Kupang, www.sinodegmit.or.id, “Banyak dari kita, bertani tanpa harapan pada Tuhan tapi bertani dan berharap pada pertanian. Tanam padi dan berharap pada padi. Tanam jagung dan berharap pada jagung, kerena itu takut pi gereja. Bertani dan berharap pada Tuhan dan bertani dan berharap pada tanaman itu dua hal yang berbeda. Sebab jagung tidak bisa memberkati anda, Tuhanlah yang memberkati anda. Itulah pengalaman hidup. Maka hasil panen Ishak adalah kombinasi antara hasil kerja keras tanpa putus asa dan hasil berdoa tanpa kenal lelah,” demikian penggalan khotbah yang disampaikan Pdt. Semuel V. Nitti, M.Th, berdasarkan Kejadian 26:12-22 pada kebaktian perpuluhan hulu hasil jemaat GMIT Rehobot Fatukanutu, klasis Kupang Tengah, Minggu, 9/07-2017.
Menurut Pdt. Sem, Rehobot yang merupakan nama jemaat setempat tetapi juga nama sumur yang digali Ishak dalam bacaan tersebut berarti luas, lapang, damai atau tidak ada pertengkaran. Dari pengertian ini, katanya, untuk menjadi petani yang berhasil ada dua syarat penting: pertama, harus memiliki hati yang lapang, lega atau tidak ada pertengkaran. Ishak dalam kisah tersebut mendapat hasil yang berlimpah ruah tatkala tidak ada lagi pertengkaran dengan sesama penggembala. Itulah arti Rehobot. Kedua, harus ada air. Pada jaman Ishak, air dibutuhkan untuk ternak dan manusia. Namun di masa sekarang, air dibutuhkan juga untuk bertanam. Tanaman adalah musuh ternak. Biarpun tersedia banyak air tapi ternak dilepas konflik akan jalan terus. Rehobot pasti bubar.
Oleh karena itu, Pdt. Sem mengajak jemaat untuk bijaksana dalam mengelola konflik antara ternak dan tanaman dengan cara mengkandangkan ternak bukan sebaliknya mengkandangkan tanaman.
“Di Kabupaten Kupang, selain Amarasi, konflik antara ternak dan tanaman masih besar karena ternak dibiarkan bebas sedangkan tanaman dikandangkan padahal tanaman tidak kemana-mana,”ujarnya mengundang tawa jemaat.
Direktur Bank BPR TLM Robert Fanggidae yang juga hadir dalam kesempatan ini menyerahkan buku rekening kepada empat orang pemuda yang mengelola kebun jemaat. Selaku anggota majelis sinode GMIT ia mendorong jemaat untuk meningkatkan usaha dibidang pertanian sebab menurutnya di Indonesia sejumlah komoditi seperti lombok, bawang merah dan bawang putih sampai sekarang masih impor. Melalui BPR TLM, ia berjanji akan membangun jaringan distribusi produk pertanian jemaat asal berkelanjutan (sustainable)dan sesuai standar yang dibutuhkan.
Paduan Suara (PS) dari jemaat GMIT Pniel Sikumana dan Pniel Oebobo juga turut hadir dan mengisi liturgi pada kebaktian dimaksud. Usai kebaktian, hulu hasil jemaat berupa jagung, beras, padi, kacang-kacangan, daging se’i, madu, sayur-sayuran, ayam, dll, diborong habis oleh jemaat tamu.
Yohanes Nenobais (63) salah satu anggota PS jemaat Pniel Oebobo, mengaku senang mengikuti kebaktian di kampung dan bisa membantu jemaat melalui natura yang dilelang jemaat. Ia mengajak jemaat-jemaat di kota supaya jangan bermewah-mewah tapi datang dan berbagi dengan jemaat di desa.
Ketua majelis jemaat setempat Pdt. Grace Yakob, S.Th, dalam sambutannya berterima kasih kepada semua pihak baik jemaat, pengkhotbah, jemaat tamu maupun BPR-TLM yang telah telah berkontribusi bagi pengembangan jemaat. Menurutnya dalam satu tahun terakhir mulai tampak antusias jemaat mengolah lahan-lahan tidur dengan bertani holtikultura.
“Kami coba dorong pemberdayaan ekonomi jemaat mulai dari halamam gereja. Dulunya halaman seluas setengah hektar ini penuh dengan pohon kom tapi sekarang jadi kebun sayur. Kami tanam pepaya california, tomat, kangkung, cabe. Ada empat anak yang kelola ini kebun gereja. Mereka yang dapat buku rekening tadi. Itu hasil dari kelola kebun gereja. 10 persen untuk gereja dan sisanya untuk mereka tabung. Dari hasil kebun ini, kami juga sedang mengupayakan BPJS untuk mereka,” katanya. ***