Pdt. Dr. Totok Wiryasaputra: Upload Foto Pasien dan Jenasah Adalah Tindakan Tidak Etis

KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Siapapun, terutama seorang pendeta yang membuat foto dan mengupload atau mempostingnya di media sosial ketika melakukan tugas pastoral mengunjungi orang sakit (pasien) atau keluarga yang mengalami dukacita merupakan tindakan tidak etis.

Pernyataan ini disampaikan oleh Direktur Asosiasi Konselor Pastoral Indonesia (AKPI) Pdt. Dr. Totok S. Wiryasaputra, Th.M., Kon. Pas, Sp. Ked., saat menjawab pertanyaan salah satu peserta seminar bertema, “Peranan Konseling Pastoral di Era Milenial” yang dilaksanakan di aula Kantor Majelis Sinode GMIT, Sabtu, (28/9).

“Bagi saya sebagai konselor pastoral yang terikat pada kode etik profesi upload foto pasien atau jenasah, itu tindakan yang tidak etis. Foto saja tidak boleh apalagi upload. Bahkan di Rumah Sakit juga tidak boleh karena dianggap membuka rahasia. Rumah Sakit punya aturan itu. Sehingga sebenarnya pendeta punya kode etik atau tidak terkait hal itu? Saya kira itu harus jelas. Kalau tidak ada, sebaiknya Majelis Sinode mengeluarkan peraturan itu sebagai sebuah pegangan. Kalau orang meninggal juga tidak usah foto, tapi cukup dengan berita bahwa si A sudah meninggal. Kalau orang berduka lalu pendetanya selfi tertawa, itu ‘kan tidak cocok juga,” ujar mantan pengajar di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Selain di area Rumah Sakit, ia juga mengingatkan agar tidak mengambil foto bersama korban di shelter.

“Di shelter ODHA (orang dengan HIV/AIDS) itu sangat sensitiv. Di shelter dengan ibu yang melahirkan tapi tidak menikah juga tidak boleh. Saya sendiri tidak pernah punya foto dengan ratusan konseli saya,” katanya.

Menurut Pdt. Totok, jika sekadar ingin menyampaikan laporan kepada sesama teman majelis jemaat bahwa telah dilakukan kunjungan pastoral orang sakit atau duka, cukup disampaikan dengan narasi bukan foto.

“Kadang-kadang pendeta mau memberi laporan kepada majelis bahwa saya sedang kunjungan. Iya, itu betul, tapi sebaiknya tidak boleh berita gambar. Sebut saja bahwa saya sedang mengunjungi si A, dan seterusnya, karena belum tentu orang yang sakit itu mau diwartakan.”

Terkait hal ini, Ketua Majelis Sinode GMIT, Pdt. Dr. Mery Kolimon sependapat. Tahun 2017 yang lalu dalam sebuah kebaktian pemakanan salah seorang pendeta GMIT, melalui suara gembala, ia menegaskan bahwa membuat dan mengupload foto pasien merupakan tindakan yang tidak etis.

“Di era teknologi komunikasi seperti sekarang ini kita mendapat kemudahan untuk menyatakan doa, dukungan, topangan dan simpati melalui media sosial. Namun kalau kita tidak menggunakannya secara hati-hati, apa yang kita buat bisa berdampak kontra produktif. Kami minta supaya ketika menjenguk saudara-saudara yang sakit, kita menahan diri dari membuat foto mereka dan menguploadnya di media sosial. Hal seperti itu tidak etis,” tegas Pdt. Mery. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *