Kupang, www.sinodegmit.or.id, Merasa didiskriminasi dalam berbagai urusan, 135 guru honorer SD GMIT se-kota Kupang mengadukan nasib mereka kepada Walikota Kupang, Jefri Riwu Kore. Dihadapan walikota, ketua Yayasan Pendidikan Kristen Priskila dan Majelis Sinode GMIT mereka minta diperhatikan .
“Kami merasa selama ini dianaktirikan oleh pemerintah Kota Kupang baik menyangkut kesejahteraan maupun status kami. Tolong Bapak walikota perjelas status dan nasib kami,” keluh Dian Bire Padjo, sekretaris Forum Guru-guru Honor SD GMIT se-Kota Kupang pada acara tatap muka yang berlangsung di SD GMIT Koinino 2, Kamis, 5/10-2017.
Hal senada juga disampaikan Yohanes Kause. Guru honor dari SD GMIT Airnona 1 Kupang ini mengaku telah mengabdi 29 tahun tapi sampai sekarang belum juga diakomodir sebagai Pegawai Negeri Sipil.
“Kalau cerita kotor saya honor dari masa inspeksi, datang ke penilik, dan sekarang pengawas. Saya honor tahun ‘88, terus ‘89 saya putus asa. Tahun ‘99 istri bilang, “Bapak coba gunakan ini ijasah SPG.” Saya tamat tahun ‘87 dan mengabdi di SD GMIT airnona 1 dari tahun ‘99 sampai sekarang. Walaupun status kami tidak jelas tapi kami mendidik anak bangsa. Dengan rendah hati kami yang sudah kadaluwarsa ini Bapak Walikota, Bapak Yayasan dan Mama Sinode tolong perhatikan kami.”
Keluhan lainnya disampaikan DP, pegawai honorer dari salah satu SD GMIT. Kepada walikota Kupang ia mengisahkan tuntutan disiplin dari pihak sekolah yang tak sebanding dengan upah yang ia terima.
“Pak walikota, saya cerita jujur, suatu kali saya tidak punya beras sama sekali. Saya datang terlambat. Ibu kepala sekolah marah-marah, saya datang su apel pagi. Memang saya tidak sengaja. Tapi memang keadaan. Mamtua marah, “Adik…lain kali tidak boleh begitu. Ini disiplin!”
“Mama, saya minta maaf, tadi malam saya punya istri dan anak tidur, kami tidak makan karena tidak ada beras. Jadi, pagi-pagi saya masih pergi bantu baptua di tetangga sebelah supaya saya bisa bon beras, kopi dan gula. Supaya saya punya anak bisa makan. Jadi mama saya minta maaf, bukan saya tidak mau disiplin, tapi mama tolong mengerti saya.” “Jadi Bapak Walikota, ini sudah pergumulan kami. Minta maaf, kami omong ini supaya Bapak Mama dong rasa juga kami punya keadaan.”
Kepada MS GMIT, DP juga mengisahkan nasib malang yang dialami dua sahabatnya sesama tenaga honorer yang telah meninggal dunia sebelumnya. “Ibu dari Sinode, tolong catat di situ. Saya punya teman dua orang meninggal. Ini betul. Mereka honor di SD GMIT Kolhua. Salah satunya itu honor dengan gaji 300 ribu. Satu honor 15 tahun dan satunya lagi 7 tahun. Meninggal sonde ada satu pun yang mau pi melayat.”
Menanggapi keluhan tersebut, walikota Kupang mengatakan bahwa, pemerintah Kota Kupang berkomitmen serius membangun pendidikan di Kota Kupang. Tidak hanya guru-guru sekolah GMIT tetapi semua guru baik negeri maupun swasta akan mendapat perhatian.
“Sebenarnya kami punya perhatian yang sama kepada semua guru honor. Kalau hari ini saya menyempatkan bertemu saudara-saudara saya dari GMIT bukan karena saya dulu tamat dari SD GMIT tapi saya punya harapan bahwa ke depan GMIT dan semua sekolah swasta bangkit membangun pendidikan di kota ini. Kita punya niat sungguh-sungguh untuk mencari solusi terhadap segala persoalan termasuk guru honor. Saya berharap dengan pertemuan ini Bapak-Mama bersemangat kembali untuk didik kita punya anak-anak. Pasti nanti kita bicara juga infra-struktur sekolah-sekolah GMIT yang saat ini banyak yang terbengkalai, bocor, ruang tidak cukup, dsb-nya. Tapi saya berharap lewat yayasan berikan kepada kami proposal supaya kami perjuangkan di Jakarta kalau anggaran pemerintah kota tidak cukup,” jelas Riwu Kore.
Menurut Walikota Kupang upaya pembenahan pendidikan di Kota Kupang harus meliputi pembenahan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) dari kejahatan koruptif sehingga anggaran yang tersedia bisa dimaksimalkan untuk membantu guru-guru honor tetapi juga peningkatan kapasitas guru.
“Terus terang beta sangat berharap pembenahan seluruh ASN supaya tidak ada korupsi dan kita bisa biayai saudara-saudara guru honor. Ini tangungjwab kita. Berantas korupsi sungguh-sungguh di kota ini sehingga dana ini kita bisa pakai untuk infrastruktur. Kita ingin mengangkat SDM (Sumber Daya Manusia, red.). Tidak hanya honor tapi juga kualitas guru-guru. Kemampuan keuangan kita terbatas tapi saya berniat sungguh-sungguh untuk membantu saudara-saudara. Saya lagi cari dana lewat CSR, individu, dll. Oleh karena itu saya mohon saudara-saudara bersabar karena anggaran yang lalu sudah ditutup. Tapi catat bahwa kita punya niat sungguh-sungguh untuk mencari solusi terhadap segala persoalan termasuk guru honor,” tegas Riwu Kore disambut tepuk tangan hadirin.
Sementara itu, Ketua Yapenkris Priskila Matheos Boboy, mengatakan keuangan yayasan tak sebanding dengan jumlah pegawai dan guru yang ada.
“Di Yayasan Priskila, pegawai ada 39 orang dan guru 90 orang, dalam hitungan saya kalau satu orang digaji 1 juta saja/bulan dikurangi dana BOS maka perlu 200 juta/bulan. Bisa bayangkan kita cari dana model apa?” Karena itu, Boboy sangat berharap dukungan pemerintah dan gereja melalui dana pendidikan 2% bisa membantu.
Penegasan serupa juga disampaikan sekretaris BPP Pendidikan MS GMIT, Pdt. Sally Bulan S.Th. Menurutnya, kesadaran jemaat-jemaat menyetor dana 2% sangat rendah dari target 3,8 milyar/tahun.
“Setoran 2% tahun 2015 hanya 78 juta. Tahun 2016, 200-an juta. Tahun 2017 sekitar 300 juta. Karena terbatas, anggaran ini kita pakai untuk penguatan kelembagaan. Sementara menyangkut kesejahteraan guru-guru, kami berupaya bekerjasama dengan pemerintah dan mitra-mitra gereja.”
Untuk itu menurut Pdt. Sally, saat ini MS GMIT sedang mengupayakan tiga hal, yakni: membangun kesadaran jemaat melalui penyetoran 2% pendidikan, membangun jaringan dengan berbagai pihak dan pengumpulan data sekolah.***