RAJA DAMAI YANG LEMAH LEMBUT (MATIUS 21:1-11) – PDT. JEHEZKIEL PINAT

Jemaat Tuhan sekalian yang saya kasihi dalam Tuhan kita Yesus Kristus,

Setiap orang dilahirkan sebagai pemimpin. Tetapi  semua orang tidak bisa menjadi pemimpin karena tidak mampu mengembangkan potensi dirinya. Beberapa bahkan tidak mampu mengatur dirinya dengan baik baik. Setiap pemimpin memiliki karakter atau gaya kepemimpinannya tersendiri yang dibentuk sebelum menjadi seorang pemimpin. Apa yang kita pikirkan atau rasakan ketika menjadi seorang pemimpin? Lalu bagaimana tanggapan kita melihat seorang pemimpin atau dipimpin oleh seseorang? Untuk pertanyaan kedua. Pertama,ketika baru mendengar namanya saja, orang sudah merasa senang karena yang mereka tahu selama ini selalu melakukan kebaikan. Ada rasa damai dan tenang karena dialah pemimpin kita. Kedua,orang sudah merasa takut karena ia memiliki karakter yang kuat dan tidak peduli dengan orang. Tetapi juga ada yang ketiga yakni belum mengetahui bagaimana ia akan memimpin. Ia memimpin sambil belajar memimpin. Tetapi seringkali orang mengalami perubahan setelah dipercayakan sebagai pemimpin. Ia yang dulu dikenal sebagai pribadi yang ramah, mudah bergaul dengan semua orang, suka tersenyum, pintu rumahnya selalu terbuka, kini pintu mobil, pintu rumah dan hatinya juga pun selalu tertutup. Ia menjadi sangat otoriter. Memaksakan pendapat. Ada juga yang terbalik. Justru ketika menjadi pemimpin, ia belajar untuk menjadi lebih baik karena tanggungjawabnya. Lebih terbuka dan menjadi ramah dengan semua orang. Sedangkan ada juga yang sepertinya belum menyadari bahwa dirinya sekarang adalah seorang menjadi pemimpin sehingga terkadang ia tidak menunjukkan sikap sebagai pemimpin. Ia kesulitan untuk menempatkan diri dan terlihat bukan sebagai seorang pemimpin.

Jemaat Tuhan sekalian,

Bagaimana kita menilai para pemimpin kita tiap lembaga di mana Tuhan percayakan kita melayani dan bagaimana kita menilai diri sendiri ketika dipercayakan sebagai pemimpin atas sebuah lembaga, sebuah badan, unit atau mengatur sebuah pekerjaan? Bagaimana sesama mengenal diri kita sebagai seorang pemimpin? Bacaan Alkitab hari ini menuntun kita memahami diri sebagai seseorang yang Tuhan berikan kuasa memimpin di minggu sengsara yang ketujuh. Menampilkan bagaimana seharusnya menjadi seseorang dikenal sebagai pemimpin dalam diri Yesus Kristus. Pertama, seorang pemimpin adalah mereka yang mempunyai visi atau penglihatan tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Yesus tahu tentang apa yang akan terjadi dalam perjalanan menuju dan nanti di Yerusalem. Ay. 2 bicara tentang keledai yang akan para murid temukan dan menyampaikan apa yang harus para murid buat. Yesus tahu segalanya tentang masa lampau, kini dan masa depan. Kedekatan kita dengan Tuhan memungkinkan kita memiliki hal yang sama. Seorang pemimpin harus tahu arah perjalanan ke depan. Mau dibawa ke mana orang-orang yang kita pimpin. Kedua,menentukan apa yang kita perlukan dalam memimpin. “Tuhan memerlukannya.” Memberikan arah atau petunjuk yang jelas sehingga para murid bisa menemukan dua ekor keledai. Ketiga,para murid juga belajar untuk mendengarkan perkataan Yesus. Ketika mereka mengikuti perkataan Yesus, semua berjalan dengan baik. Pada masa itu seorang pemimpin mengenderai kuda. Tetapi Yesus mengenderai keledai. Yesus memberi pesan yang kuat bahwa jika selama ini kuda adalah lambang keperkasaan karena dipakai dalam perang tetapi bagi Yesus lebih penting untuk menggenapkan nubuatan para nabi sebagai sosok raja yang lemah lembut dan mendatangkan damai sejahtera. Keempat, orang-orang menyambut Yesus dengan penuh sukacita. Mengikuti Yesus dan menyerukan: “Hosana Anak Daud” dan mereka memberkati Yesus.

Mengapa mereka memperlakukan Yesus seperti itu jemaat Tuhan sekalian?

Sebagian besar karena mereka memiliki harapan yang besar bahwa sebagai raja, Yesus akan memimpin mereka keluar dari penderitaan karena pendudukan bangsa Romawi. Selama ini Yesus telah melakukan berbagai mukjizat termasuk membangkitan orang dari kematian. Memberi mereka makan. Mereka beberapa kali berupaya menjadikan Yesus sebagai raja. Pemahaman inilah yang membuat menjadikan Yesus sebagai raja yang akan membebaskan secara fisik dan itu akan penuh dengan kekerasan karena peperangan. Tetapi sebenarnya pujian atau mengelu-elukan Yesus adalah awal dari penderitaan sebagai seorang raja. Yesus tahu bahwa Ia akan menderita dan pengambilan hukuman mati itu terjadi di Yerusalem. Yesus dengan kelemahlembutan mengalami penderitaan, olokan, cambukan dan penyiksaan sampai kematian di Golgota  untuk membebaskan dunia ini dari kuasa dosa. Mereka yang kini menyambut dengan sorak-sorak, kata-kata pujian dan penuh berkat, dalam beberapa hari ke depan akan mengucapkan kalimat yang berbeda: “Salibkan Dia.” Yesus tidak menghindari diri dari penderitaan. Menyelamatkan manusia dari kebinasaan. Tidak dengan kekerasan dan peperangan tetapi dengan kasih. Ia menanggung kesalahan yang bukan karena perbuatan-Nya. Belajar dari Yesus, ketika menjadi pemimpin, semua orang akan mengelu-elukan kita. Dekat dan sanjung. Tetapi ingatlah apa akan apa yang terjadi dengan Yesus. Ketika orang mulai menghamparkan pakaiannya di jalan dan menyebarkan  ranting-ranting di jalan, berjalan mengikuti sambil mengelu-elukan, itu bisa menjadi awal dari penderitaan karena pikiran yang dipimpin terkadang beda dengan seorang pemimpin yang takut akan Tuhan. Mereka memuji bisa berangkat dari ketulusan tetapi bisa juga ada sesuatu yang ingin mereka dapatkan dari pengakuan akan kuasa yang kita miliki. Ketika harapan mereka tidak sesuai dengan visi kita yang berasal dari Allah, mereka sendiri yang akan menyalibkan.

Tetapi sebagai pemimpin, jemaat Tuhan sekalian, Jadilah pribadi yang lemah lembut seperti Yesus. Beri waktu dan diri untuk pelayanan secara maksimal. Di mana kita hadir, orang rasakan damai sejahtera. Jika anggota keluarga merasa betah di dalam rumahnya, ada hal baik dalam diri kita. Begitu pula di gereja dan di tengah-tengah masyarakat. Kehadiran kita hendaknya membawa kedamaian. Bila suka menekan, memimpin dengan kekerasan, otoriter dan tidak mendengarkan keluhan dan sebagainya hanya melahirkan kekerasan dan pemberontakan. Orang tidak akan menemukan damai sejahtera. Kehadiran kita tidak mendatangkan sukacita. Orang tidak ingin dekat dengan kita. Hanya dengan menjalankan kepemimpin seperti Yesus yang bawa damai dan penuh kelemahlembuhan, menjelaskan dengan baik arah kepemimpinan kita, membimbing setiap orang untuk memahami apa yang yang menjadi tugasnya, senantiasa fokus akan panggilan kita dan menyelesaikan setiap persoalan dengan cara yang berhikmat, tegas, disiplin, terlebih dahulu memberikan contoh dan mampu mempertanggungjawabkan setiap keputusan akan melahirkan pemimpin-pemimpin baru yang berlaku demikian. Pada akhirnya bukan tentang tujuan diri kita, tujuan mereka yang kita pimpin tetapi semata-mata adalah untuk penggenapan kehendak Allah mendatangkan damai sejahtera dan keselamatan melalui diri kita. Siapa berlaku demikian, Tuhan menolongnya dalam masa-masa yang sulit, memberinya hikmat  dan membuat dirinya tetap teguh sebagai seorang pemimpin. Dari para murid juga kita belajar bahwa mendengarkan suara para pemimpin, mengikuti setiap perintah Tuhan, membuat kita dapat mencapai tujuan seperti yang Tuhan ingin. Mungkin kita akan mengalami penderitaan seperti Yesus. Mendapat penolakan. Tetapi bila Tuhan percayakan untuk mengatur sesuatu, itu adalah kesempatan yang Tuhan berikan untuk kita mendatangkan keselamatan dan damai sejahtera dari Allah di tempat itu.  Yesus telah menunjukkan teladan itu kepada kita. Ikutlah.  Amin. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *