Yesus Berkuasa Atas Alam Semesta (Matius 8:23-27) – Pdt. Melkisedek Sni’ut

Ilustrasi: kibrispdr.org

KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Hari ini GMIT berada dalam dua momen. Yang pertama Bulan Lingkungan. Saat ini kita ada di minggu ketiga dalam Bulan Lingkungan GMIT. Sedangkan yang kedua Hari Minggu Kristus Raja.

Dalam kalender gereja, Hari Minggu Kristus Raja diperingati satu minggu sebelum Minggu Advent pertama. Apa itu Hari Minggu Kristus Raja? Dibandingkan dengan Natal dan Paskah, Hari Minggu Kristus Raja tidak begitu dikenal. Kalau pun ada yang kenal, belum tentu tahu apa maknanya.

Hari Minggu Kristus Raja adalah minggu terakhir dalam kalender gerejawi. Dalam gereja, tradisi ini masih baru. Ini pertama kali dimasukkan dalam kalender gereja pada 11 Desember 1925 oleh Paus Pius XI.

Latar belakangnya adalah sekularisme yang melanda gereja pada masa itu. Sekularisme itu suatu paham yang bilang agama tidak boleh ikut campur dalam urusan politik, negara dan lembaga publik lainnya. Jadi paus tetapkan Hari Minggu Kristus Raja supaya umat tidak terpengaruh sekularisme. Paus mau kasisadar umat bahwa Kristus itu penguasa alam semesta. Dialah Sang Alfa dan Omega (Why. 21:16). Di hadapan Pilatus, Yesus menegaskan bahwa Dialah raja dunia (Yoh. 18:37).

Dengan penetapan Hari Minggu Kristus Raja maka diharapkan umat Kristen punya mental yang tidak terikat pada dunia. Sebaliknya, umat Kristen siap menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Yesus setiap hari. Jadi awalnya Hari Minggu Kristus Raja dirayakan oleh Gereja Katholik. Tetapi di kemudian hari gereja-gereja Protestan pun mengadopsinya.

GMIT pun menerima Hari Minggu Kristus Raja. Ini tertuang dalam Peraturan Ibadah dan Atribut GMIT Pasal 3 ayat 1 huruf k. Dalam Peraturan yang sama Pasal 14 ayat 1, disebutkan bahwa warna litrugis untuk Hari Minggu Kristus Raja adalah warna putih. Sedangkan lambangnya sama dengan lambang pada minggu-minggu Pentakosta.

Sayangnya, GMIT belum menyediakan kain mimbar dan stola putih untuk Hari Minggu Kristus Raja. Yang sudah tersedia hanya kain mimbar dan stola putih untuk peringatan Paskah, Kenaikan Tuhan Yesus dan Hari Minggu Tritunggal saja. Karena itu presbiter yang melayani dalam ibadah Hari Minggu Kristus Raja masih memakai stola yang berwarna hijau. Harusnya putih. Tetapi tidak apa-apa. Kita berharap agar ke depan hal ini diperhatikan. Yang lebih penting untuk kita refleksikan hari ini adalah tujuannya. Apa itu?

Sebenarnya tujuan peringatan Hari Minggu Kristus Raja sama dengan umat Katholik. Namun dalam gereja Protestan, tujuannya dipertajam. Misalnya, melalui momen ini umat Kristen sadar bahwa sebagai raja, Tuhan Yesus berbeda dengan dunia ini. Raja-raja di dunia kekuasaannya mutlak. Dia orang nomor satu di kerajaannya. Semua orang wajib menghormati dan melayani dia. Dia berhak memerintah semua orang. Entah benar maupun salah, perintahnya wajib dilaksanakan.

Sedangkan Yesus berbeda. Dia memang raja. Bahkan Dia adalah raja di atas segala raja. Namun bagi Yesus, orang yang paling besar mestilah yang paling banyak melayani. Jadi raja adalah pelayan. Semakin tinggi jabatan seseorang, semakin banyak dia dituntut untuk melayani.

