www.sinodegmit.or.id, Jumat, 7 April 2023 umat Kristen merayakan Jumat Agung. Ini adalah peringatan akan kematian Tuhan Yesus di atas kayu salib. Dalam Peraturan GMIT tentang Ibadah dan Atribut gereja, Jumat Agung ditempatkan sebagai bagian dari perayaan minggu-minggu sengsara. Bahkan dapat dikatakan bahwa Jumat Agung merupakan puncak peringatan kesengsaraan Tuhan Yesus. Sebab pada perayaan Jumat Agung, peristiwa di sekitar penyaliban dan kematian Yesus direnungkan kembali.
Keempat kitab Injil dan Perjanjian Baru (Matius, Markus, Lukas dan Yohanes) mencatat peristiwa itu. Namun kali ini kita merenungkan proses kematian Yesus seperti yang dicatat oleh penginjil Matius. Bacaan Alkitab kita terdiri dari tiga perikop yaitu Yesus disalibkan, Yesus mati dan Yesus dikuburkan. Saya mengajak umat Kristen untuk merenungkan kehidupan imannya dengan belajar pada tokoh-tokoh yang tercatat dalam tiga perikop ini. Untuk itu saya membaginya ke dalam dua bagian.
Pertama,kita belajar dari Yesus Kristus yang disalibkan, mati dan dikuburkan. Kedua,kita belajar dari tokoh-tokoh yang ada di sekitar Yesus pada saat penyaliban terjadi.
Kita mulai dengan Yesus Kristus. Yesus Kristus menjalani penderitaan-Nya dengan sabar dan sadar. Sejak awal, Dia tahu visi dan misi-Nya. Dia tahu tugas dan tanggung jawab-Nya. Dia juga tahu resiko dan konsekuensi yang diterima-Nya. Karena itu ketika tiba saatnya, Dia siap menanggung penderitaan yang sungguh sangat berat. Berikut ini adalah gambaran penyiksaan fisik yang dialami-Nya. Penderitaan fisik mulai Yesus terima saat Dia dibawa ke hadapan Mahkamah Agama. Di sana Yesus diadili menurut hukum agama Yahudi. Pada saat itu Dia diludahi, ditinju dan dipukul (Mat. 26:67-68). Tetapi ini baru permulaan saja. Setelah imam-imam kepala dan tua-tua Yahudi menjatuhkan vonis mati kepada Yesus, Dia lalu diborgol dan diserahkan ke Pilatus untuk diadili menurut hukum pemerintah Romawi.
Setelah Pilatus juga menjatuhkan vonis mati, Yesus disiksa lagi. Para serdadu menganyam mahkota duri, meletakkan-Nya ke kepala Yesus lalu memukul, mencambuk dan mengolok-olok Dia (Mat. 27:27-31). Setelah itu dengan memikul kayu salib yang berat, Yesus dibawa ke bukit Golgota untuk disalibkan. Ketika disalibkan, kedua tangan dan kaki-Nya dipaku dan lambung-Nya ditikam dengan tombak. Semua penderitaan fisik itu dimulai sekitar pukul 1 dini hari. Sepanjang Jumat Agung itu Yesus disiksa dalam keadaan lemah karena tidak tidur semalaman. Dia juga tidak makan dan minum seharian. Kondisi Yesus semakin parah karena Dia dipaksa untuk berjalan kaki dari satu tempat ke tempat lain sambil terus dianiaya.
Cambuk yang digunakan untuk mencambuk Yesus terbuat dari kayu yang dibungkus dengan satu sampai tiga helai kulit atau tali. Pada ujung cambuk ini ada bulatan keras atau paku kecil. Jadi ketika Yesus sekali dicambuk, ada tiga paku yang mencabik tubuh-Nya. Menurut undang-undang kerajaan Romawi, seseorang dicambuk sebanyak 39 kali. Jika demikian, ada sekitar 117 luka di tubuh Yesus yang berasal dari cambuk.
Namun menurut penulis buku, “Manusia Kain Kafan”,Yesus dicambuk sebanyak 121 kali dari kanan dan 121 kali dari kiri. Jika benar maka berarti ada sekitar 726 luka cabikan paku cambuk di tubuh Yesus! Para algojo cambuk adalah orang-orang yang ahli sehingga cambukan tidak mengenai bagian-bagian vital dari tubuh. Karena itu cambukan tidak membawa kematian, “hanya” rasa nyeri dan pendarahan yang banyak.
Secara medis, kondisi ini disebut pre shock.Dalam kondisi yang demikian, Yesus memikul patibulum(bagian horizontal dari salib) ke Golgota. Ketika berjalan, kedua tangan-Nya direntangkan dan diikat pada patibulumitu. Oleh karena Yesus disalibkan bersama dua penjahat lainnya maka dalam perjalanan ke Golgota, ketiganya dihubungkan satu sama lain dengan seutas tali. Ujung kiri patibulumjuga diikat pada pergelangan kaki kiri Yesus. Ini merupakan tindakan pencegahan yang lazim pada saat itu untuk mencegah terhukum melarikan diri atau menyerang dengan patibulum.Dalam perjalanan ke Golgota, Yesus berjalan di belakang dua penyamun. Dengan kondisi-Nya sudah lemah, Dia berjalan sangat lambat. Karena itu kedua penyamun di depannya sering menghentakkan patibulumuntuk mempercepat langkah-Nya.
Hentakan itu membuat ujung kanan patibulumtersentak ke depan dan ujung kirinya terlempar ke belakang. Hal ini membuat kaki Yesus tertahan atau bahkan tertarik ke belakang pula. Akibatnya Yesus jatuh berlutut atau terjerembab dengan lutut atau muka terbentur batu. Ini terjadi berkali-kali di sepanjang via dolorosa. Sungguh, suatu penderitaan yang tidak terbayangkan!
Karena kuatir Yesus tidak dapat bertahan dan mati di jalan, para serdadu memaksa Simon dari Kirene yang kebetulan lewat untuk memikul patibulumYesus. Sesampainya di Golgota, tangan Yesus dipaku pada patibulum. Paku yang digunakan pada tangan dan kaki Yesus, ukuran kepalanya 1 x 1 cm dengan panjang antara 13-18 cm. Paku ditancapkan pada masing-masing pergelangan tangan dengan maksud dapat menahan bobot tubuh sehingga tidak terlepas.
Setelah kedua tangan dipaku, para serdadu mengangkat patibulumdengan tubuh Yesus dalam keadaan tergantung untuk dipasangkan pada tiang salib yang telah ditanam sebelumnya. Selanjutnya kaki Yesus dipaku pada tiang salib dengan lutut tertekuk sekitar 45 derajat. Ini berarti Yesus menanggung beban tubuhnya dengan otot paha-Nya. Bukan posisi anatomis yang tepat. Karena itu dalam beberapa menit saja timbul kram parah pada otot paha dan betis Yesus.
Dengan posisi tersalib seperti itu, berat Yesus mesti dipindahkan ke pergelangan tangan, tangan dan bahu-Nya. Akibatnya dalam beberapa menit saja bahu Yesus terkilir dan diikuti dengan siku dan pergelangan tangan. Terjadilah dislokasi ekstremitas atas di mana lengan-Nya menjadi lebih panjang 22 cm dari biasanya. Semua siksaan ini menimbulkan rasa nyeri yang hebat karena mengenai beberapa syaraf. Rasa nyeri akan kembali terasa setiap kali tubuh bergerak. Selain itu punggung Yesus yang penuh dengan luka selalu terasa nyeri setiap kali bergesekan dengan dengan kayu salib yang kasar. Gesekan itu membuat darah yang sudah kering kembali mengalir.
Rasa nyeri yang hebat membuat Yesus kesulitan bernapas. Pendarahan terus-menerus membuat-Nya mengalami gagal jantung. Hal lain yang mempercepat kematian Yesus adalah penikaman dengan tombak pada lambung Yesus. Tombak itu menembus paru-paru kanan, menuju bilik kanan dan serambi kanan jantung. Semua ini hanya gambaran penderitaan fisik saja. Belum termasuk penderitaan psikis akibat ditinggalkan sendirian oleh murid-murid-Nya. Selain itu ada berbagai bentuk kekerasan psikis dari para serdadu.
Melihat penderitaan hebat yang Yesus alami, ada beberapa serdadu yang memberikan-Nya anggur untuk diminum. Anggur yang yang diberikan berfungsi sebagai obat bius untuk mengurangi rasa sakit. Namun Yesus menolaknya sampai dua kali. Yang pertama yaitu anggur bercampur empedu (ayat 34). Sedangkan yang kedua anggur asam (ayat 48). Penolakan ini karena Yesus tidak mau lari dari rasa sakit akibat dosa-dosa manusia. Dia mau menanggungnya secara penuh. Karena itu Dia mewakili manusia untuk berseru kepada Bapa, “Eli, Eli, lama sabakhtani?” (ayat 46). Ini adalah kutipan dari Mazmur 22:2. Dengan teriakan ini, Yesus menggenapi teriakan yang sama yang sudah diserukan sejak Perjanjian Lama. Ketika Yesus mati, tabir Bait Suci yang memisahkan tempat Maha Kudus dengan umat terbelah menjadi dua bagian. Ini adalah tindakan simbolis Allah yang berarti jurang dosa yang sebelumnya memisahkan manusia dengan Allah telah disingkirkan. Dengan demikian manusia kembali bersatu dengan Allah Maha Kudus. Manusia dengan Allah berdamai. Yesuslah Jurudamainya.
