Kasih yang tak Bersyarat, Pengampunan yang tak Terbatas: Refleksi Perayaan Minggu Sengsara GMIT – Pdt. Frans A. Dillak, M.Si

www.sinodegmit.or.id, MINGGU-minggu Sengsara merupakan masa yang penuh makna bagi umat Kristen, termasuk bagi jemaat-jemaat GMIT. Terlepas dari penyebutan dan substansi teologis yang berbeda di beberapa kalangan gereja terhadap pengistilahan masa-masa menjelang Paskah, bagi warga GMIT masa menjelang Paskah tersebut, tepatnya tujuh minggu sebelum Paskah disebut sebagai Minggu-minggu Sengsara Kristus. Pemaknaan Minggu Sengsara termaktub dalam Naskah Teologi Ibadah GMIT di mana masa ini menjadi waktu untuk mawas diri dan bertobat dengan mengenang pengorbanan Kristus di kayu salib. Pengorbanan Kristus menjadi tanda kasih Allah yang begitu besar bagi manusia, memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk merenungkan ulang panggilan hidupnya di dalam Kristus.

Dalam tradisi liturgi GMIT, warna yang digunakan selama Minggu-minggu Sengsara adalah ungu. Ungu melambangkan pertobatan, keheningan, serta kesediaan untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan. Warna ungu dipilih sebagai wujud penghayatan akan penderitaan Kristus dan panggilan jemaat untuk merenungkan kasih karunia Allah dalam kehidupan mereka. Selain simbol warna, jemaat Kristen sejak zaman dahulu juga memiliki berbagai lambang iman yang menjadi pengingat akan ajaran Kristus dan perjalanan iman mereka. Salah satu simbol yang terkenal adalah Ichtus, yang berbentuk ikan. Ichtus merupakan sandi rahasia yang digunakan oleh orang-orang Kristen mula-mula yang mengalami penganiayaan.

Kata “Ichtus” berasal dari bahasa Yunani yang berarti ikan, tetapi juga merupakan akronim dari Iesous Christos Theou Uios Soter, yang berarti “Yesus Kristus, Anak Allah, Juruselamat.” Simbol ini tidak hanya menjadi tanda pengenal bagi jemaat Kristen di masa lalu, tetapi juga mengingatkan jemaat masa kini akan iman yang teguh dan pengharapan kepada Kristus. Dalam representasi visualnya, ikan Ichtus dalam GMIT sering digambarkan dengan warna ungu tua, sementara tepi ikan dan hurufnya berwarna kuning, mencerminkan kemuliaan dan kebesaran Allah. Di bawah simbol ikan ini, terdapat tulisan yang berbunyi “Yesus Kristus, Anak Allah, Juruselamat,” sebagai pengakuan iman akan Yesus sebagai Sang Mesias. Keseluruhan elemen ini mengajak jemaat untuk semakin mendalami makna pengorbanan Kristus dan memperbarui komitmen mereka dalam menjalani kehidupan yang berkenan kepada Tuhan selama Minggu-minggu Sengsara hingga tiba perayaan Paskah.

Dengan memahami makna Minggu-minggu Sengsara serta simbol-simbol iman yang telah diwariskan dari generasi ke generasi, jemaat GMIT, diajak untuk semakin mendalami kehidupan spiritual mereka. Masa ini bukan sekadar mengenang penderitaan Kristus secara historis, tetapi juga menjadi kesempatan untuk memperbarui komitmen iman dalam kehidupan sehari-hari. Dalam keheningan dan perenungan, jemaat dapat menemukan kekuatan baru untuk menghadapi tantangan hidup, serta memperkuat hubungan mereka dengan Tuhan dan sesama. Dengan demikian, Minggu-minggu Sengsara menjadi momen yang penuh makna dalam perjalanan rohani jemaat Kristen menuju perayaan kematian dan kebangkitan Kristus.

