Kupang, www.sinodegmit.or.id, Usai sebulan penuh berefleksi mengenai persoalan pendidikan, Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) baik di lingkup sinode, klasis dan jemaat berbenah dan bersatu membangun komitmen menyelamatkan ratusan sekolahnya yang terlantar dalam kurun waktu 40 tahun terakhir.
Komitmen bersama itu terungkap dalam acara “Coffee Morning” yang digelar oleh MS GMIT pada Sabtu, 9/09-2017 di Kantor MS GMIT. Kegiatan ini dihadiri sekitar 100 undangan meliputi pimpinan-pimpinan Klasis, Jemaat dan Yayasan Pendidikan Kristen (Yapenkris) di kota Kupang dan sekitarnya.
Ketua Majelis Sinode GMIT, Pdt. Dr. Mery Kolimon, pada kesempatan ini mengatakan bahwa pertemuan dimaksudkan agar sebagai Gereja, GMIT belajar memahami kehendak Allah mengingat kondisi sekolah-sekolahnya yang memprihatinkan. “Kami melihat bahwa kita sedang dalam krisis yang nyata. Kita harus mengakui bahwa sekolah-sekolah kita sakit parah. Sakitnya tidak hanya kronis tapi juga akut. Kronis dalam arti sudah lama terjadi dan akut karena kondisinya semakin memburuk.”
Karena kondisi tersebut menurut Pdt. Mery, sekolah-sekolah GMIT kehilangan rasa percaya publik untuk menyekolahkan anak-anak mereka pada sekolah milik Gereja. Untuk itu semua pihak mesti berusaha keras merebut kembali kepercayaan masyarakat melalui pembenahan yang sungguh-sungguh pada manejemen sekolah dan yayasan.
Ketua MS GMIT juga menyatakan bahwa ada empat hal mendasar yang menjadi persoalan sekolah-sekolah GMIT. Pertama, rendahnya dukungan jemaat melalui setoran 2% pendidikan. Kedua, kuantitas dan kualitas guru-guru dimana kebanyakan guru tidak ditunjang dengan kesejahteraan yang memadai. Ketiga, lemahnya daya layan Yapenkris. Keempat, dukungan pemerintah yang kurang adil antara sekolah negeri dan swasta.
Menanggapi persoalan yang dihadapi sekolah-sekolah GMIT tersebut, sejumlah klasis berkomitmen terlibat dalam upaya-upaya penyelamatan terutama dukungan dana melalui kesetiaan menyetor dana 2% pendidikan dan sumbangan-sumbangan lainnya.
“Kami di Klasis Kota Kupang selama bulan pendidikan telah menyelenggarakan aksi bersama melalui tangguh pendidikan. Ada 12 jemaat yang telah menyetor dananya dengan nilai Rp. 30.226.700,- (tiga puluh juta dua ratus dua puluh enam ribu tujuh ratus) yang akan kami persembahkan untuk Yapenkris dan SMK 2 Kupang yang terancam tutup. Masih ada sekitar 34 jemaat yng belum setor dan kami upayakan untuk menyetornya,” ungkap Pdt. Elyanor Manu-Nalle.
Terkait respon positif dari jemaat-jemaat dan klasis-klasis, Ketua MS GMIT mengharapkan jemaat-jemaat untuk memberi perhatian serius sebab masalah pendidikan di GMIT tidak bisa dibebankan hanya kepada Yapenkris-Yapenkris melainkan menjadi tanggung jawab gereja.
“Sekolah-sekolah bukan hanya tanggung jawab Yapenkris tetapi tanggung jawab kita bersama. Gereja, di lingkup jemaat, klasis dan sinode mesti menjadi punggung yang kuat tempat dimana Yapenkris bisa bersandar. Sebab pengelolaan sekolah-sekolah juga merupakan inti dari misi Gereja. Marturia bukan hanya khotbah tapi juga pengelolaan sekolah-sekolah,” tegas Pdt. Mery.
Wujud nyata keseriusan MS GMIT melaksanakan amanat Sidang Sinode ke- 33 untuk menyelamatkan sekolah-sekolahnya, dalam satu bulan terakhir sejumlah langkah telah ditempuh baik internal maupun eksternal yakni: menyiapkan data base sekolah, menggalang dana di jemaat-jemaat, membangun kerja sama dengan pemerintah provinsi, kabupaten/kota serta mitra-mitra dalam dan luar negeri.***