Benlutu-Soe, www.sinodegmit.or.id, “Petani bukan orang miskin. Petani juga bisa kaya kalau dia bertani dengan benar. Sepulang dari pelatihan ini saya mau menjadi petani yang profesional seperti yang sudah kami pelajari di sini,” demikian komitmen Edi Sopaba (36) salah satu petani yang mengikuti pelatihan di Pusat Pelatihan Misi Terpadu (PPMT).
PPMT merupakan badan pelayanan milik Gereja Kristus Yesus (GKY) di Jakarta yang dibangun di daerah-daerah Kristen yang miskin. Salah satu cabangnya didirikan di Benlutu, kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Lembaga ini memiliki misi melatih pemimpin-pemimpin gereja menjadi motivator pergerakan pembangunan masyarakat pedesaan. Sopaba, penatua dari jemaat Mahanaim Poni, klasis Amanuban Selatan, kecamatan Kualin merupakan salah satu dari 15 peserta yang di utus GMIT.
GKY sejak lama bermitra dengan GMIT. Melalui PPMT, telah dua kali diadakan pelatihan yang melibatkan puluhan pendeta, penatua dan diaken dibidang pertanian, peternakan dan perikanan. Selasa, 25/07 kami menemui para peserta yang telah mengikuti pelatihan sejak 17/07. Kegiatan yang berlangsung selama 40 hari tersebut melibatkan 30 peserta dari berbagai gereja denominasi di NTT.
“Saya sangat senang mengikuti kegiatan ini. Selama ini kita di bagian Timur pola bertani, beternak, termasuk perikanan masih sempit. Yang kita kerjakan tidak mencapai hasil yang kita harapkan. Tapi pelatihan ini sangat membuka wawasan kami sebagai petani,” ungkap Pdt. Imanuel Banuaek dari GBI Logos Noebesa, Amanatun Selatan.
Selain melatih keterampilan bertani dan beternak peserta juga dibekali dengan pengetahuan kewirausahaan serta pembentukan spiritualitas dan karakter yang berlandaskan iman Kristen.
Kawasan PPMT yang terletak di kilometer 100 dari arah Kupang memiliki luas sekitar 2 hektar. Tersedia fasilitas penginapan dan ruang-ruang pelatihan sebanyak 10 unit yang dikelilingi dengan kebun sayur, kolam ikan, peternakan ayam, babi, sapi dan budidaya jamur tiram yang dikelola dengan sistem pertanian terpadu.
Sistem pertanian terpadu merupakan satu sistem yang menggabungkan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dalam satu lahan. Cara kerja sistem ini seperti mata rantai melalui daur ulang menggunakan tanaman dan hewan sebagai mitra, sehingga menciptakan suatu ekosistem yang meniru cara alam bekerja. Dengan pemupukan murni organik, semua tanaman yang dikelola di tempat ini tumbuh subur dengan kualitas terbaik.
Heppy Sastra, kepala kebun PPMT bahkan menunjukan beberapa bedeng sawi yang satu batang saja seberat 1,4 kilogram dengan harga jual 5-7 ribu rupiah/kg.
“Semua sayuran di sini murni menggunakan pupuk organik. Kami buat dari bonggol pisang yang dicampur pupuk cair, susu yakult, kotoran hewan mentah dan gula untuk fermentasi. Hasilnya luar biasa, 1 batang sayur sawi beratnya bisa mencapai 1,4 kilo,” ujarnya sambil mencabut satu batang sawi lokal sebesar betis orang dewasa dengan tinggi sekitar 40 cm.
Selain pelatihan pertanian, peserta juga mendapat materi tentang pengobatan herbal. Suwito, salah satu pengajar dan peneliti cacing melatih peserta memanfaatkan cacing sebagai pupuk, pakan ikan dan obat tradisional. Cacing dari kotoran sapi Australia menurutnya sangat baik untuk mengobati berbagai jenis penyakit degeneratif seperti jantung, stoke, diabetes, kanker, asma dll.***