Pemuda Gereja: Agen Perubahan Dalam Gerakan Ekumenis Global – Anie Getruida Pili Roboh

EYG Music Team di Ibadah Pembukaan Ecumenical Youth Gathering/ Photo: Anie Pili Roboh

Tidak pernah terbayangkan dalam perjalanan hidup saya akan menjadi Youth Delegate/Delegasi Pemuda GMIT pada Sidang Raya Dewan Gereja-Gereja Dunia ke-11/World Council of Churches 11th Assembly. Apalagi saya tidak punya latar belakang ilmu teologia. Namun, ini menjadi misi Tuhan bagi saya belajar dan menjadi berkat.

Saya tiba di Karlsruhe pada 26 Agustus. Dua hari kemudian menyusul Pdt. Mery Kolimon (Ketua Majelis Sinode GMIT), Pdt. Yusuf Nakmofa (Sekretaris Majelis Sinode GMIT), Pdt. Yapy Niap (Ketua Majelis Klasis Amarasi Timur) dan Pak Fary Francis (Anggota MS GMIT).

Pre-assembly: Ecumenical Youth Gathering (EYG)

WCC 11th Assembly diawali dengan serangkaian pra-sidang. Salah satunya pra-sidang pemuda Ecumenical Youth Gathering(EYG) sejak 26-30 Agustus 2022.

EYG dihadiri sekitar 400 pemuda dari berbagai gereja di dunia sebagai youth delegates, advisor, observer, dan participant. Saya menghadiri EYG dan WCC sebagai delegasi kaum muda. Delegasi mempunyai hak suara dalam setiap persidangan. EYG mengadakan ibadah di gereja Katolik St. Stephen Karlsruhe. Ada tarian, nyanyian pujian, dan doa. Saya ikut mengisi liturgi bersama Kezia Wairata dari GPI (Gereja Protestan Indonesia) dan Vin Labetubun dari GPM (Gereja Protestan Maluku), bersama tim musik EYG dari Amerika, Jerman, Korea Selatan, India, Finlandia dan Timur Tengah. Suatu hal yang menarik adalah kami menyanyikan lagu berbahasa Indonesia yang berjudul Bersatu Teguh. Tim musik mengiring dengan sangat indah.

Diversity of Gifts, Connectedness, and Unity in Christ (Keragaman Karunia, Keterhubungan, dan Kesatuan dalam Kristus)

Pada pembukaan Ecumenical Youth Gathering, para peserta diberikan kain perca berwarna-warni dan kami diminta untuk menuliskan sebuah gift (karunia) dari Tuhan untuk diri kami. Butuh waktu beberapa menit bagi saya untuk memikirkan karunia seperti apa yang saya punya. Terasa sulit berpikir hal apa yang sudah saya buat sebagai karunia dari Tuhan.

Lalu, saya mengingat perjalanan saya melayani anak usia dini kurang lebih 7 tahun terakhir. Ini merupakan tantangan yang tidak mudah di awal pelayanan ini. Namun, saya ingat bahwa bahwa Tuhan ingin menjalankan misi-Nya melalui diri saya. Maka saya memutuskan untuk menulis “Serve with young children – Melayani dengan anak-anak kecil”.Saya melihat ini sebagai proses dari Tuhan untuk saya berbagi dengan anak-anak usia dini dan para pendidik anak usia dini di NTT.

EYG dibuka dengan sambutan dari moderator WCC Dr. Agnes Aboum dan WCC vice moderator Bishop Marry Ann Swenson. Aboum mengatakan bahwa orang muda mempunyai peran beragam dan sangat vital. Dia melihat orang muda sebagai sebuah mercusuar harapan di dunia yang bermasalah dalam perahu ekumenis yang ingin ditangani dalam tema-tema WCC EYG. Sedangkan Swenson mengungkapkan kegembiraannya pada kaum muda dan pengalamannya bekerja sama dengan mereka yang terlibat dari awal berdirinya WCC dan telah menghabiskan seluruh hidup mereka dalam gerakan ekumenis.

Kegiatan EYG terdiri dari doa pagi, pendalaman Alkitab, sesi plenari, diskusi kelompok kecil, workshops, doa malam, serta ada juga Cultural Night dimana setiap negara menampilkan budaya negara mereka dan membuat pameran.

Christ’s Love Reconciles and Restores Young People in the Church and the Society (Kasih Kristus Mendamaikan dan Memulihkan Orang Muda di dalam Gereja dan Masyarakat)

Tema EYG ini dilatari oleh krisis perpecahan baik individu, orang lain, dan dunia ciptaan. Isu-isu yang dimuncul dari tema ini antara lain; Pandemi Covid-19, climate emergency (darurat iklim), worldwide racism (rasisme di seluruh dunia), structural economic inequalities (ketidaksetaraan ekonomi structural), gender discrimination (diskriminasi gender),dan ketidakadilan di dalam masyarakat dunia.

Ada 3 sub-tema yang menjadi fokus dari isu-isu yang muncul dari kaum muda; reconsiliation with ourselves (rekonsiliasi dengan diri sendiri), reconciliation with others (rekonsiliasi dengan orang lain), dan reconciliation with oikos (rekonsiliasi dengan oikos).Sub-tema dikemas dalam dialog yang lebih luas, termasuk tentang kesehatan mental dan identitas dalam individu, relasi antargenerasi, ketegangan ekumenis antaragama, pelanggaran hak asasi manusia, perusakan lingkungan, dan penghormatan terhadap keragaman.

Suatu hal menyentuh saya ketika sesi visiting wounds-reconciliation with others, yang membahas tentang bagaimana memahami luka batin dan memohon pertolongan Tuhan untuk pemulihan. Kami diminta untuk menulis luka batin apa yang dialami di kertas dan dikumpulkan. Lalu, kami disuruh mengambil kembali satu kertas di dalam kotak secara acak dan melihat kembali tulisan luka apa yang dialami orang lain tanpa tahu namanya dan kemudian mendoakannya. Saya mendapat secarik kertas yang bertuliskan “My Childhood” (Masa Kecilku).Ini merupakan sebuah refleksi yang mendalam bahwa apa yang dialami seseorang seperti trauma-trauma membekas dari masa kecil akan terus menimbulkan luka hingga dewasa. Dari sini kami belajar untuk terus peka terhadap sesama dan menjadi pendengar atau teman yang baik. Kita tidak pernah tahu jika kehadiran kita, waktu kita untuk mendengar dapat melegakan hati seseorang yang terluka.

EYG memberi sejumlah pesan antara lain, ratapan tentang pembunuhan, kebrutalan dan kekerasan terhadap manusia dan kejahatan terhadap kemanusiaan terutama wanita, anak-anak, dan anak perempuan. Meratapi gereja yang tidak mengakui suara dan partisipasi perempuan dalam kesaksian Tuhan, seperti dalam ceritaa Alkitab dan hari ini. Selain itu menyesali pemindahan paksa orang dan negara karena krisis iklim, perang, dan kekerasan konflik dan penindasan seperti di Timur Tengah, Kepulauan Pasifik, Sebagian besar negara Afrika dan Amerika Latin. Dan juga adanya pemindahan paksa masyarakat adat dari tanah mereka, dan hilangnya tradisi dan identitas yang dapat mengajari kita semua tentang cara hidup yang lebih baik di bumi kita. Selanjutnya kaum muda menyesali isolasi dan pelabelan orang-orang di komunitas karena kesehatan mental yang buruk dan penyakit kejiwaan.

Kaum muda dalam pesannya di EYG berseru untuk gereja mengambil jalan penyembuhan luka yang dimulai pada saat ini bersama dengan keterbukaan untuk keragaman dan penerimaan perbedaan. Kaum muda adalah karunia bagi gereja dan masyarakat sebagai bagian dari Tubuh Kristus untuk mendorong satu sama lain meyerukan ketidakadilan untuk semua luka di dunia terutama dimana gereja-gereja telah berpartisipasi bersama-sama dengan cara; memberikan ruang aktif bagi kaum muda yang setara, membentuk meja pemuda permanen yang berfokus pada advokasi dan rekonsiliasi menuju persatuan, menuntut aktif mendengarkan tangisan kaum muda, khususnya mereka yang tertindas masyarakat dan mereka yang berjuang untuk masalah keadilan iklim yang mendesak, berdiri bersama mereka untuk bekerja menuju pemulihan dan cinta, dengan pengetahuan mendalam tentang rasa sakit masa lalu.

EYG merupakan kesempatan berharga bagi saya untuk belajar lebih peka melihat berbagai isu dan konflik yang terjadi di masyarakat dunia, serta bagaimana kaum muda berperan aktif dalam gerakan ekumenis. Hal yang luar biasa bagi saya bisa bertemu dengan kaum muda dari berbagai dunia dengan beragam pengalaman.

WCC 11th Assembly (Sidang Raya Dewan Gereja Dunia ke 11)

Setelah mengikuti rangkaian kegiatan pre-assembly EYG, dilanjutkan dengan Sidang Raya Dewan Gereja Dunia dimulai hingga tanggal 31 Agustus- 8 September 2022. Tema Sidang adalah Christ’s Loves Move the World to Reconciliation and Unity (Kasih Tuhan Menggerakan Dunia menuju Rekonsiliasi dan Persatuan).Saya kembali kumpul dengan dengan para utusan GMIT. Ketika memasuki ruangan untuk bisnis plenari, tim GMIT bergabung di satu meja. Menariknya tersedia juga alat penerjemah untuk mengikuti setiap sesi. Jika ada kendala bahasa, bisa menggunakan alat penerjemah untuk mendengar terjemahan. Sidang raya dibagi menjadi beberapa bagian yaitu ibadah pagi bersama, pembahasan tema, diskusi kelompok kecil, plenari bisnis (persidangan), percakapan ekumenis (ecumenical conversation), dan ibadah malam bersama.

Saya mendapatkan homegroup discussion kelompok 14, dimana saya tidak bersama-sama dengan tim GMIT lainnya. Kelompok diskusi ini terdiri dari delegasi dan partisipan sebanyak 30-40 orang untuk berefleksi bersama-sama tentang apa yang didapatkan di ibadah pagi dan dalam tematik plenari. Pertemuan pertama sangat mengesankan dan kami memperkenalkan diri dan pekerjaan kami. Saya gugup karena paling muda dan sendiri dari Indonesia. Diskusi menjadi menyenangkan ketika semua saling menghargai dan mendengarkan pendapat orang lain.

Selain homegroup, saya mengikuti ecumenical conversation (percakapan ekumenis) tentang ecumenical diakonia. Pdt Mery Kolimon ikut mendengar dan berbagi tentang pengalaman kami di GMIT. Hal yang sangat penting untuk mempelajari tugas-tugas gereja di bidang sosial, politik, ekonomi, dan juga lingkungan hidup. Saya juga berbagi tentang bagaimana jemaat saya di Kupang jemaat Kaisarea yang mempunyai program kemitraan untuk pendidikan dan pembangunan gedung gereja dan pastori di beberapa jemaat GMIT di kampung.  

Sebuah pengalaman baru bagi saya juga ketika bergabung di percakapan ekumenis dan belajar tentang organisasi global ACT Alliance yang memberikan bantuan kemanusiaan bagi orang miskin dan marjinal. Pdt. Mery Kolimon berbagi tentang pengalaman GMIT dalam menghadapi Covid 19 dan bencana Seroja.

Kunjungan ke Mission 21 di Basel, Swiss

Usai Sidang WCC, kami berangkat ke Basel, Swiss, menggunakan kereta. Kami berkunjung ke Mission 2, salah satu mitra GMIT. Pengalaman ini sangat berkesan bagi saya karena tim GMIT diberikan kesempatan berbagi di gereja Münster Basel dan Zurich. Kami dibagi 2 kelompok. Pdt. Mery Kominon dan Pdt. Jacob Niap bertugas di gerja Zurich sedangkan saya dan Pdt. Yusuf Nakmofa di Gereja MünsterBasel. Di gereja, saya berkesempatan berbicara tentang pelayanan Rumah Harapan GMIT dan juga pentingnya pendidikan dan masalah perdagangan manusia (human trafficking).Saya diminta untuk berbicara dalam Bahasa Indonesia dan diterjemahkan dalam bahasa Jerman oleh ibu Katarina Gfeller dari Mission 21.

Setelah itu saya dan Pdt. Nakmofa menyusul ke Zurich untuk berkeliling melihat sejarah termasuk sejarah reformasi Zwingli bersama Pak Matthias Haupt anggota majelis jemaat Zurich.

Sidang Raya Eukumindo di Utrecht, Belanda

Selepas dari Swiss, kami berangkat ke Utrecth, Belanda, untuk mengikuti sidang raya Eukumindo. Hal baru lagi bagi saya ketika mendengar presentasi dan pengalaman dari ketiga narasumber tentang Tragedi ‘65 di Indonesia. Ada 3 narasumber yaitu Pdt. Mery Kolimon, Ibu Nieke Atmadja, dan Ibu Lia Wetangterah. Usai setiap sesi, kami dibagi dalam kelompok kecil untuk berdiskusi mendengar dari berbagai perspektif dan pengalaman tentang tragedy ‘65 di Indonesia bersama beberapa orang dari Indonesia dan sebagian dari Belanda. Sebagai kaum muda satu-satunya di kelompok, saya mendengar cerita sejarah yang masih membekas di hati mereka yang mengalami secara langsung. Saya juga mendapatkan kesempatan untuk berbagi hasil diskusi di kelompok kami.

Senang sekali saya mendapatkan hadiah buku dari Opa Nico Schulte Nordholt berjudul: “Pembingkaian dan Penekanan: 50 tahun sesudahnya (suatu refleksi diri sendiri yang kritis terhadap peristiwa dramatis di Indonesia, sesudah G30S, yang dikenal sebagai Gerakan 30 September 1965)”.

Hal menarik lainnya ketika kami mengunjungi De Bakkerijyang didirikan jemaat kota Leiden untuk membantu orang-orang miskin. Kami diberi kesempatan melihat ruang di kantor mereka yang diubah menjadi seperti toko pakaian. Barang-barang bekas layak pakai ini adalah sumbangan jemaat. Pakaian-pakaian ini tidak dijual melainkan untuk para pengungsi Ukraina dan siapa saja yang membutuhkan. Ini merupakan ide baik yang bisa diterapkan di GMIT untuk membantu kaum miskin yang membutuhkan. Bisa berupa pakaian atau kebutuhan-kebutuhan lainnya.

18 September kami kembali ke Indonesia dari Amsterdam. Pdt. Mery, Pdt. Yusuf, dan Pdt. Yapy terbang dengan pesawat yang sama, sedangkan saya dengan penerbangan yang berbeda. Ini merupakan pengalaman iman dari Tuhan untuk saya bisa belajar dan berbagi dengan sesama. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *