Mama Yo, Sosok Dibalik Dapur Posko Bencana Siklon Seroja GMIT

Mama Yo Lummu

KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Mama Yo, itulah nama panggilan akrab untuk yang memiliki nama lengkap Yohana Lummu, 48 tahun. Mama Yo merupakan salah satu figur penting di Posko Majelis Sinode GMIT Tanggap Bencana Siklon Seroja atau Posko MS GMIT TBSS. Siklon Seroja telah membuat anak ketiga dari lima bersaudara ini menjadi sangat dibutuhkan. Mama Yo berperan memenuhi kebutuhan ‘kampung tengah’ semua yang terlibat di Posko MS GMIT TBSS.

Posko terbentuk pada 7 April, begitu Siklon Seroja berakhir pada 5 April 2021. Berhubung listrik se-Kota Kupang padam, termasuk di Kantor Sinode, maka Posko sementara di Pastori Ketua MS GMIT yang memiliki genzet.

Sekitar empat hari pertama Posko beroperasi, urusan “kampung tengah” ditangani sendiri tuan rumah.  Nona Rulien Maro dan bapaknya Yustus Maro, ikhlas menangani urusan dapur dalam menyediakan makan-minum. Saat Ibu Mery Maro-Kolimon, Ketua MS GMIT, selaku Ketua Posko mengendalikan kerja-kerja posko, putrinya, Nona Rulyen dan bapaknya Yustus, serta teman-teman menyiapkan konsumsi untuk semua yang beraktifitas di posko tetap sehat.

Hingga akhirnya tim bersepakat pindah lokasi Posko. Pilihannya jatuh pada Mama Yo, perempuam asal Latuna, Pantar Barat, Kabupaten Alor. Tim mempercayakan Ma Yo yang mengatur kebutuhan konsumsi untuk semua yang beraktivitas di posko. Saat masih di posko sementara, Mama Yo tetap dibantu Nona Rulyen, serta relawan mahasiswa Fakultas Teologia Universitas Kristen Artha Wacana (FTeol. UKAW) Kupang, mahasiswa Institut Agama Kristen Negeri Kupang dan pemuda GMIT.

Peran Ma Yo menyajikan menu yang diputuskan Pdt. Dina Takalapeta-Meller, yang didaulat sebagai Mama Posko. Mama Posko tetapkan menu, Mama Yo yang eksekusi. Setelah posko pindah ke Guest House GMIT, Mama Yo sudah mendapat tambahan tenaga terampil lain, untuk memenuhi kebutuhan makan minum setiap hari di Posko untuk kebutuhan rata-rata 40-60 orang. Selain Nona Rulien, juga Mama Niken Ahab, Mama Yuni Sadukh dan Nona Sarlin Natun.

Mama Yo dan rekan sekerja Mama Yuni Saduk

Salah satu menu yang menggoda untuk makan tambah adalah Bubur Ayam ala Mama Yo. Menu ini belum keluar waktu di Posko Darurat. Setelah posko pindah ke Guest House GMIT, barulah menu ini keluar. Asli enak sekali. Agaknya lebih enak dari menu serupa di sebuah hotel di Kota Kupang. Meski properti pendamping tidak selengkap di luar sana, Bubur Ayam ala Mama Yo cukup menambah irisan daun saledri, bawang goreng dan kecap manis.

Karena rasanya yang nikmat, banyak yang punya gagasan bagaimana jika Mama Yo membuka kantin saja di Guest House. Menu andalannya Bubur Ayam Mama Yo. Bukan hanya untuk internal karyawan Kantor Sinode dan Radio Suara Kasih, tetapi terbuka untuk pihak luar kantor-kantor yang bertetangga dengan Kantor Majelis Sinode.

Mendengar gagasan itu, Mama Yo menjawab “siapa takut.” Tinggal mendapat ijin, menyiapkan modal, ‘Bubur Ayam ala Ma Yo’ siap eksyen.

Rupanya Ma Yo memiliki pengalaman dalam urusan memasak. Sejak datang Kupang tahun 1992 dan tinggal bersama Bapa Noh Blegur di seputaran Fatululi, Mama Yo beruntung ikut saudaranya dalam urusan memasak di berbagai instansi yang menyelenggarakan kegiatan pelatihan. Aneka jenis menu yang disajikan membuatnya belajar. Salera peserta dari pelatihan ke pelatihan berikutnya, membuat Ma Yo makin kaya ketrampilan.

Sempat bergeser ke Bali selama tiga tahun 2002-2005, Mama Yo kembali ke Kupang dan masih berkutat seputar menyajikan menu untuk kebutuhan banyak orang. Kemudian mendapat kepercayaan bergabung di Guest House GMIT antara tahun 2014 dan 2015.

Anak dari Daniel Mang Blegur dan Susana Mang Blegur ini kini menunggu realisasi tantangan membuka depot atau kantin. (paul bolla)***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *