Nunumeu-Soe,www.sinodegmit.or.id, “If you fail to plan, you are planning to fail,” (kalau anda gagal merencanakan, anda merencanakan untuk gagal).
Kutipan bijak dari Benjamin Franklin tersebut disampaikan Ketua Majelis Sinode GMIT, Pdt. Dr. Mery Kolimon, saat menyampaikan materi seminar pada kegiatan Training of Trainers (ToT) bertema, “Perencanaan Pelayanan Jemaat & FGD Draf HKUP GMIT 2020-2023” di Jemaat GMIT Getsemani Nunumeu, Klasis So’e, Senin, (3/6).
Dalam materi berjudul teologi perencanaan, Pdt. Mery mengangkat karya Allah Tritunggal melalui penciptaan, penyelamatan dan pembaruan dunia ini sebagai dasar panggilan gereja dalam merencanakan pelayanan.
“Kita baca Kejadian pasal satu, cerita tentang Allah menciptakan dimulai dengan sebuah perencanaan. “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita.” (Kej. 1:26). Allah tidak langsung pergi dan menciptakan akan tetapi kita mendapat gambaran bahwa Allah merencanakan. Kalau Allah saja melakukan sesuatu dengan perencanaan, bagaimana dengan kualitas perencanaan kita,” kata Pdt. Mery.
Meminjam pandangan Prof. Karlina Supeli tentang empat unsur dasar dalam diri manusia yakni afektif, nalar, kehendak dan spiritual/mistik, Pdt. Mery mengatakan bahwa dalam urusan perencanaan seringkali orang jatuh pada pemecahan masalah secara prematur oleh sebab loncatan pikiran dari unsur afektif ke spiritualitas. Ia mencontohkan,
“Ada anggota jemaat dimangsa buaya. Ketika ditanya penyebabnya kepada pendeta, dijawab bahwa Tuhan sudah kehendaki korban mati dengan cara seperti itu. Padahal bisa jadi peristiwa itu terjadi akibat rusaknya ekosistem di sekitar habitat buaya. Itu namanya melompat dari afektif langsung ke mistik. Orang cenderung melompat dari perasaan tidak nyaman tentang masalah dunia kepada jawaban spiritual, tanpa terlebih dulu memahami persoalan tersebut dengan menggunakan daya nalar.”
Agar terhindar dari salah kaprah yang demikian maka menurut Pdt Mery, dibutuhkan kecerdasan berpikir dalam merencanakan program pelayanan. Dan, upaya itu bisa dimulai dengan melakukan analisis sosial.
ToT ini diikuti 39 orang pendeta dari 13 klasis di TTS. Sebelumnya kegiatan yang sama dilaksanakan di Wini-TTU, Sabu, Alor dan Labuan Bajo. Sementara kegiatan selanjutnya akan dilaksanakan di Klasis Kota Kupang, Busalangga-Rote, dan terakhir di Kantor Sinode GMIT pada bulan Juni ini.
Sekretaris Bidang Teologi MS GMIT, Pdt. Nicolas Lumba Kaana, M.Th, menjelaskan kegiatan ini bertujuan meningkatkan kapasitas para pendeta dalam menganalisa realitas sosial di lingkup jemaat atau klasis sehingga terbangun jembatan dua arah antara kenyataan digumuli di medan layan dengan program-program strategis yang tertuang dalam Haluan Kebijaksanaan Umum Pelayanan (HKUP) GMIT periode 2020-2023 mendatang.
Pdt. Emma Fay, salah satu peserta pada kegiatan ini menilai pelatihan ini sangat bermanfaat baginya.
“Ini pengalaman pertama saya ikut pelatihan semacam ini. Pelatihan ini menolong kami mengidentifikasi berbagai masalah di jemaat guna menyusun program yang sesuai dengan kebutuhan kami. Selama ini kami hanya copy paste program yang ada di HKUP tanpa tahu tujuannya apa,” ujar utusan dari Jemaat GMIT Haumenbaki, Klasis Soe.
Ia mengharapkan, ToT ini bisa dikembangkan lagi di tahun mendatang dengan melibatkan lebih banyak peserta.
Materi pelatihan mencakup empat topik perencanaan, yaitu: Analisa Sosial (analisa garis waktu, analisa pohon masalah dan pohon kehidupan); Refleksi Teologi; Perencanaan Program dalam bingkai Panca Pelayanan; Advokasi (Pengorganisasian komunitas, pembelaan dan pengembangan jaringan); Keterampilan memfasilitasi kegiatan pelatihan; dan FGD Draf HKUP 2020 – 2023.
Fasilitator dan pemateri terdiri dari: Pdt. Dr. Mery Kolimon, Dr. Karen Campbell-Nelson, Pdt. Dr. John Campbell-Nelson, Dr. Ludji Riwu Kaho, Dr. Marvel J.P Ledo, Pdt. Yuda Hawu Haba, M.Th, Pdt. Paoina Bara Pa, Pdt. Agustina Amtaran dan Haris Oematan.
Kegiatan yang berlangsung selama 3 hari ini diawali dengan kebaktian pembukaan dipimpin Pdt. Frans Nahak dari Jemaat GMIT Besnam-Klasis Amanuban Timur. ***