Realitas Kemenduaan
www.sinodegmit.or.id, Bulan Juli adalah Bulan Pendidikan (BP) bagi Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT). Penetapan Bulan Pendidikan oleh GMIT merupakan upaya sadar untuk menggugah semua unsur dalam gereja untuk memberi perhatian terhadap pendidikan. Akan tetapi, kita harus jujur bahwa, sejauh ini upaya-upaya dimaksud secara umum baru sebatas pelayanan mimbar. Khotbah-khotbah yang disampaikan sudah sangat bagus, bahkan mampu membangun imaginasi dan visi jemaat, jauh ke depan tentang pendidikan.
Namun, bentuk perayaan Bulan Pendidikan pasca Persidangan Sinode GMIT 2019 lalu sudah seharusnya berubah. Sesuai Dokumen Tata Kelola Pendidikan Kristen GMIT yang dihasilkan dari Persidangan Sinode lalu, terdapat 4 (empat) agenda penting yang perlu dilakukan, yakni Ibadah, Persembahan khusus, Bakti Jemaat, dan Gerakan GMIT Mendidik. Ibadah dilaksanakan dengan liturgi khusus selama 4 Minggu. Persembahan khusus, disiapkan sebagai salah satu sumber pembiayaan sekolah GMIT. Bakti Jemaat, dilaksanakan dalam multi-bentuk, bisa dengan membersihkan lingkungan sekolah, membenahi/memperbaiki ruang kelas, meubeler, atap gedung, plafon, pagar, mengecat tembok sekolah, dll.
Sementara Gerakan GMIT Mendidik dilaksanakan dalam bentuk sharing dan transfer pengetahuan dan pengalaman dari warga GMIT di berbagai tempat, wilayah, dan negara terkait bidang-bidang misalnya, TIK, kesehatan, lingkungan hidup, kebencanaan, tema-tema pendidikan, manajemen sekolah, bisnis, dan bidang-bidang lainnya kepada Sekolah GMIT. Hal-hal ini sejak 2021 lalu telah disosialiasi oleh MS GMIT ke jemaat-jemaat, akan tetapi implementasinya secara umum belum terlihat.
Apakah perlu ada yang mengkoordinir? Siapa yang harus mengkoordinirnya? Dua kegiatan yang pertama tentu langsung dilaksanakan oleh jemaat-jemaat karena sudah menjadi tradisi sejak penetapan BP. Namun dua agenda terakhir dapat dikoordinir oleh Badan Pembantu Pelayanan (BPP) Pendidikan GMIT bersama-sama Yayasan dengan menyurati klasis-klasis dan jemaat-jemaat. Mumpung masih di awal bulan. Khusus agenda ketiga dapat dilaksanakan setelah libur masuk dan anggap kegiatan tersebut sebagai bagian dari ritual “Selamat datang kembali” bagi peserta didik.
Bulan Pendidikan memang perlu dilaksanakan sebagai suatu ritual untuk mengapresiasi kontribusi pendidikan bagi penyiapan sumber daya bagi gereja. Itulah sebabnya perlu ada kampanye dan upaya promotif mengenai pendidikan Kristen GMIT terkait agenda-agenda BP. Apalagi situasi hari ini, tidak bisa dihadapi dengan “bussiness as usual”. Karena pendidikan Kristen GMIT sedang dalam “situasi krisis”.
Ada 4 penanda atau kalau tidak ingin mengatakan sebagai 4 kondisi yang menjelaskan krisis tersebut.
Pertama, sejumlah sekolah GMIT yang terancam ditutup karena kekurangan siswa. Kedua, jumlah guru sekolah GMIT yang semakin berkurang dan tidak memenuhi syarat sebagai imbas dari kebijakan pemerintah pusat di bidang ketenagaan. Ketiga, terdapat sejumlah sekolah GMIT yang telah dinegerikan oleh pemerintah (bertentangan dengan keputusan GMIT). Di sisi lain masih terdapat keinginan sejumlah Kepala Sekolah dan guru untuk menegerikan sekolah GMIT. Keempat, sebagian Yapenkris yang tidak berfungsi dengan baik, antara lain, karena faktor-faktor personal di organ-organ yayasan.
Cara Kita Bersikap
Bagaimana sikap kita dalam menyikapi situasi ini. Pertama-pertama, saya kira kita perlu bersepakat bahwa, GMIT sedang menghadapi situasi krisis, bukan situasi normal. Oleh karena itu maka sikap kita juga tidak bisa biasa-biasa. Tetapi diperlukan tindakan extra-ordinary. Tindakan extra-ordinary itu harus terlihat pada strategi GMIT, Kebijakan GMIT, Program GMIT, dan anggaran GMIT. Mulai dari aras sinodal, Klasis, sampai dengan jemaat-jemaat. Strategi diimaksud harus berbeda, tidak biasa-biasa, karena ada masalah emergensi yang membutuhkan penanganan segera. Kalau menghadapi pendemik Covid-19 saja, kita berani melakukan terobosan dengan re-focusing program, kegiatan, dan anggaran, mengapa untuk sekolah GMIT yang sedang mengalami krisis hari ini kita tidak melakukan terobosan yang sama.
Ini bukan soal kemampuan semata untuk mendefinisikan situasi ini, tetapi juga menyangkut kadar kepedulian kita sebagai gereja. Krisis sekolah GMIT hari ini membutuhkan kerja besar, kerja kerja serempak, kerja prioritas, dan kerja fokus. Tidak cukup oleh unit terkait dan BPP Pendidikan semata, akan tetapi butuh keterlibatan pemimpin atas, tim besar.
Saya kembali cemas, karena pasca pendemik, setiap unit dan Badan Pembantu Pelayanan kembali menggelar kegiatan-kegiatan seperti sedia kala, padahal kita berada dalam era new normal kalau tidak ingin menyebutkannya sebagai new norma (meminjam kata-kata Wilson Therik). Kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan banyak orang, dengan konsumsi yang sangat besar, transportasi, perlengkapan, akomodasi, dan lainnya mulai kembali digelar. Kita berani sebuah harga besar untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat seremonial, termasuk ulang tahun ini, ulang tahun itu, dan masih banyak yang lain. Namun ingat, Sekolah GMIT akan terus menagih dan berteriak, di mana peran gereja sebagai pemiliknya, sebagai induk semangnya.
Saya menuliskan artikel ini, karena melihat sepertinya kita sedang kembali ke norma lama, cara berpikir lama, padahal kita sudah mau berubah setelah melewati dua bencana besar Covid-19 dan Badai Seroja. Kita sudah lupa paradigma dan pola pikir bertumbuh yang terbangun (diajarkan oleh covid 19 dan Seroja). Itulah sebanya melalui tulisan ini, kami ingin mendorong para pemimpin di berbagai lingkup, perlu meredefinisi situasi hari ini sebagai situasi krisis.
Tolong dikendalikan agenda-agenda yang terlalu berbau serimonial, namun menyerap sumber daya dan pembiayaan yang sangat besar. Bisa tidak 10 tahun atau minimal 5 tahun ke depan, kita semua berada dalam barisan yang sama untuk memulihkan krisis ini. Kami telah menjadi bagian dalam perumusan 3 Dokumen Revitalisasi Pendidikan Kristen GMIT. Ketiga dokumen tersebut berisi rencana jangka panjang, menengah, dan tahunan tentang revitalisasi sekolah GMIT; sistem dan prosedur kerja revitalisasi sekolah GMIT; dan agenda-agenda jangka pendek yang harus segera dieksekusi, sekurang-kurangnya untuk melewati krisis ini.
Harap dan Percaya
Perayaan Bulan Pendidikan tidak sekedar mengingat-ingat sejarah masa lalu pendidikan Kristen GMIT, tidak sekedar menegaskan pentingnya pendidikan anak, akan tetapi sudah harus menjadi momentum “turnaround” akan kesadaran kolektif (komunal), pada semua lingkup. Untuk melihat dan mengevaluasi narasi dan agenda gereja dalam ziarahnya di bumi. Inilah momentum untuk membangun kontras, antara “current bussiness” dan “future bussiness’.
Saya tidak mengatakan bahwa “current bussiness” tidak penting, akan tetapi kita memiliki utang sejarah yang harus dilunasi dengan memperbaiki dan mengembangkan sekolah GMIT sebagai warisan sejarah yang sangat penting. Saya mengharapkan dan tentu harus percaya agar dalam persidangan-persidangan berikutnya, ada tindakan “turn around” itu, pada kebijakan, pada program, dan pada anggaran yang menandakan kerja besar, kerja kolosal untuk memulihkan krisis ini, krisis Sekolah GMIT. Dengan begitu, Bulan Pendidikan tidak berubah menjadi Bulan Krisis Pendidikan. Semoga. ***