Kupang, www.sinodegmit.or.id, Guna memperluas wawasan mengenai tata gereja GMIT, Badan Pembantu Pelayanan (BPP) Panitia Tetap Tata Gereja (PTTG) Majelis Sinode GMIT menyelenggarakan Training of Trainers (ToT) bagi 40 orang pendeta Jemaat. Kegiatan ini berlangsung di kantor sinode GMIT selama 5 hari sejak Senin-Jumat, 15-19/5-2017.
Ketua Majelis Sinode GMIT, Pdt. Dr. Mery Kolimon dalam kesempatan ini mengingatkan pentingnya memahami dan menerapkan tata gereja dalam menata kehidupan berjemaat. Dalam sejumlah pengalaman kata ketua majelis sinode, tidak sedikit warga gereja yang menanggap enteng tata gereja. Padahal selain menata kehidupan bergereja, tata gereja merupakan sarana berteologi. Ia adalah hasil pergumulan gereja untuk memahami apa kehendak Tuhan dalam melaksanakan misi gereja di tengah dunia.
Namun tata gereja, lanjut Pdt. Mery Kolimon, betapa pun pentingnya ia juga punya keterbatasan karena ia merupakan hasil karya manusia yang berdosa, sehingga tata gereja jangan didewakan. “Kalau kita mendewakan tata gereja kita terjebak dalam legalisme. Tapi dipihak lain jangan juga remehkan, ai..tata gereja itu manusia yang bekin jadi tidak usah pake nanti kita jatuh dalam kekacauan. Siapa mau bekin apa, pendeta di sudut sana mau bekin apa bekin pi gi. Ini tidak boleh. Berteologi harus bersama-sama dengan jemaat karena kita presbiterial sinodal bukan konggregasional jadi masing-masing jalan dengan dia pung mau,” tuturnya dalam dialek Kupang.
Muatan tata gereja terdiri atas dokumen-dokumen berupa Pokok-Pokok Eklesiologis (PPE), Tata Dasar, Peraturan Pokok, Keputusan Sidang Sinode, Peraturan Pelaksana Peraturan Pokok, Keputusan Sidang Klasis dan Keputusan Sidang Jemaat. Inilah yang dimaksud tata gereja. Salah satu tantangan di jemaat terkait penerapan peraturan-peraturan yang termaktub dalam tata gereja, kata Ketua Majelis Klasis Amanuban Timur Tengah Selatan, Pdt. Yulian Widodo adalah peraturan mengenai baptisan bagi anak-anak yang lahir di luar nikah. Menurutnya, masih ada sebagian kecil majelis jemaat yang keberatan menerima anak-anak yang demikian untuk dibaptiskan.
Sementara itu, Pdt. Sepriana Beli-Sipa, S.Th, dari jemaat Lembur Tengah, Klasis Alor Tengah Utara, mengatakan tantangan yang banyak kali mereka hadapi adalah perpindahan warga ke denominasi lain yang masih saja menggunakan surat-surat gerejawi dari gereja asalnya GMIT untuk kepentingan yang bisa saja disalahgunakan. Ia berharap dengan sosialisasi atau penjemaatan tata gereja, jemaat secara perlahan-lahan bisa memahami dan melaksanakannya dalam menata hidup berjemaat.
Terkait kendala yang dihadapi dalam penjemaatan tata gereja Sekretaris PTTG Pdt. Netty Fanggidae-Nunuhitu, M.Th, mengemukakan bahwa tanggung jawab hal ini ada pada Majelis Sinode, Majelis Klasis dan Majelis Jemaat, namun keterbatasan tenaga di BPP PTTG – MS yang hanya dua orang, maka majelis klasis dan majelis jemaat diharapkan lebih maksimal melaksanakan penjemaatan. Karena itu ia mengharapkan ToT ini dapat mendorong pelaksanaan penjemaatan tata gereja di lingkup klasis dan jemaat.***
TATA GEREJA SELAMA INI TERKESAN DIABAIKAN DISEBSGIAN JEMAAT TERUTAMA JEMAAT KOTA KABUPTE/KOTA YG SUDAH MEMILKI ANGGOTA.JEMAAT YG BESAR.
MISALNYA, SELAMA INI KETUA MAJELIS JEMAAT (KMJ) MERANGKAP
KETUA MAJELIS JEMAAT HARIAN (KMJH). AKIBATNYA ADALAH:
1. KMJ tidak bekerja secara efisien dan efektif dlm melayani jemaat. Bahkan KMJ tidak tahu di mana anggota jemaat tinggal
2, KMJ lebih sibuk mengurusi kerja MJH sehingga jemaat terbengkalai dlm kunjungan KMJ sbg tugas pokoknya
3. Sarana peribadatan misalnya liturgi mingguan terkesan kopi paste yg itu2 saja.
4, Sakramen baptisan kudus di jalankan oleh pendeta tamu yg shrnya oleh pdt jemaat setempat shg menimbulkan tanda tanya bagi jemaat
5. Pembukuan jemaat terkesan asal jadi..padahal, buku jemaat sdh tertuang dlm lampiran Perpok jemaat thn 2015
6.perlu ada pengasan dr BP3S shg kasus2 seperti diatas tidak terjadi TERUTAMA SEGERA MEMBENTUK DISETIAP JEMAAT KMJ DAN KMJH
7. Demikian,.Tuhan Memberkati Gereja-Nya yg melayani… amin