Dua hal pokok yang dirayakan dan direfleksikan sepanjang masa raya Minggu Sengsara Kristus adalah terkait kasih sebagai faktor pendorong karya agung Kristus bagi manusia dan pengampunan yang adalah buah karya Kristus bagi manusia. Kedua hal tersebut menjadi pokok refleksi dalam mengenang masa sengsara Kristus untuk menebus umat manusia.

Kasih yang tak Bersyarat

Dalam perspektif teologi Kristen, peristiwa penderitaan Kristus bukan sekadar peristiwa historis, tetapi juga mencerminkan realitas kehidupan manusia yang penuh dengan penderitaan, ketidakadilan, dan kehancuran akibat dosa. Namun, sengsara Kristus juga membawa pesan transformatif tentang kasih yang tak bersyarat dan pengampunan yang tak terbatas. Dalam narasi penyaliban, Yesus menunjukkan kasih-Nya yang sempurna dengan menerima penderitaan demi keselamatan manusia serta memberikan pengampunan kepada mereka yang telah menyakiti-Nya, sebagaimana tercatat dalam Lukas 23:34, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”

Konsep kasih yang tak bersyarat dalam teologi Kristen menegaskan bahwa Allah mengasihi manusia bukan berdasarkan perbuatan mereka, melainkan sebagai anugerah ilahi yang diberikan tanpa syarat. Sebagaimana tertulis dalam Roma 5:8, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” Kasih ini tidak hanya menjadi prinsip teologis, tetapi juga menjadi dasar bagi relasi antar manusia. Dalam konteks kehidupan sosial, penerapan kasih yang tak bersyarat menuntut adanya upaya nyata dalam menciptakan hubungan yang penuh kasih, saling mendukung, dan menghargai martabat setiap manusia ciptaan Allah.

Minggu Sengsara dalam tradisi GMIT menjadi momen refleksi bagi jemaat untuk merenungkan kembali kasih Kristus yang tak bersyarat. Kasih ini menuntut komitmen untuk mengasihi sesama tanpa pamrih dan tanpa membeda-bedakan latar belakang. Sebagaimana diajarkan dalam Yohanes 15:12, “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.” Dengan demikian, perayaan sengsara Kristus bukan hanya tentang mengenang penderitaan-Nya, tetapi juga mengajak setiap orang percaya untuk menghidupi nilai kasih dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam terang kasih yang tak bersyarat, gereja memiliki tanggung jawab untuk menghadirkan kasih Allah dalam dunia yang penuh penderitaan dan ketidakadilan. Gereja harus menjadi tempat perlindungan bagi mereka yang terpinggirkan dan terluka, serta menjadi suara profetis bagi keadilan dan perdamaian. Seperti tertulis dalam 1 Yohanes 4:11, “Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi.” Dengan menghidupi kasih Kristus, gereja dapat menjadi agen transformasi yang menghadirkan pengharapan dan pemulihan bagi dunia yang membutuhkan kasih dan pengampunan Allah.

Pengampunan yang tak Terbatas

Selain kasih, pengampunan juga merupakan elemen esensial dalam refleksi sengsara Kristus. Pengampunan yang tak terbatas, sebagaimana dicontohkan oleh Kristus dalam sengsara-Nya, bukanlah bentuk kelemahan, melainkan kekuatan spiritual yang mampu memulihkan dan merekonsiliasi relasi yang rusak. Dalam Lukas 23:34, Yesus berdoa bagi mereka yang menyalibkan-Nya dengan berkata, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Ayat ini menegaskan bahwa pengampunan ilahi tidak bersyarat dan melampaui batas pemahaman manusia. Pengampunan seperti ini mengajarkan bahwa cinta kasih Allah lebih besar daripada kejahatan manusia, dan bahwa pemulihan dapat terjadi melalui sikap mengampuni.

