
Sabu, www.sinodegmit.or.id, Klasis Sabu Barat-Raijua dan Klasis Sabu Timur masing-masing menerima satu unit rumah pastori contoh tangguh bencana dari Majelis Sinode (MS) GMIT.
Dua unit rumah pastori tersebut merupakan hasil kerja sama tripartit antara Majelis Sinode (MS) GMIT, Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Provinsi NTT.
MS GMIT menginisiasi kerja sama tripartit tersebut dengan spirit build back better (membangun kembali yang lebih baik) sebagai bentuk pembelajaran pasca Siklon Tropis Seroja tahun 2021 yang merusak ribuan rumah di Sabu-Raijua termasuk rumah-rumah pastori dan gedung-gedung gereja.
Ibadah serah terima rumah pastori dilaksanakan terpisah masing-masing berlokasi di Mata Jemaat Persaudaraan Wagga Ae, di Klasis Sabu Barat dan di Jemaat Ephata Nada, Klasis Sabu Timur dihadiri oleh Rektor Unwira, Pater Dr. Philipus Tule, SVD., dan Ketua IAI Provinsi NTT, Robertus Rayawulan, M.T.
Pater Philipus dalam sambutannya menilai kerja sama pembangunan rumah pastori contoh tersebut merupakan wujud paling konkret dari relasi ekumenis. Pasalnya, relasi ekumenis yang biasanya diwujudkan melalui ruang belajar akademis kini dihadirkan di tengah-tengah umat.
“Bagi saya sebagai pemuka agama Katolik, sebagai pastor, inilah wujud paling kontret dari kegiatan ekumenis,” ucap Pater Philipus.
Mengutip pesan Tuhan Yesus kepada Rasul Petrus dalam Matius 16:18, “… di atas batu karang ini Aku akan mendirikan gereja-Ku…”, Pater Philipus menegaskan bahwa metafora batu karang (cadas) tidak semata-mata menunjuk pada kekuatan secara fisik, melainkan pada persekutuan dan persaudaraan yang kokoh dari orang-orang beriman tatkala menghadapi berbagai tantangan hidup termasuk bencana.
“Bangunan pastori yang dibangun kuat dan megah ini bisa runtuh, tetapi tidak membuyarkan harapan dan iman kita. Kita harus tetap percaya bahwa Tuhan hadir dalam kehidupan bergereja kita.”

Terkait kerja sama dengan Unwira, Pater Philipus menyampaikan terima kasih kepada MS GMIT yang telah mengikutsertakan para arsitek dari lembaga yang dipimpinnya. Ia sekaligus memberi apresiasi kepada Budi Lily, ST.MT., pengajar dari Fakultas Teknik Arsitektur, yang mendesain kedua rumah pastori ini dengan mengadaptasikan bentuk rumah adat serta dinilai-nilai kearifan lokal setempat atau yang umum disebut arsitektur vernakular.
Pada kesempatan yang sama Ketua IAI Provinsi NTT yang juga adalah Wakil Dekan Fakultas Teknik Unwira, mensyukuri kerja sama antar lembaga ini. Keterlibatan IAI dalam pembangunan yang dimulai dari pelatihan tukang hingga serah terima bangunan menurutnya adalah sebuah proses belajar yang saling melengkapi antara jemaat awam dengan kaum profesional dan akademisi.
Keterlibatan para arsitek dalam desain menurutnya penting sekali untuk memastikan mutu bangunan dari segi efisiensi, kekuatan dan keindahan.
Ia menilai transfer pengetahuan kepada para tukang melalui pelatihan tukang di Sabu-Raijua berhasil diaplikasikan melalui bentuk bangunan yang dikerjakan dengan rapi. Ia berharap pengetahuan dan pengalaman ini menjadi contoh bagi jemaat dalam membangun rumah hunian yang ramah bencana.

Fernandes Rihi Kana, salah satu tukang yang membangun rumah pastori Mata Jemaat Persaudaraan Wagga Ae, berukuran 14,40 M X 15 M, merasa beruntung dan bangga atas pekerjaan mereka.
“Waktu Seroja datang, gedung gereja yang kami bangun hancur total kerena kami bangun hanya dengan modal semangat. Tidak ada pengetahuan arsitek. Tetapi setelah Seroja dan kami dapat pelatihan tukang, kami lebih percaya diri bahwa kami bisa bangun rumah yang lebih kuat,” kata Fernandes.
Bersama empat orang tukang lainnya, Fernandes juga ikut membangun gedung gereja yang bersebelahan dengan rumah pastori. Gedung gereja Mata Jemaat Persaudaraan Wagga Ae ini mendapat dukungan dari Gereja Kristen Indonesia (GKI) Kebayoran Baru Jakarta. Sedangkan dukungan biaya untuk rumah pastorinya berasal dari Gereja Methodis Malaysia.
Pada kesempatan yang sama, Ketua MS GMIT menyampaikan terima kasih kepada Unwira, IAI Provinsi NTT dan Gereja Methodis Malaysia, atas dukungan sumber daya keilmuan dan dana. Juga apresiasi kepada panitia pembangunan dan segenap jemaat dan Majelis Jemaat serta Tim Tanggap Siklon Seroja MS GMIT khususnya Soni Amtaran dan Glenn Malelak serta sejumlah pemuda GMIT lainnya, yang mendampingi dan memastikan seluruh proses pembangunan kedua pastori tersebut dikerjakan sesuai perencanaan.
Ia memohon maaf atas keterbatasan Majelis Sinode yang baru mampu memberi dukungan 60 persen atau masing-masing mendapat bantuan senilai 265 juta dan 275 juta rupiah atau total 530 juta rupiah. Ia berharap jemaat-jemaat saling mendukung untuk menyelesaikan kedua pastori dimaksud.
Selain dukungan anggaran untuk pelatihan tukang dan pembangunan rumah pastori dan gedung gereja contoh tangguh bencana, Pdt. Mery Kolimon mengungkapkan bahwa pihaknya terus melakukan upaya mitigasi lainnya melalui pelatihan gereja tangguh bencana, penanaman bakau/mangrove, serta penelitian dan penulisan buku teologi bencana.
Rencananya rumah pastori di Klasis Sabu Timur yang berukuran 14,80 M X 18 M, sekaligus menjadi guest housedalam rangka Sidang Sinode ke-35 pada Oktober 2023 mendatang.

Kebaktian serah terima kedua pastori masing-masing di Jemaat Wagga Ae dan Ephata Nada berlangsung terpisah pada Kamis dan Jumat, (8-9/6), dipimpin Pdt. Emil Hauteas, Ketua Unit Pembantu Pelayanan (UPP) Kemitraan dan Hubungan Oikumenis MS GMIT dan Pdt. Henderina Takalogo, Ketua Badan Keadialan dan Perdamaian (BKP) Sinode GMIT.
Hadir pula dalam dua kebaktian terpisah tersebut, Wakil Bupati Sabu-Raijua, Yohanis Uly Kale, Majelis Klasis Sabu Barat Raijua dan Sabu Timur, Pdt. Heri Herewila dan Pdt. John Wadu Neru. ***