Ini memang tidak gampang. Sebab harus ada kerendahan hati, kerelaan, ketulusan dan kesederhanaan. Dalam Markus 4:30-34, Tuhan Yesus umpamakan kerajaan-Nya seperti biji sesawi. Biji sesawi lebih kecil dari semua biji yang lain. Namun setelah tumbuh, dia menjadi pohon besar dengan banyak cabang. Burung-burung membuat sarangnya di situ. Seperti itulah Yesus membangun kerajaan-Nya.

Dia lahir sebagai bayi biasa dalam kandang Betlehem. Dia bertumbuh sebagai anak tukang kayu di Nazaret. Namun melalui pengorbanan-Nya, dunia diselamatkan. Janji Allah untuk pemulihan segenap ciptaan pun tergenapi. Inilah tanggung jawab yang Tuhan Yesus laksanakan sebagai Raja di atas segala raja.

Dengan pemahaman ini maka semua orang percaya mesti memuji, menghormati dan memuliakan nama-Nya. Berbeda dengan raja-raja dunia, pujian kepada Tuhan Yesus mesti diberikan dengan sukacita, gembira dan tulus hati. Bukan dengan takut, gentar atau terpaksa. Sebab sebagai raja, Yesus hidup sederhana, penuh kasih dan rela berkorban. Inilah makna peringatan Hari Minggu Kristus Raja dalam gereja-gereja Protestan.

Terhadap dua momen ini, kisah dalam Matius 8:23-27 memberikan pesan yang kuat. Secara ringkas, kisahnya begini. Demi misi pelayanan, Yesus mesti menyeberangi Danau Galilea dengan perahu. Murid-murid-Nya pun turut serta di perahu yang sama. Tiba-tiba ada angin ribut. Akibatnya timbul gelombang besar. Sementara itu Yesus tertidur. Murid-murid yang ketakutan pun membangunkan-Nya. Yesus lalu bangun dan menegur ketidakpercayaan mereka. Dia kemudian menghardik angin dan danau. Badai itu pun reda. Hal ini pun membuat semua murid-Nya terheran-heran.

Dalam ringkasan kisah ini, terlihat bahwa Tuhan Yesus memang memiliki kekuasaan sebagai raja. Bukan saja raja bagi manusia, apalagi hanya raja untuk murid-murid-Nya. Tidak! Yesus itu Raja atas alam semesta. Buktinya, Dia tidak menegur manusia saja. Dia pun mampu menghardik angin dan danau. Terhadap teguran dan hardikan Yesus, semuanya pun menjadi diam, tenang dan mereda. Jadi berhadapan dengan Yesus, manusia dan alam punya status yang sama. Semuanya sama-sama diam dan taat kepada-Nya.

Dari kisah ini, pelajaran apa yang dapat kita ambil? Saya mencatat empat hal. Pertama,murid yang sejati akan mengikuti Yesus ke mana pun Dia pergi, termasuk ketika menyeberangi perairan (ayat 23).

Dalam bagian ini, inisiatif untuk ikut Yesus datang dari murid-murid. Mereka langsung ikut ketika melihat Yesus naik ke perahu. Sedangkan dalam Markus 4:35 dan Lukas 8:22, Yesuslah yang mengajak mereka. Entah karena inisiatif sendiri atau pun karena diajak, yang pasti murid-murid Yesus tidak keberatan ketika harus ikut menyeberang. Mereka bersedia ikut Yesus untuk melayani ke mana pun. Entah perjalanannya melintasi daratan maupun perairan, mereka selalu siap.

Perlu kita perhatikan bahwa pelayanan Yesus tidak hanya melintasi daratan saja. Pelayanan-Nya pun melintasi perairan. Karena itu untuk sampai ke sana, Dia dan murid-murid-Nya mesti berlayar. Resikonya besar. Taruhannya nyawa. Sekalipun demikian, hal itu tidak menjadi alasan bagi Yesus untuk membatalkan pelayanan. Dia melaksanakannya sampai tuntas.

Di kemudian hari, hal yang sama dilakukan oleh rasul Paulus. Paulus bahkan memperluas wilayah pelayanannya. Bukan saja di Palestina. Dia juga pergi sampai ke wilayah-wilayah yang jauh di Asia maupun Eropa. Dalam hal ini, dia tidak hanya menempuh perjalanan darat saja. Lautan pun berkali-kali dia arungi. Semua perjalanan yang dia tempuh itu penuh resiko. Bahkan kapal yang ditumpanginya pernah karam (Kis 27). Sekalipun demikian, semua itu tidak menghentikan semangat Paulus untuk memberitakan Injil.

Hal ini merupakan peringatan bagi murid-murid Yesus pada masa kini. Murid Yesus yang sejati adalah orang yang siap untuk melayani umat Tuhan di mana pun. Ketika diutus untuk melayani ke tempat yang ditempuh dengan perjalanan darat, dia siap. Tetapi ketika diutus untuk melayani ke tempat yang ditempuh dengan penyeberangan pun, dia tetap siap.

Orang yang suka pilih-pilih tempat ketika melayani umat Tuhan, sebenarnya sedang mempertanyakan kuasa Tuhan Yesus. Misalnya, hanya mau melayani di tempat yang bisa ditempuh dengan perjalanan darat saja. Atau hanya melayani di tempat yang dekat dengan orang tuanya saja. Atau hanya mau melayani di kota saja. Apalagi hanya mau melayani di satu tempat saja.

Orang-orang seperti ini tidak layak disebut murid Tuhan Yesus, apalagi hamba Tuhan. Kenapa? Karena seseorang hanya bisa disebut murid apabila meniru teladan gurunya. Seseorang juga hanya layak disebut hamba Tuhan apabila taat pada perintah Tuhan.

Tuhan Yesus sudah melayani melintasi daratan dan perairan. Masakan mereka yang menyebut dirinya sebagai murid Tuhan Yesus atau hamba Tuhan hanya mau melayani di tempat-tempat yang disukainya saja? Sangat tidak pantas!

Apalagi wilayah NTT dan NTB yang menjadi konteks GMIT terdiri dari banyak pulau. Harusnya pelayanan yang menyeberangi perairan tidak menjadi masalah. Sebab inilah konteks yang Tuhan pilih bagi kita untuk melayani umat-Nya. Karena itu apabila kita menolaknya maka kita sedang mempersoalkan kekuasaan Tuhan. Seolah-olah Tuhan menempatkan kita di tempat yang salah. Jika demikian maka kuasa Tuhan Yesus sebagai raja alam semesta sedang dipertanyakan. Orang-orang seperti ini mesti bertobat! Siapa mereka?

Bisa siapa saja. Misalnya, saya sebagai pendeta yang ketika tiba waktunya untuk mutasi, tidak mau. Atau mungkin hanya mau mutasi ke tempat yang disukai. Kalau saya seperti ini maka mesti bertobat.

Contoh lain, misalnya anggota ASN, TNI dan Polri. Mereka semua adalah abdi negara dan abdi masyarakat. Mereka melayani Tuhan sebagai aparatur negara. Karena itu harusnya siap diutus ke mana pun. Tetapi seandainya ada yang ketika mutasi suka pilih-pilih tempat maka mesti bertobat juga. Contoh lain lagi, misalnya pegiat LSM. Apabila melakukan penentuan wilayah intervensi program tanpa assessmentyang benar maka mesti bertobat juga.

Intinya, murid Yesus dan hamba Tuhan di berbagai bidang kehidupan mesti siap ikut Yesus untuk melayani umat-Nya di mana pun. Baik darat maupun perairan, semuanya mesti siap ditempuh. Sebab hanya dengan demikian kita disebut murid Yesus dan hamba Tuhan yang sejati.

Kedua,situasi alam dapat berubah secara tiba-tiba (ayat 24). Pada bagian ini disebutkan bahwa angin ribut mengamuk di danau dengan sekonyong-konyong. Artinya badai datang dengan tiba-tiba. Mendadak. Itu sebabnya murid-murid terkaget-kaget dan menjadi sangat takut. Mengapa mereka takut?

Karena mereka tidak siap. Mungkin perlengkapan keselamatan tidak ada. Tetapi yang pasti, iman mereka pun belum siap. Sekalipun sedang berlayar bersama Yesus namun mereka menyangka akan ditenggelamkan oleh gelombang. Itu sebabnya mereka membangunkan Yesus yang sedang tidur.

Bagian ini mengajarkan kita tentang mitigasi bencana. Artinya persiapan dalam menghadapi situasi terburuk sudah harus dilakukan sebelum bencana datang. Di zaman modern ini, mitigasi bencana di perairan sudah lebih baik. Ada perlengkapan keselamatan. Ada juga simulasi tentang cara menggunakannya. Semuanya ini agar dampak buruk dari bencana dapat dikurangi.

Mitigasi bencana ini tidak hanya berhubungan dengan perjalanan di perairan saja. Mitigasi bencana juga mesti dilakukan di darat dan di mana pun. Jadi kalau tinggal di tepi kali atau sungai, mesti siap terhadap kemungkin banjir. Kalau tinggal di lereng gunung atau tebing, mesti siap terhadap kemungkinan terjadinya tanah longsor.

Kalau tinggal di daerah rawan gempa, harus membangun rumah dengan pondasi dan struktur bangunan yang kuat. Kalau tinggal di daerah angin kencang, harus membangun rumah dengan struktur atap yang kokoh. Kalau tinggal di sekitar gunung berapi, harus siap terhadap kemungkinan terjadinya erupsi. Jadi di mana pun kita berada, kita mesti mempersiapkan diri terhadap kemungkinan terjadinya bencana yang datang dengan tiba-tiba. Semuanya ini, ditambah dengan iman teguh kepada Tuhan Yesus, akan membuat kita lebih siap menghadapi bencana yang datang dengan tiba-tiba.

Ketiga,Tuhan Yesus adalah tempat kita meminta pertolongan (ayat 25). Sekalipun imannya belum siap, murid-murid bertindak dengan benar. Mereka membangunkan Yesus. Dengan demikian, Yesus menolong untuk meredakan badai, sekalipun dengan menegur ketidakpercayaan mereka terlebih dahulu.

Hal ini mengingatkan kita bahwa dalam situasi apapun, Tuhan pasti bersedia untuk menolong. Apalagi dalam situasi yang mendesak. Yesus pasti segera memberikan pertolongan apabila kita memintanya. Pertolongan yang Dia berikan pun bukan karena kita layak menerimanya. Tidak demikian!

Ketika Yesus memenuhi permintaan murid-murid, itu bukan karena mereka beriman. Justru karena iman mereka masih lemah, Yesus menunjukkan kuasanya dengan meredakan angin dan danau. Jadi apapun kondisi iman kita, tidak usah ragu-ragu meminta pertolongan Tuhan. Sebab ketika Yesus memberikan pertolongan, Dia hendak mengajarkan sesuatu juga kepada kita.

Keempat,alam semesta taat kepada perintah Yesus (ayat 26-27). Ketika Yesus menghardik, angin dan danau pun teduh. Murid-murid selamat. Bahkan semua orang lain yang sementara berlayar di perahu lain pun ikut selamat. Jadi perintah Yesus kepada danau membuat semua orang selamat, tidak hanya murid-murid-Nya saja. Apa artinya?

Artinya, Yesus dapat mengatur alam sesuai kehendak-Nya. Alam ini telah diciptakan Tuhan dengan amat baik. Karena itu manusia tidak boleh mengutak-atiknya dengan semena-mena. Dengan kata lain, manusia tidak berhak memperlakukan alam sekehendak hatinya. Sebab jika itu dilakukan maka manusia sudah mengambil alih kuasa Tuhan Yesus sebagai raja alam semesta.

Yang harus manusia lakukan adalah menjaga dan merawat alam dengan baik. Ketika manusia memperlakukan alam dengan ramah, alam pun akan ramah kepada manusia. Sebaliknya, ketika manusia memperlakukan alam dengan sesuka hati, alam pun akan berubah menjadi ancaman. Karena itu perlakukanlah alam sebagai sesama ciptaan.

Ingat, manusia bukan raja atau penguasa alam. Manusia hanyalah si bungsu dari semua ciptaan Tuhan yang lain. Hanya Tuhan Yesus saja raja bagi alam semesta. Karena itu manusia mesti belajar dari alam agar senantiasa taat pada Tuhan Yesus. Tuhan memberkati kita. Amin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *