JEMAAT NOEKAESMUTI TUAN RUMAH KEMAH PEMUDA KLASIS AMARASI BARAT

KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Dalam rangka mengisi liburan, sekitar 500 pemuda GMIT dari 33 jemaat di klasis Amarasi Barat menyelenggarakan camp pemuda di jemaat Ebenhaeser Noekaesmuti-Kobe. Kegiatan tahunan yang bertujuan memperkuat persekutuan antar pemuda gereja ini di buka oleh ketua UPP Pemuda dan Kaum Bapak Majelis Sinode GMIT Pdt. Yahya Milu pada Senin, 26/06-2017 pukul 10:00 wita.  Selain dihadiri Ketua Majelis Klasis Amarasi Barat Pdt. Petrus Tameno dan sejumlah pendeta jemaat, juga hadir anggota DPD NTT Drs. Ibrahim Medah dan wakil bupati Kupang, Korinus Masneno.

Perkemahan yang berlangsung selama 3 hari ini diisi dengan eneka kegiatan seperti: ceramah HIV/AIDS, lomba CCA, lomba yel-yel, lomba khotbah dan bakti sosial.

Panggilan Tuhan melampaui Kompetensi

Mengawali seluruh rangkaian kegiatan, digelar kebaktian pembukaan yang dipimpin Pdt. Wim Nunuhitu. Belajar dari penolakan Yeremia atas panggilan Tuhan karena merasa masih muda, Pdt. Wim mengajak pemuda-pemuda untuk tidak menjadikan kekurangan sebagai alasan untuk menolak terlibat dalam pelayanan gereja. Menurut Pdt. Wim, Tuhan tidak asal panggil seseorang menjadi hamba-Nya. Jika Tuhan memanggil, Ia telah terlebih dahulu mempersiapkan seseorang dan memampukannya melakukan panggilan tersebut. Oleh karena itu, pemuda tidak perlu berkecil hati mengambil bagian dalam pekerjaan-pekerjaan Tuhan melainkan percaya dan berkomitmen untuk melakukan tugas-tugas tersebut.

Sementara itu, Ketua UPP Pemuda dan Kaum Bapak, Pdt. Yahya Millu dalam suara gembala mewakili majelis sinode GMIT mengajak jemaat berefleksi bagaimana Tuhan Allah memilih dan mengutus mereka yang termasuk dalam kategori tidak mampu untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan besar.

“Yeremia yang tidak mampu, dipanggil untuk menjadi pengubah, menjadi transformator satu bangsa yang tegar tengkuk. Pemanggilan terhadap seseorang yang tidak mampu untuk menjadi pengubah menunjukan keadilan dan kemahakuasaan Tuhan bahwa Tuhan berkehendak memanggil siapapun yang ia mau. Pemanggilan itu bahkan melampaui kompetensi pribadi mereka yang dipanggil. Itulah Yeremia. Ia menjawab panggilan Tuhan bukan melihat pada kompetensi pribadinya melainkan ia percaya pada panggilan Tuhan,”demikian kata Pdt. Yahya Millu.

Secara blak-blakan ia bahkan berpesan pada dua politisi yang hadir dan sedang mencalonkan diri sebagai gubernur NTT dan Bupati Kupang serta semua hadirin untuk menyadari eksistensi masing-masing bahwa panggilan Tuhan mesti ditempatkan di atas kompetensi pribadi masing-masing.

“Sebagai gembala sekaligus ketua UPP kaum bapak, Bapak Iban Medah dan Bapak Korinus sebagai calon gubernur dan bupati, keyakinan kita menjadi pemimpin pada level manapun ada pada aspek pemanggilan Tuhan bukan pada kompetensi pribadi. Kepada pemuda-pemuda GMIT, kita mesti ingat kebenaran ini. Ada banyak pemuda yang tidak punya kompetensi dari segi pendidikan tetapi Tuhan mampu mengubah hidup mereka dan mereka menjadi berkat bagi sesama karena keyakinan dan ketaatan yang sungguh pada panggilan Tuhan tersebut,” ujarnya.

Akar Persoalan di NTT

Anggota DPD asal NTT Drs. Ibrahim Medah yang didaulat memberi sambutan pada kesempatan ini menyoroti persoalan sosial ekonomi di daerah ini. Menurutnya, akar persoalan kemiskinan di NTT ada pada sektor pangan akibat iklim kering. “Penyebab kemiskinan adalah pangan. Indikatornya apa? Banyak petani di NTT yang setiap tahun gagal tanam dan gagal panen akibat curah hujan sedikit. Inilah akar kemiskinan kita di hampir semua kabupaten di NTT. Ini tantangan kita saat ini. Tapi Tuhan melengkapi kita dengan hikmat untuk mengatasi persoalan kemiskinan. Salah satu caranya adalah tidak membiarkan air hujan yang sedikit itu terbuang percuma ke laut melalui jebakan air, cekdam, embung dan bendungan,” jelasnya.

Menurut Medah, kunci keluar dari kemiskinan adalah memperkuat sektor pertanian.  Karena itu sebagai senator dari NTT ia berjuang untuk melipatgandakan anggaran APBN di sektor infrastruktur air untuk 3000 desa di NTT sehingga di tahun 2017 ini NTT mendapat 1000 embung dari 3000 yang ditargetkan.

Menutup sambutannya, ia berharap pemuda-pemuda gereja dan pemuda NTT umumnya bisa menjadi inspirator dan inovator di bidang ekonomi kreatif terutama dalam pengolahan pangan lokal.

Potret Pemuda Noekaismuti

Noekasmuti, tempat kegiatan kemah pemuda ini berlangsung merupakan bagian dari desa Erbaun. Mencapai kampung kecil ini memerlukan waktu sekitar 30 menit dari Baun atau kurang lebih satu jam dari Kupang dengan berkendara mobil atau sepeda motor. Kendati jarak yang ditempuh relatif tidak jauh namun dengan topografi berbukit-bukit serta infrastruktur jalan yang rusak parah membutuhkan keberanian menuruni dan menanjaki jalanan terjal berbatu dan berdebu.

Tak ayal, rata-rata pemuda di dusun yang berjumlah 131 kepala keluarga atau 400-an warga ini putus sekolah. Menurut pengakuan ketua majelis jemaat Ebenhaezer Noekasmuti, Pdt. Fajar Lisnahan, S.Th, sejauh ini hanya 2 orang pemuda yang berijasah sarjana. Untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP dan SMA anak-anak harus jalan kaki hingga Baun, desa tetangga yang berjarak sekitar 4 kilometer dengan medan yang sulit dan sangat melelahkan.

“Rata-rata anak-anak muda di sini putus sekolah. Mereka sehari-hari berkebun dan beternak sapi satu atau dua ekor. Meski ada sungai yang airnya bertahan hingga bulan Agustus, namun hampir tidak ada yang bertanam sayuran. Kebiasaan ini sudah turun temurun sehingga tidak mudah mengubah mindset mereka,” ungkap Pdt. Fajar yang sudah 8 tahun melayani di jemaat ini. Ia berharap dengan dengan menjadi tuan rumah kegiatan kemah pemuda ini, kaum muda gereja terdorong untuk memandang masa depan secara lebih luas.***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *