Pengakuan bahwa sekolah-sekolah milik Yapenkris GMIT banyak yang kesulitan mencari siswa sementara sekolah swasta lain yang juga dikelola oleh gereja sampai menolak siswa, dinyatakan oleh Pnt. Wem Nunuhitu, Bendahara Majelis Sinode GMIT dalam seminar Gereja dan Pendidikan di Jemaat Imanuel Besikama Klasis Belu yang dilaksanakan pada Sabtu, 29 Agustus 2015.
“Itu karena mereka menjaga kualitas dan berani investasi modal untuk memberikan yang terbaik. Jadi kalau kualitas guru dan sistem bagus maka sekolah dapat membiayai diri,” ujar Pnt. Wem.
Seminar ini dilaksanakan mendahului Peresmian SMA Kristen Maktihan Kabupaten Malaka dan kebaktian perhadapan Badan Pembantu Pelayanan SMA Kristen Maktihan.
Pembicara dalam Seminar Gereja dan Pendidikan adalah Bendahara MS, Pnt. Wem Nunuhitu dengan judul Hubungan GMIT dan Yapenkris. Pembicara kedua adalah Ketua MS tentang Gereja dan Pendidikan. Sementara Pdt. Elisa Maplani menjadi moderator.
Pada kesempatan seminar itu, Pdt. Robert Litelnoni mengatakan bahwa dalam perjalanan sejarah, gereja tidak saja mengabarkan kabar baik dimana gereja ada maka pendidikan dan kesehatan juga dilaksanakan oleh gereja. Persoalan sosial berupa kemiskinan dan sakit terus digumuli oleh gereja maka dikembangkan panca pelayanan di GMIT. “Dalam panca pelayanannya, GMIT secara kritis mendalami pelayanan yang dilakukan oleh Yesus yang tidak saja mengabarkan kabar baik tapi Ia juga mengajar dimana-mana. Ia mengingatkan bahwa tugas murid-murid adalah memberi mereka makan, menyembuhkan mereka yang sakit. Jadi landasan teologis bagi gereja sangat kuat untuk melakukan pelayanan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi dengan berpatokan pada apa yang dilakukan Yesus,” kata Pdt. Robert. Lebih jauh Pdt. Robert mengatakan bahwa sejak awal dimana gereja ada, disitu ada sekolah dan rumah sakit. Para misionaris tidak saja memberitakan injil tapi juga mendirikan tempat orang bisa berobat dan sekolah. “Maka sejak semula gereja telah mengenal dan melaksanakan pelayanan secara holisitik sehingga tidak saja mendengar firman tapi juga merasakan firman. Para pendeta dulu yang masuk ke NTT memiliki tiga jabatan yakni pewarta mimbar, guru dan perawat. setelah berkhotbah, ia ajar orang membaca, berhitung, menulis. Saat ini gereja berlari terlalu cepat sehingga pendidikan pun dilupakan. Kami dalam usaha untuk mengembalikan ke jalan yang benar dan itu tidak mudah. Namun ini adalah tugas penting. Sayangnya gereja-gereja lokal dengan saldo milyaran, sulit diajak menghidupkan kembali pendidikan,” sesal Pdt. Robert. Ia mengungkapkan kecintaannya pada sekolah-sekolah Kristen milik GMIT karena ia adalah tamatan SD, SMP dan SMA GMIT. “Kita tidak boleh melupakan sekolah yang telah membuat kita berhasil maka memberi untuk sekolah yang telah membesarkan kita adalah tugas bersama,” tandasnya.
Keesokan harinya, Minggu, 30 Agustus 2015 dilaksanakan peresmian SMA Maktihan Kabupaten Malaka. Peresmian didahului dengan kebaktian minggu sekaligus perhadapan BPP SMA Maktihan di Jemaat Imanuel Besikama Klasis Belu. Kebaktian dipimpin oleh Pdt. Elisa Maplani.
SMA Maktihan didirikan dengan visi : Menghasilkan lulusan yang takut akan Tuhan, berwawasan IPTEK dan kepekaan terhadap lingkungan.
Pendirian SMA Maktihan dilaksanakan berdasarkan kebutuhan jemaat protestan akan sebuah sekolah menengah atas. Dan proses belajar mengajar baru saja dimulai dengan didukung tenaga pendidik sarjana.
Pnt. Wem Nunuhitu, yang dipandang sebagai tokoh jemaat dan tokoh masyarakat setempat mengajak semua guru agar mengembangkan diri untuk member yang terbaik bagi Tuhan. “Kita sudah punya sekolah dengan visi menjadikan anak-anak kita takut akan Tuhan maka tolong sekolahkan anak-anak di sekolah kita supaya di sana mereka dibentuk dan dibangun imannya. Tanggungjawab guru dan yayasan adalah walau kita sedikit, marilah yang sedikit itu memberkati sebab Tuhan sudah berkati kita,” ajak Pnt. Wem. •••