www.sinodegmit.or.id, Kita baru saja melaksanakan pemungutan suara untuk memilih secara serentak Presiden dan Wakil Presiden, serta wakil rakyat untuk lembaga legislatif (DPD,, DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota). Sesuai UU Pemilu , “apabila tidak ada pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berhasil meraih suara di atas 50 persen dari jumlah suara, dengan minimal 20 persen suara di tiap provinsi di lebih dari setengah total provinsi di Indonesia, maka akan diselenggarakan pemilu putaran kedua”. Jika harus dilanjutkan ke putaran kedua maka sesuai jadwal KPU, pemungutan suara untuk Pilpres putaran 2 akan berlangsung pada Juni 2024. Setelah itu akan terjadi lagi pemilihan serentak kepala daerah (Gubernur, Bupati/Walikota) pada November 2024 nanti, Pemungutan suara hanyalan salah satu dari begitu banyak aktivitas berkaitan dengan agenda pemilu. Kita menyebut tahun ini sebagai tahun politik electoral. Banyak waktu dan sumber daya yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemilu serentak, perlu kerjasama semua elemen bangsa untuk terlaksananya pemilu secara jujur dan bermartabat, perlu kedewasaan politik yang baik untuk penyelenggaraan pemilu yang damai dan adil. Kiranya tahun politik electoral ini dapat kita jalani dengan baik sebagai jalan menuju cita-cita kehidupan berbangsa Indonesia. Masyarakat Indonesia yang adil, damai dan sejahtera secara merata dan lestari.
Gereja, sebagai lembaga moral kerohanian, memiliki tanggung jawab untuk selalu mempromosikan nilai-nilai perdamaian, keadilan, dan rekonsiliasi dalam masyarakat. Pada tahun politik electoral ini terjadi peningkatan intensitas ketegangan dan persaingan politik. Hal itu mengakibatkan polarisasi dan konflik di antara warga negara, yang juga merupakan anggota gereja. Dalam konteks ini, gereja perlu memainkan peran sebagai mediator dan penghubung dalam upaya untuk meredakan ketegangan dan mempromosikan kesatuan serta perdamaian masyarakat. Prikop bacaan kita hari ini dipilih untuk menegaskan panggilan Kristiani untuk terus menerus mengusahakan perdamaian, karena jalan Tuhan adalah jalan damai.
Perikop bacaan kita kali ini dari surat Rasul Paulus kepada jemaat di kota Efesus. Pada masa hidup Paulus, Efesus merupakan ibu kota provinsi Romawi di Asia Depan. Yang dimaksud dengan provinsi Romawi di Asia Depan yaitu wilayah di Asia Kecil yang secara administratif dikuasai oleh kekaisaran Romawi. Asia Kecil itu istilah kuno untuk beberapa tempat di Asia yang kaya akan sejarah dan kebudayaan, dan karena itu merupakan bagian penting dari kekaisaran Romawi. Di masa Paulus, sebagian besar penduduk kota Efesus adalah orang Yunani dan sebagian kecil terdiri dari orang-orang Yahudi.
Kitab Kisah Para Rasul 19:10 mencatat bahwa Paulus pernah tinggal di kota Efesus selama dua tahun untuk memberitakan Injil. Hasil dari pemberitaannya cukup menggembirakan karena ada banyak orang Yunani dan orang Yahudi yang mengaku percaya kepada Yesus, sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka. Di samping keberhasilan itu, ada persoalan persekutuan jemaat mula-mula di kota Efesus, yaitu ketegangan antara orang Kristen belatar belakang Yahudi dan orang Kristen yang berlatar belakang Yunani-Romawi. Persoalan itu berkaitan dengan kebencian orang Yahudi dari kelompok Zelot terhadap orang Romawi karena dipandang sebagai penjajah dan musuh yang harus diusir dari Palestina. Pernah terjadi perang antara orang Yahudi melawan pasukan Romawi. Pengalaman pahit akibat perang tersebut menyulitkan bagi kedua kelompok etnis itu berintegrasi satu dengan yang lain.
Persoalan ini berimbas pada persekutuan jemaat di Efesus, maka Paulus menekankan pemberitaan tentang perdamaian dan persekutuan. Dalam perikop bacaan kita, Paulus menegaskan bahwa oleh darah Kristus baik orang non-Yahudi yang dahulu ‘jauh’, sudah menjadi ‘dekat’. Dia-lah damai sejahtera kita, baik bagi orang Kristen Yunani maupun orang Kristen Yahudi; Ia telah mempersatukan kedua belah pihak, serta telah merubuhkan tembok pemisah yaitu perseteruan….untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya (2:13,14,15). Lebih jauh Paulus katakan “.. kamu bukan lagi orang asing dan pendatang melainkan kawan sewarga dari orang-orang Kudus dan anggota-anggota keluarga Allah” (2:19). Paulus tidak hanya menasihati jemaat mengenai persekutuan di dalam jemaat itu, melainkan ia juga mendoakan persekutuan yang lebih kokoh di antara kedua belah pihak.
Berkaitan dengan ancaman perpecahan berupa sentimen etnik antar- warga masyarakat atau anggota gereja di Efesus, Rasul Paulus menegaskan tentang misi transformatif oleh penebusan Kristus. Kamu, yang dahulu “jauh”, sudah menjadi “dekat” (ay.13). Kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah (ay.19). Kebencian telah sirna, dan digantikan oleh suatu kesatuan baru, yaitu kesatuan di dalam Kristus. Mereka yang mengasihi Kristus dituntut untuk hidup saling mengasihi satu kepada yang lain. Kritus telah menebus kita dengan darah-Nya, salib-Nya menggugah kita untuk menghayati kasih-Nya, salib itu juga menggugah segala bengsa untuk mengasihi Kristus. Hanya bila semua orang dan segala bangsa mengasihi Kritus maka mereka pun akan saling mengasihi. Persekutuan di dalam Kristus adalah jalan bagi semua orang supaya bertransformasi guna mengalami kedamaian sejati, yaitu damai yang dianugerahkan Allah.
Kata Yunani apokatallasseinberarti mempersatukan dua orang sahabat yang telah saling menjauh. Karya Kritsus menujukkan bahwa Allah adalah sahabat manusia, karena itu manusia pun harus saling bersahabat. Pendamaian dengan Allah membawa serta pendamaian antar sesama manusia.
Paulus menyadarkan anggota jemaat di Efesus tentang panggilan iman untuk membangun perdamaian di dalam gereja dan di masyarakat. Baik istilah “keluarga Allah” maupun istilah “Bait Allah” ia gunakan sebagai konsep-konsep spiritual yang menekankan hubungan yang erat antara Allah dan umat-Nya; serta persatuan dalam Kristus, di antara para pengikut-Nya. Konsep Paulus tentang ‘keluarga Allah’ dan ‘bait Allah’ menjadi pijakan hidup dalam perdamaian dan dalam persekutuan. Di dalam Kristus semua orang mengalami perdamaian dengan Allah dan dengan sesama. Di dalam Kristus semua orang percaya mengalami persektuan yang terikat kuat dan tersusun rapi sebagaimana bangunan Bait Allah di Yerusalem. Perdamaian dan persekutuan di dalam Kristus memungkinkan semua orang saling menerima, saling mengasihi dan aktif terlibat dalam karya penyelamatan dunia oleh Allah.
Dinamika kehidupan berbangsa akhir-akhir ini memperlihatkan adanya keterbelahan sosial di tahun politik electoral. Tidak sedikit perdebatan dan pertengkaran, konflik dan sengketa yang munsul di masyarakat oleh karena perbedaan pilihan politik. Perbedaan visi, agenda, dan aktivitas politik telah mengkotakkan, membedakan, dan memisahkan seseorang dari orang lainnya di dalam keluarga, jemaat dan masyarakat. Bangsa kita memiliki sejarah konflik, ketegangan etnis, agama, dan politik. Ketegangan sosial meningkat tajam selama periode politik electoral sekarang ini.
Renungan firman hari ini mengingatkan kita akan penggilan iman untuk menyaksikan tentang jalan Tuhan sebagai jalan damai. Bacaan Alkitab hari ini menceritakan tentang kesaksian Paulus di tengah persekutuan antar-kelompok Yahudi dan non-Yahudi dalam masyarakat dan jemaat di kota Efesus, bahwa iman kepada Kristus membawa kita kepada kehidupan bersama yang damai sebagai keluarga Allah dan sebagai persekutuan hidup yang rapi tersusun dan saling terikat.
Jalan Tuhan adalah jalan damai. Pernyataan iman itu mendorong peran aktif gereja untuk memperkuat relasi persekutuan antar-anggota gereja agar tidak terbawa oleh arus ketegangan dan perpecahan oleh karena alasan semu politik kekuasaan. Pada kesempatan ini kita diingatkan tentang pengorbanan Kristus bagi perdamaian. Firman Tuhan mendorong kita agar menjadi pribadi dan persekutuan yang giat berupaya meredakan ketegangan sosial dengan mempromosikan dialog, rekonsiliasi, dan kerja sama demi memulihkan perdamaian dan menjadi persekutuan yang aktif berkarya membangun kehidupan bersama berdasarkan kasih Allah. Amin.