Kupang,www.sinodegmit.or.id, Di tengah derasnya hujan yang mengguyur kota Kupang, Senin 23/1-2017, seribuan jemaat menghadiri ibadah pemakaman Pdt. Natalinda Debora Lay-Pandie, S.Th yang berlangsung di jemaat GMIT Syalom Airnona-Kupang yang menjadi tempat terakhir mendiang melayani. Sepanjang kebaktian tampak jemaat larut dalam duka yang dalam. Pdt. Natalinda Lay-Pandie, meninggal akibat jatuh sakit dan menghembuskan napas terakhir pada Jumat, 20 Januari di RSU W.Z. Yohanes dalam usia 53 tahun. Mendiang yang juga saudara kandung dari Dr. David Pandie, dosen dan pengamat politik NTT, meninggalkan seorang suami Drs. Yunus lay dan seorang anak laki-laki Alvin Albert Lay, SE.
Jejak pelayanan kependetaan almarhumah di mulai dari klasis Mollo Utara tahun 1991 sebagai ketua majelis jemaat di jemaat Ebenhaeser Kapan, tahun 1992 di mutasikan ke jemaat Pulu Thie Klasis Kupang Tengah. Selanjutnya dimutasikan ke Betel Oesapa, tahun 2001 dan tahun 2004 ditempatkan sebagai sekretaris komisi Par, Pemuda Perempuan dan Pembinaan Warga Gereja Majelis Sinode (MS) GMIT, tahun 2008 hingga 2012 diangkat sebagai direktur toko buku dan kolportasi MS GMIT. Juli 2012 dimutasikan ke jemaat Koinonia Kupang, dan terakhir Juli 2016 dimutasikan ke jemaat Syalom Airnona Kupang.
Kebaktian pemakaman dipimpin Pdt. Boy Takoy, Pdt. Petronela Hirepadja-Loyboga dan Pdt. Dina Dethan-Penpada. Dalam khotbah yang mengacu dari Yohanes 15:12-17 Pdt. Petronela Hirepadja-Loyboga merefleksikan pengalaman iman Yohanes sang penulis kitab yang juga adalah murid Yesus. Kesetiaan Yohanes berbeda dari murid-murid lainnya. Ia setia mengikuti Gurunya hingga kaki salib di Golgota, yang karena itu kepadanya Tuhan Yesus menitipkan ibu-Nya Maria. Kesetiaan itu berlanjut hingga kebangkitan Yesus di mana Yohanes turut masuk ke dalam kubur yang telah kosong bahkan sampai Yesus naik ke sorga.
Pdt. Dr. Mery Kolimon dalam Suara Gembala memberi apresiasi yang tinggi atas pelayanan mendiang selama 27 tahun. “Ma’ Linda, sapaan almarhumah kata ketua sinode GMIT telah memberi teladan hidup dan pelayanannya yang tidak setengah-setengah dan bahwa kesungguhan pelayanan bukan tanpa resiko. Teladan hidup itu hendaknya menjadi warisan bagi semua sahabat sepelayanan agar karya pelayanan dilakukan dengan maksimal, tidak main-main, berkualitas dan bermakna bagi sesama yang disentuh dan dilayani. Selain itu, Ketua sinode GMIT juga meminta jemaat-jemaat GMIT agar peka dengan kebutuhan para pastor akan waktu istirahat teristimewa pada puncak hari raya. “Ketika kita mendengar Ma’ Linda sakit dan pulang ke rumah Bapa, kami mendengar banyak komentar, ada banyak diskusi apakah lebih baik jika jemaat-jemaat, klasis dan sinode mengatur cek kesehatan bagi para pendetanya. Meskipun kita percaya bahwa hidup dan mati, bahwa hari lahir dan hari kematian ada di tangan Tuhan adalah juga penting untuk mengatur secara berkala pengecekan kesehatan dan juga untuk memiliki waktu-waktu rileks. Kami meminta pada kesempatan ini kepada jemaat-jemaat di seluruh Gereja Masehi Injili di Timor juga untuk peka terhadap kebutuhan para pastor, kebutuhan para gembala untuk beristirahat terutama pada puncak hari raya.”
Seusai kebaktian, almarhumah diantar menuju tempat pemakaman keluarga di Taklale, Kupang-Timur. Selamat jalan rekan sepelayanan Pdt. Natalinda Debora Lay-Pandie, kiranya damai dari Tuhan Yesus Sobat dari Galilea senantiasa menyertaimu.