KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Bertepatan dengan kiriman dua jenasah TKI asal NTT, yang menggenapkan total korban meninggal menjadi 44 orang dalam 10 bulan terakhir, Minggu, 23 Oktober 2016 pukul 18:30, sekitar 200 orang yang tergabung dalam kelompok pemerhati buruh migrant menggelar ibadah bersama di trotoar depan rumah jabatan gubernur NTT, jalan Eltari-Kupang. Rombongan berasal dari mahasiswa Fakultas Teologi UKAW-Kupang didampingi 3 orang dosen, Pdt. Dr. John Campbell-Nelson, Dr. Karen Campbell-Nelson, Pdt. Drs. Judith van den Berg-Meelis, beberapa pendeta GMIT, Pastor, Suster, LSM-Jaringan Perempuan Indonesia Timur (JPIT), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), JERUK dll.
Peserta rombongan mengenakan pakaian hitam-hitam, memegang lilin dan memikul sebuah kayu salib. Tampak beberapa orang memanggul sebuah keranda bertuliskan nama 44 korban TKI sambil berjalan kaki dari depan markas Polisi Militer menuju rumah jabatan. Tiba di lokasi, masing-masing peserta menabur bunga, menyalakan lilin sambil duduk dalam sikap doa.
Ibadah dipimpin oleh Pdt. Emy Sahertian dari Sinode GMIT, serta refleksi dari Pater Heribertus Hadiarto, SVD pastor buruh migrant yang bertugas di Hongkong. Mengawali refleksinya, Pater Heribertus mempertanyakan hakikat manusia? Ecce Homo (siapakah manusia)? “Pada dasarnya Tuhan menciptakan manusia begitu indah, namun keindahan itu tercabik-cabik oleh sesamanya sendiri. Manusia menjadi serigala bagi yang lain. Tahun ini 44 orang sesama kita buruh migrant meninggal. Pertanyaan siapakah manusia itu, mendapatkan konteksnya saat ini di sini. Karena itu kita harus berjuang untuk mengembalikan hakekat kemanusiaan itu. Kita hadir di sini untuk bertanya dan berdoa serta berjuang bersama demi keadilan.”
Ditanyai mengapa memilih beribadah di depan rumah jabatan gubernur NTT, Pdt. Emy Sahertian, M.Th, mengatakan bahwa hal ini dimaksudkan sebagai catatan kritis gereja terhadap pemerintah yang terkesan bungkam bahkan pernyataan dukacita dari gubernur sebagai Bapak dari anak-anak NTT belum ada. Ditegaskan pula bahwa ibadah di jalanan depan rumah jabatan itu, hanya salah satu dari sekian banyak strategi perjuangan yang dilakukan gereja bersama semua pihak yang peduli pada kemanusiaan untuk memerangi tindak pidana perdagangan orang.
Ibadah berlangsung lancar di tengah deru kendaraan yang lalu-lalang, dengan kawalan beberapa petugas keamanan.