Dari perspektif teologis, pengampunan tidak hanya berfungsi sebagai sarana pemulihan individu, tetapi juga sebagai bentuk rekonsiliasi sosial. Dalam Kolose 3:13, Rasul Paulus menasihatkan, “Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain; sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.” Dalam konteks ini, pengampunan tidak hanya bersifat vertikal antara manusia dan Tuhan, tetapi juga horizontal, yaitu antara sesama manusia. Ini menunjukkan bahwa gereja sebagai tubuh Kristus memiliki tanggung jawab untuk mempraktikkan pengampunan dalam komunitasnya guna membangun hubungan yang harmonis dan penuh kasih.

Dalam refleksi Minggu Sengsara, pengampunan juga menuntut adanya keseimbangan antara kasih dan keadilan. Pengampunan bukan berarti mengabaikan kejahatan, tetapi menuntut pertobatan dan perubahan hidup. Sebagaimana dinyatakan dalam 1 Yohanes 1:9, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” Ayat ini menekankan bahwa pengampunan harus diiringi dengan kesadaran moral dan upaya untuk memperbaiki kesalahan. Dengan demikian, pengampunan Kristen bukan sekadar pemberian maaf, tetapi juga menciptakan peluang bagi pemulihan dan transformasi hidup.

Dalam praktik kehidupan gerejawi, pengampunan yang tak terbatas harus diwujudkan melalui tindakan nyata, baik dalam lingkup keluarga, komunitas, maupun masyarakat luas. Gereja memiliki peran penting dalam membina jemaat untuk menghidupi semangat pengampunan dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan meneladani pengampunan Kristus, gereja dapat menjadi agen rekonsiliasi yang membawa perdamaian dan keadilan dalam dunia yang penuh luka dan perpecahan.

Catatan Penutup

Dalam terang perayaan Minggu Sengsara, GMIT dipanggil untuk terus merefleksikan nilai-nilai kasih dan pengampunan dalam kehidupan bergereja dan bermasyarakat. Perayaan ini bukan sekadar mengenang penderitaan Kristus, tetapi juga menjadi panggilan bagi jemaat milik Kristus untuk menghidupi kasih yang tulus serta pengampunan yang mendalam. Dalam kehidupan sehari-hari, tantangan sosial dan konflik sering kali menguji kesediaan untuk mengampuni dan mengasihi sesama tanpa syarat.

Dengan demikian, perayaan Minggu Sengsara bukan hanya menjadi momentum untuk mengenang penderitaan Kristus, tetapi juga menjadi panggilan untuk menghidupi nilai-nilai kasih dan pengampunan dalam realitas sosial. Kasih yang tak bersyarat dan pengampunan yang tak terbatas bukanlah konsep abstrak, melainkan prinsip yang harus diwujudkan dalam tindakan nyata guna membangun komunitas yang lebih harmonis, adil, dan penuh belas kasih. (*)

Pustaka:

E. Martasudjita, Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi, Yogyakarta: Kanisius. 1999.

Peraturan Atribut dan Ibadah GMIT, Kupang: Majelis Sinode GMIT, 2020.

Tata Gereja Masehi Injili di Timor (Perubahan Pertama 2010), Kupang: Majelis Sinode GMIT, 2015.

Sumber Internet:

Arti Simbol-simbol dan Warna dalam Ibadah diunduh 11 Maret dari https://tomeladakdomaitoraya.blogspot.com/2019/04/arti-simbol-simbol-dan-warna-dalam-ibadah.html

Eka Dharmaputra, Kumpulan Renungan Penderitaan, diunduh 11 Maret dari https://xaesar.wordpress.com/2010/10/06/kumpulan-renungan-penderitaan-oleh-eka-darmaputera/

Kasih Agape (Kasih Tak Bersyarat, Kasih Tak Sebanding) diunduh 11 Maret dari https://c3i.sabda.org/kasih_agape_kasih_tak_bersyarat_kasih_ tak_sebanding Rio Fanggidae, Minggu Sengsara, diunduh 11 Maret, dari https://sinodegmit.or.id/artikel/minggu-sengsara/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *