
KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Merayakan usia 75 tahun, Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) perlu mewaspadai bahaya yang kerap mewarnai perjalanan sejarah gereja seperti pragmatisme dan rutinisme.
Pesan ini disampaikan Pdt. Emr. Dr. Junus Inabuy, saat memimpin khotbah pada kebaktian syukur HUT ke-75 GMIT di Gedung GMIT Center, Selasa (1/11).
Pragmatisme menurutnya tampak dalam sikap gereja yang tidak gelisah dan tenang-tenang saja di tengah-tengah berbagai gejolak kemanusiaan. Sebaliknya rutinisme mewujud dalam aneka kesibukan pelayanan gereja namun tidak menyentuh hal-hal substansial.
Mengacu pada bacaan Yesaya 61, Pdt. Inabuy merefleksikan peran Roh Tuhan dalam kehidupan bangsa Israel dan relevansinya bagi GMIT. Menurutnya, peran Roh Allah dalam kehidupan manusia dalam pandangan Yesaya, bukanlah membuat seseorang seperti kesurupan melainkan adanya kesediaan terlibat dalam pergulatan kehidupan atau yang dalam bahasa gereja disebut berteologi.
Keterlibatan itu lanjutnya, dinarasikan oleh Nabi Yesaya dalam rupa-rupa tindakan antara lain; menyampaikan kabar baik, merawat orang yang remuk hati, memberitakan pembebasan bagi yang terpenjara, memberitakan tahun rahmat Tuhan, menghibur yang berkabung, dan seterusnya.
“Yesaya bilang bahwa bukan saja memiliki Roh tetapi mau menjadi apa dengan Roh. Ada denominasi yang menekankan Roh sampai kesurupan, tapi tidak tahu mau bikin apa dengan Roh itu. Harus jelas untuk apa,” tegas mantan Ketua Klasis Amarasi era, 80-an ini.
Selain bahaya pragmatisme dan rutinisme, ia juga berpesan agar GMIT memberi keseimbangan antara pelayanan yang bersifat fisikal dan seremonial dengan isu-isu kemanusiaan di NTT seperti, kemiskinan, pendidikan, kesehatan, perdagangan orang, teknologi digital, dan lain-lain.
Sebagai pendeta emeritus, ia menilai di usia 75 tahun ini, GMIT mengalami beberapa kemajuan yang patut diapresiasi.
“Secara fisikal gereja-gereja sangat gagah sekarang. Para pendeta sekarang sudah banyak yang S2 dan S3. Dulu tidak ada. Jadi kita bersyukur ada kemajuan yang luar biasa. Malah, saya mau bilang kita punya ketua majelis jemaat, klasis dan sinode sudah ada perempuan. Dulu tidak ada. Keorganisasian dan administrasi juga lebih baik, bahkan pendeta emeritus bisa terima gaji setiap bulan. Itu hal-hal yang baik,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Majelis Sinode GMIT, Pdt. Mery Kolimon juga mengajak seluruh anggota GMIT untuk mensyukuri anugerah Tuhan sampai di usia GMIT yang ke-75.
Berefleksi dari periode kepemimpinan Majelis Sinode 2020-2023, Pdt. Mery mengatakan Tuhan melengkapi gerejaNya dengan banyak daya yang datang baik dari dalam persekutuan sendiri maupun dari luar, terutama pada masa pandemi Covid-19 dan bencana Siklon Seroja.
“Dalam berbagai badai kehidupan yang kita alami Tuhan tidak meninggalkan kita. Tuhan tidak saja memampukan kita untuk bertahan dalam situasi yang sulit tapi Tuhan juga memimpin kita bersaksi dengan kata dan perbuatan dalam masa-masa penuh tekanan,” kata Pdt. Mery.
Ia menyebut beberapa terobosan yang dilakukan seperti, perbaikan mutu sekolah-sekolah GMIT, pendirian Rumah Harapan GMIT untuk kebutuhan pendampingan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Kekerasan Berbasis Gender, rasio jemaat dan tenaga pelayan yang makin proporsional, sistem perencanaan pelayanan yang progresif, sistem keuangan yang resilience, gereja ramah anak, perhatian pada lingkungan hidup, budaya, dll.
Ia berharap upaya-upaya peningkatan kualitas pelayanan gereja tersebut juga selaras dengan pertumbuhan iman anggota-anggota jemaat.
Kebaktian syukur HUT ke-75 GMIT dan Reformasi Gereja Protestan ke-505, yang jatuh pada setiap tanggal 31 Oktober ini, dilaksanakan secara hybrid. Seluruh karyawan pendeta dan non pendeta yang melayani di kantor Majelis Sinode,, dan pengurus kategorial-fungsional lingkup sinode mengikuti secara offline sedangkan para pendeta jemaat dan anggota jemaat mengikuti secara online melalui Zoom dan live streaming Youtube. ***