Jika Yesus dengan sadar dan sabar menerima penyaliban dan kematian untuk keselamatan manusia berdosa, bagaimana manusia menyikapinya? Inilah bagian kedua yang dapat kita lihat.
Ada tujuh tokoh atau kelompok manusia di sekitar penyaliban, kematian dan penguburan Yesus. Ketujuh tokoh atau kelompok ini merupakan gambaran sikap manusia di segala zaman terhadap pengorbanan Yesus. Ketujuh tokoh atau kelompok ini juga masih dapat dijumpai dalam kehidupan umat Kristen pada masa kini.
Pertama,Simon orang Kirene. Dia memikul salib Yesus karena dipaksa oleh para serdadu. Karena itu dia melayani Yesus karena keadaan, bukan atas kesadaran dan kerelaannya sendiri. Simon orang Kirene mewakili orang-orang yang melakukan suatu kebaikan bukan atas kesadaran dan kerelaan melainkan karena terpaksa atau dipaksa oleh keadaan. Orang-orang seperti ini hanya kebetulan berada di tempat dan waktu yang tepat. Sekalipun demikian apa yang dilakukan bermakna dan tercatat dalam sejarah sebagai perbuatan baik yang perlu diteladani.
Kedua,imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua Yahudi. Mereka adalah orang-orang yang senang, gembira dan bangga karena telah berhasil menghukum mati Yesus. Sebab bagi mereka, hukuman mati bagi Yesus merupakan bukti bahwa mereka berhasil membela dan menjaga kekudusan Allah.
Kelompok ini mewakili orang-orang yang selalu ada di garis terdepan untuk “membela Tuhan”. Mereka merasa bahwa dirinya mendapat mandat khusus dari Tuhan untuk menghakimi setiap orang yang dianggap menista agama. Lembaga peradilan kemudian dikendalikan oleh orang-orang seperti ini untuk menghukum orang-orang yang dipandang bersalah karena menghujat Allah. Padahal mereka tidak sadar bahwa justru merekalah yang menghujat dan menghina Allah karena mengambil-alih wewenang Allah untuk menghakimi ciptaan. Bagi orang-orang dalam kelompok ini, penderitaan dan kematian Yesus tidak berarti apa-apa. Akibatnya mereka terus hidup dalam kuasa maut sehingga kedamaian jauh dari hidupnya.
Ketiga,kepala prajurit dan pasukannya. Menurut tradisi, nama kepala prajurit pada saat penyaliban Yesus adalah Gaius Cassius Longinus. Mereka menjadikan olok-olok, hujatan, bullyingdan penghinaan kepada Yesus sebagai sumber hiburan dan bahkan keuntungan pribadi. Mereka tidak peduli Yesus bersalah atau tidak. Karena pemimpin agama dan pemimpin negara sudah menjatuhkan vonis mati kepada Yesus, mereka menyiksa-Nya dan menjadikannya bahan tertawaan. Pakaian Yesus pun dibagi dengan membuang undi. Tetapi ketika terjadi peristiwa-peristiwa dahsyat pada saat Yesus mati, mereka mengakui bahwa Yesus benar dan karena itu menyesali perbuatannya.
Mereka mewakili orang-orang yang gemar mem-bully,menghakimi dan menghina orang lain sebagai sumber hiburan dan keuntungan. Pada masa kini, hal ini sering terjadi di media sosial. Sering kali seseorang diserang pribadinya berdasarkan informasi sepotong. Biar pun begitu, penyerang, yang di media sosial dikenal dengan istilah haters, mendapatkan hiburan pribadi. Mereka puas dan senang ketika sudah menyerang orang lain. Apalagi kalau yang diserang itu merupakan tokoh publik yang kemudian memberi respon. Hatersitu akan semakin bangga dan senang sebab itu dapat membuatnya menambah followersatau pengikut. Dan ketika followers-nya bisa mencapai jutaan maka dijadikan keuntungan ekonomi melalui endorse produk dan sebagainya. Apabila dilaporkan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan baru merasa menyesal dan meminta maaf. Padahal kerusakan sudah terjadi akibat perbuatannya.
Keempat,penyamun-penyamun yang ikut disalibkan. Mereka dihukum akibat kejahatan berat yang dilakukannya. Dalam nas ini tidak ada informasi bahwa ada penyamun yang bertobat dan diselamatkan. Tetapi di dalam Lukas 23:40 disebutkan bahwa ada salah satu penyamun yang bertobat dan jiwanya diselamatkan Yesus. Penyamun-penyamun ini mewakili orang-orang yang menjalani hukuman penjara atau hukuman badan lainnya akibat kejahatan yang mereka lakukan. Sekalipun kejahatannya sangat besar, namun apabila mau bertobat dan memohon pengampunan Yesus, mereka pasti akan diselamatkan.
Kelima,perempuan-perempuan, Maria Magdalena dan Maria ibu Yesus. Mereka adalah orang-orang yang tidak punya kekuasaan apa pun, namun setia bersama Yesus sampai saat-saat terakhir kehidupan Yesus. Karena kesetiaannya, mereka memperoleh kesempatan istimewa untuk menjadi saksi pertama kebangkitan Yesus. Ini dialami oleh Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus. Mereka mewakili orang-orang kecil yang tidak punya kekuasaan apapun. Entah itu kekuasaan di bidang pemerintahan maupun keagamaan, mereka tidak punya. Sekalipun demikian, mereka memiliki kasih dan kesetiaan yang besar. Orang-orang seperti ini akan mendapatkan keistimewaan-keistimewaan tertentu dari Tuhan pada saatnya nanti.
Keenam,Yusuf dari Arimatea. Sebenarnya Yusuf adalah salah satu anggota Mahkamah Agama. Dalam nas ini disebutkan bahwa dia anggota Majelis Besar. Dia tidak sepakat dengan keputusan Mahkamah Agama yang menjatuhkan vonis mati kepada Yesus. Namun karena kalah jumlah, vonis tetap berjalan. Sekalipun demikian, hal itu tidak mengurangi niat dan kesempatannya untuk melakukan sesuatu bagi Yesus. Itu sebabnya dia memberikan kubur batunya yang masih baru untuk menjadi kuburan Yesus. Dia juga berani menghadap Pilatus untuk meminta mayat Yesus. Mayat Yesus lalu diturunkan dari salib dan dikuburkan di kuburan yang dia sediakan.
Yusuf dari Arimatea mewakili murid-murid Tuhan Yesus yang ada di suatu tempat sebagai kelompok minoritas. Karena minoritas, sering kali kepentingan dan kehendaknya diabaikan oleh kelompok mayoritas. Pengabaian itu dilakukan secara halus maupun kasar. Ada yang sembunyi-sembunyi, tetapi ada yang terang-terangan. Sekalipun demikian, itu tidak berarti bahwa Kristen minoritas tidak dapat berbuat apa-apa untuk Tuhan Yesus. Selalu ada sesuatu yang terbaik yang dapat dipersembahkan bagi Yesus.
Ketujuh,Pilatus. Pilatus adalah penguasa yang tunduk pada suara mayoritas demi popularitas. Dia sudah jelas-jelas mengatakan bahwa secara hukum Yesus tidak bersalah. Namun karena tekanan kelompok mayoritas, Yesus tetap dihukum mati. Dia kemudian melemparkan tanggung jawab dan mencuci tangan atas keputusan yang diambil (Mat. 27:1-26). Lalu ketika Yusuf dari Arimatea meminta mayat Yesus kepadanya, dia mengabulkannya (ayat 58). Ini menunjukkan bahwa Pilatus menempatkan kepentingan pribadinya di atas hukum dan kebenaran.
Pilatus mewakili para penguasa yang mendewakan kekuasaan dan popularitas. Seharusnya sebagai penguasa, hukum dan kebenaranlah yang menjadi pijakan ketika mengambil keputusan. Tetapi ada banyak penguasa yang bertindak seperti Pilatus. Mereka ingin selalu populer di hadapan masyarakat maupun partainya. Karena itu sering kali keputusan yang diambil tidak berdasarkan aturan dan kebenaran melainkan kehendak mayoritas. Alasannya bermacam-macam. Padahal tujuannya hanya untuk mempertahankan kekuasaannya.
Orang-orang seperti ini tidak hanya akan salah mengambil keputusan. Mereka pun dapat menghukum orang tak bersalah. Mereka juga akan menjadi orang yang tidak punya pendirian dan selalu berubah mengikuti perubahan arah angin. Bagi orang-orang seperti ini, penderitaan dan kematian Yesus tidak ada dampak sama sekali.
Inilah tujuh kelompok orang dalam hubungannya dengan penderitaan dan kematian Yesus Kristus. Berada di kelompok manakah Anda? Renungkanlah! Jadilah orang Kristen yang benar-benar menghayati penderitaan dan kematian Yesus Kristus sehingga damai Allah senantiasa hadir di dalam hati. Selamat merayakan Jumat Agung. Tuhan Yesus memberkati. Amin. ***