mempersembahkan mendiang untuk pekerjaan Tuhan selama 28 tahun. ***